Program Pascasarjana Monash University Tahun Depan Hadir di Indonesia
›
Program Pascasarjana Monash...
Iklan
Program Pascasarjana Monash University Tahun Depan Hadir di Indonesia
Pembukaan program pascasarjana cabang Monash University di Indonesia, menurut rencana, akan berlangsung Oktober 2021. Program studi dan riset seputar teknologi digital ataupun lingkungan berpeluang akan digarap.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Monash University akan mulai melayani pendidikan pascasarjana dan kursus singkat di Jakarta pada Oktober 2021. Hingga sekarang, Monash University masih menunggu finalisasi izin operasional dari pemerintah.
Senior Pro Vice Chancellor Bidang Kemitraan Asia Tenggara Monash University Andrew Macintyre menyampaikan hal itu dalam diskusi daring, ”Monash Indonesia-Overview of Jakarta Campus”, Selasa (20/10/2020), di Jakarta.
Menurut Andrew, Monash University tidak berkompetisi dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi lokal. Monash University memilih fokus mengembangkan layanan pendidikan pascasarjana, bukan sarjana.
Monash University telah memiliki rekam jejak kolaborasi bersama perguruan tinggi dan organisasi lokal di Indonesia, misalnya Universitas Gadjah Mada dan Tahir Foundation.
Salah satu kekuatan Monash University adalah jejaring kuat dengan peneliti dan organisasi internasional. Inilah yang akan dibawa saat kampus Monash University di Indonesia resmi beroperasi.
Dia menyampaikan, ekspansi Monash University ke Indonesia tidak bisa dilepaskan dari hubungan bilateral yang kuat antara Australia dan Indonesia. Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko Widodo telah mengajak Monash University untuk masuk ke Indonesia.
Kami percaya, perguruan tinggi internasional lainnya juga tertarik ekspansi ke Indonesia.
”Kami percaya, perguruan tinggi internasional lainnya juga tertarik ekspansi ke Indonesia,” katanya.
Berbagai tema pembelajaran ataupun riset berpeluang dilakukan kampus Monash University di Indonesia. Dalam kesempatan itu, Director of Monash Data Futures Institute Joanna L Batstone mencontohkan tentang kecerdasan buatan dan analisis data berukuran besar. Di beberapa negara, penerapan kedua bentuk inovasi teknologi digital itu mulai gencar dilakukan, misalnya kecerdasan buatan untuk layanan kesehatan di klinik, layanan pemerintahan, rekam medis, berbisnis, dan pengelolaan lingkungan berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional telah menyusun peta jalan pengembangan kecerdasan buatan. Saat berkunjung ke Jakarta tahun lalu, Joanna mengaku telah memperoleh informasi itu.
”Adopsi teknologi digital di Indonesia tumbuh pesat. Penetrasi pengguna ponsel pintar terhadap total populasi pun sudah tinggi. Kami melihat adanya peluang kolaborasi riset ataupun pengembangan teknologi antara kampus, industri, dan komunitas masyarakat,” ujarnya.
Director of Informal Cities Lab Monash University Diego Ramirez-Lovering menceritakan, di Australia, sejumlah akademisi dari Monash University berkolaborasi dengan pemerintah untuk pengembangan arsitektur urban yang peka terhadap perubahan iklim. Sejumlah mahasiswa dari berbagai jenjang pendidikan tinggi juga berkolaborasi dengan industri untuk memberikan masukan rancang bangunan ramah lingkungan.
Diego mengaku pernah terlibat dalam proyek RISE (Revitalising Informal Settlements and Their Environment) untuk pembangunan fasilitasi sanitasi bagi warga di daerah kumuh. Dia bekerja sama dengan masyarakat, pemerintah, pemimpin lokal, dan lembaga mitra di 26 permukiman di Makassar (Sulawesi Selatan) dan Suva (Fiji). Dalam proyek itu, dia turut merancang solusi spesifik yang mengintegrasikan infrastruktur sensitif air untuk memperkuat keseluruhan siklus air kehidupan dan sanitasi.
”Monash University punya pengalaman panjang berkolaborasi dengan berbagai organisasi global dan lokal. Saya rasa, hal itu akan menjadi daya tarik ketika cabang Monash University di Indonesia akan dibuka,” kata Diego.