Fitra Soroti DPRD DKI Jakarta Bahas APBD-P di Puncak
›
Fitra Soroti DPRD DKI Jakarta ...
Iklan
Fitra Soroti DPRD DKI Jakarta Bahas APBD-P di Puncak
Pada Selasa (20/10/2020), Badan Anggaran DPRD dan Pemprov DKI mulai membahas APBD-P 2020. Pembahasan di Puncak, Jawa Barat, jadi sorotan karena terindikasi melanggar PP. Pada APBD-P, nilai anggaran turun 31,04 persen.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tahun anggaran 2020 tinggal 2,5 bulan lagi dan DPRD DKI Jakarta dan Pemprov DKI Jakarta baru melakukan pembahasan APBD Perubahan 2020 di Puncak, Jawa Barat. Pembahasan yang dilakukan di luar gedung DPRD itu mendapat kritikan karena terindikasi melanggar peraturan pemerintah dan mencederai prinsip transparansi.
Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris DPRD DKI Jakarta Hadameon Aritonang, Rabu (21/10/2020), membenarkan, rapat pembahasan Rancangan Kebijakan Umum Perubahan APBD (KUPA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Perubahan ABPD DKI Jakarta 2020 digelar di Wisma Grand Cempaka, Cipayung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Rapat diikuti 104 anggota DPRD DKI Jakarta, seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), juga BUMD, Selasa (20/10/2020) dan Rabu (21/10/2020).
Menurut Hadameon, pembahasan di luar gedung DPRD DKI Jakarta dilakukan karena pandemi Covid-19 dan gedung dewan tidak cukup steril. Gedung DPRD DKI Jakarta tertutup sehingga dewan menghindari penularan Covid-19.
”Ini adalah keputusan Badan Musyawarah atau Bamus DPRD DKI. Kemarin jadwalnya Badan Anggaran dan hari ini jadwalnya pembahasan per komisi,” kata Hadameon.
Pembahasan di wisma milik BUMD Pemprov DKI Jakarta, Jakarta Tourisindo (Jaktour), itu juga dijelaskan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Menurut Prasetio, pembahasan di gedung tidak memungkinkan dalam suasana pandemi.
Menuai kritik
Upaya pembahasan anggaran di luar gedung itu pun menuai kritikan dari pengamat kebijakan publik Agus Pambagio dan Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra) Misbakhul Hasan. Keduanya mengatakan, pembahasan APBD-P seusai Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Pasal 91 ayat (1) disebutkan rapat DPRD dilaksanakan di dalam gedung DPRD.
”Penyelenggaraan rapat pembahasan APBD di luar kota juga bisa terindikasi melanggar Pasal 91 PP Nomor 12 Tahun 2018 ,” kata Misbakhul.
Agus menambahkan, kalaupun kondisi pandemi Covid-19 yang menjadi alasan, DPRD DKI Jakarta sebetulnya hanya punya dua pilihan, rapat secara daring atau rapat secara tatap muka. Dengan adanya pandemi, dewan bisa menggelar rapat secara daring.
Sesuai aturan, lanjut Agus, pembahasan anggaran adalah di gedung DPRD. Karena pandemi, gedung dewan bisa disterilkan dulu kemudian setiap peserta bisa menjalani tes usap baru kemudian tes.
”Kalau rapat di Puncak dan luring serta bertatap muka, ya, sama saja. Rapat di luar gedung tidak steril, membuat curiga meski tidak berbuat hal aneh. Bahas anggaran, ya, di gedung DPRD,” kata Agus.
Menurut Agus Pambagio, dengan pembahasan di luar gedung DPRD ini, Kementerian Dalam Negeri bisa menyemprit dewan.
Sementara Misbakhul menegaskan, apabila Covid-19 yang dijadikan alasan sementara rapat digelar di Puncak, Jawa Barat, itu juga tidak masuk akal. Itu karena Bogor juga termasuk zona merah. ”Pembahasan APBD-P di luar kota (Puncak, Bogor) jelas tidak wajar,” ujarnya.
Dengan pembahasan APBD-P DKI Jakarta 2020 di luar kota dan dilakukan secara tertutup bagi publik, Fitra mengindikasikan hal itu untuk mengejar serapan anggaran tahun ini agar terserap cukup tinggi karena ada konsekuensi biaya perjalanan dinas, penginapan, dan akomodasi. Fitra juga mengkhawatirkan ada kesepakatan-kesepakatan ”gelap” atau anggaran-anggaran ”siluman” yang ingin disisipkan di komponen kegiatan atau program.
”Ini mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran,” ujarnya.
Kalaupun mau menghindari Covid-19, Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta harus menyelenggarakannya secara daring dan tetap dipublikasikan, misalnya, melalui livestreaming.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik, yang juga Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta, menjelaskan, pembahasan memang harus dilakukan di luar gedung karena memang gedung tidak cukup untuk menampung banyak orang. Ia lalu memberikan gambaran, untuk Banggar itu jumlah anggota 52 orang ditambah staf jumlahnya menjadi 70 orang. Kemudian anggota tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) antara 30 orang, ditambah staf bisa 50 orang.
”Kita tidak punya tempat dengan kapasitas sebesar itu, apalagi dengan adanya pengaturan kapasitas 50 persen. Itu sebabnya rapat dipindahkan ke Puncak, Jawa Barat,” katanya.
Adapun pembahasan APBD Perubahan ini terfokus pada adanya dana pinjaman dari pemerintah pusat melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pada 2020, DKI Jakarta mendapat pinjaman Rp 3,2 triliun yang akan dipakai untuk mendanai sejumlah infrastruktur yang terhenti karena ada re-focusing anggaran untuk penanggulangan Covid-19. Sementara dana penanggulangan Covid-19 dianggarkan Rp 5,195 triliun yang berasal dari belanja tidak terduga murni dan tambahan.
Dalam rancangan KUPA APBD Tahun 2020 yang dibahas juga terlihat rencana perubahan proyeksi pendapatan, belanja, dan Pembiayaan Tahun 2020. Pertama, APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2020 semula direncanakan sebesar Rp 87,9 triliun. Namun, pada perubahan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) 2020 diproyeksikan menurun 31,04 persen menjadi Rp 60,6 triliun.
Target pendapatan daerah, yang pada Penetapan APBD tahun 2020 direncanakan sebesar Rp 82,1 triliun, diperkirakan mengalami penurunan sebesar 33,71 persen sehingga Perubahan RKPD tahun 2020 menjadi Rp 54,4 triliun.
Kemudian, pada Penetapan APBD tahun 2020, belanja daerah yang semula direncanakan sebesar Rp 79,6 triliun diproyeksikan mengalami penurunan sebesar 29,51 persen menjadi Rp 56,1 triliun pada Perubahan RKPD tahun 2020. Penerimaan pembiayaan daerah yang semula direncanakan Rp 5,7 triliun pada Penetapan APBD tahun 2020, pada Perubahan RKPD tahun 2020 diperkirakan menjadi Rp 6,1 triliun atau meningkat sebesar 6,98 persen.
Adapun pengeluaran pembiayaan daerah pada Penetapan APBD tahun 2020 yang semula direncanakan sebesar Rp 8,3 triliun, pada perubahan
APBD tahun 2020 menjadi Rp 4,5 triliun atau berkurang sebesar 45,64 persen.
Taufik melanjutkan, pembahasan APBD Perubahan ini akan simultan dengan pembahasan APBD Tahun 2021. ”APBD Perubahan 2020 akan disahkan pada 13 November 2020 melalui Rapat Paripurna,” ujarnya.