Pandemi Covid-19 menimbulkan ketidakpastian pada hampir semua sektor, termasuk hulu migas. Perlu tindakan dan kebijakan strategis agar sektor ini pulih dan berdaya saing di tengah ketidakpastian.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
Skenario puting beliung, musim barat, dan musim pancaroba ialah tiga skenario pengelolaan hulu minyak dan gas bumi yang dirumuskan para pakar dari berbagai lintas instansi dan keilmuan. Tiap-tiap skenario berpijak pada bagaimana pemerintah mengelola pandemi Covid-19 yang menjadi fondasi pemulihan segala sektor, termasuk hulu minyak dan gas bumi di Indonesia. Kata kuncinya adalah kepemimpinan atau leadership.
Tiga skenario itu disampaikan dalam sebuah webinar pada pertengahan Oktober 2020 untuk merespons kondisi kekinian akibat pandemi, khususnya di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Sektor hulu migas Indonesia tak bisa dipandang enteng. Sektor ini masih menjadi penyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terbesar. Selain menyangkut ketahanan energi dalam negeri, sektor hulu migas juga memiliki dampak ganda luar biasa dalam rantai perekonomian.
Skenario puting beliung digambarkan sebagai situasi yang penuh turbulensi. Penanganan pandemi Covid-19 tak terkoordinasi dengan baik. Penyebaran virus meluas dan angka penderita Covid-19 tidak menunjukkan tanda-tanda menurun.
Ekonomi global yang terkontraksi akibat pandemi memukul harga minyak mentah hingga titik terendah. Situasi makin karut-marut akibat pemerintah dan perusahaan migas terlalu fokus pada orientasi jangka pendek dengan berebut bagian produksi masing-masing. Selain itu, visi kebijakan sektor ini masih berparadigma migas sebagai pendapatan negara.
Perekonomian nasional masih terpuruk, tetapi mulai menunjukkan gejala pulih yang didukung lewat berbagai stimulus yang disediakan negara.
Sementara itu, skenario musim barat adalah skenario yang lebih baik ketimbang puting beliung. Penanganan pandemi mulai terkendali yang ditandai dengan kurva pandemi yang terus melandai. Perekonomian nasional masih terpuruk, tetapi mulai menunjukkan gejala pulih yang didukung pemerintah lewat berbagai stimulus.
Stimulus yang diberikan di sektor hulu migas mulai berlandaskan pada paradigma bahwa migas bukan sebagai sumber pendapatan negara semata, melainkan juga sebagai sumber penggerak pembangunan. Upaya pemerintah meningkatkan daya tarik investasi lewat penyediaan data migas mulai membaik meski belum disertai pembenahan integritas, transparansi, dan aksesibilitas data migas.
Adapun skenario musim pancaroba adalah skenario yang lebih baik dari dua skenario sebelumnya. Kurva pandemi mulai melandai dan masyarakat sudah menerapkan tatanan baru (new normal) dengan baik. Seperti halnya musim pancaroba, skenario ini adalah skenario di masa transisi, yang meski belum stabil, ada peluang untuk bergerak ke arah yang lebih baik.
Dalam skenario ini, harga minyak masih rendah dan berimbas pada merosotnya penerimaan negara akibat lifting yang juga anjlok. Namun, visi dan strategi sektor hulu migas mulai diperbaiki. Kebijakan di sektor ini dibangun dengan fondasi yang lebih ramah terhadap investasi dan menjadikannya industri yang kompetitif.
Tiga skenario tersebut, yang diistilahkan sebagai VisiPetro 2023, yang merupakan skenario industri hulu migas pascapandemi Covid-19, adalah bentuk perhatian dan dukungan para pemangku kepentingan dari golongan nonpemerintah. Para ahli yang terlibat dalam penyusunan skenario itu sama-sama menginginkan iklim hulu migas Indonesia cerah dan prospektif. Tak ada maksud lain selain berharap kondisi hulu migas yang lebih baik.
Para ahli yang terlibat dalam penyusunan skenario itu sama-sama menginginkan iklim hulu migas Indonesia yang cerah dan prospektif. Tak ada maksud lain selain berharap kondisi hulu migas yang lebih baik.
Lalu, setelah tiga skenario itu disusun, di mana bola panas berada? Pemerintah dan DPR. Dua lembaga ini adalah pemegang kunci karena di tangan merekalah kebijakan hulu migas dibuat. DPR saat ini sedang memproses revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Adapun pemerintah, dengan produk hukum turunannya, juga menjadi kunci bagaimana sektor hulu migas dijalankan.
Apakah sektor hulu migas Indonesia nanti, pascapandemi, akan lebih baik? Apakah kebijakan yang dibuat lebih ramah bagi investasi? Apakah segala perizinan yang berbelit, birokrasi kompleks, ketidakpastian berusaha, atau kebijakan yang mudah sekali berubah tidak akan terjadi lagi?
Pertanyaan-pertanyaan di atas belum akan bisa terjawab dalam waktu dekat. Semua sangat bergantung pada leadership. Kepemimpinan yang terbuka, tidak egois, punya visi jangka panjang, serta memprioritaskan kepentingan nasional daripada kepentingan kelompok adalah yang ditunggu-tunggu di sektor hulu migas kita.