Sudah 7 Bulan, Data Covid-19 Jateng dan Pusat Belum Sinkron
›
Sudah 7 Bulan, Data Covid-19...
Iklan
Sudah 7 Bulan, Data Covid-19 Jateng dan Pusat Belum Sinkron
Antara data Pemprov Jateng dan laporan Satgas Penanganan Covid-19 pusat terdapat selisih 1.207 orang pada kumulatif kasus positif. Sementara pada kesembuhan ada selisih 730 orang dan selisih 739 orang pada kematian.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Perbedaan mencolok masih ditemukan pada data kematian Covid-19 yang dilaporkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah pusat, yakni selisih 739 orang. Ketimpangan terjadi meski sudah tujuh bulan berjalan sejak kasus positif pertama ditemukan di Jateng, pertengahan Maret 2020.
Menurut data pada laman informasi Covid-19 Pemprov Jateng yang dimutakhirkan Rabu (21/10/2020) pukul 12.00, terdapat 31.425 kasus positif kumulatif dengan rincian 3.632 dirawat, 25.434 sembuh, dan 2.359 meninggal. Ada penambahan 571 kasus dalam 24 jam terakhir.
Sementara itu, dalam data yang dirilis Satgas Covid-19 pusat pada Rabu (21/10/2020), terdapat 30.218 kasus positif kumulatif di Jateng. Sementara angka kumulatif kesembuhan 24.704 orang dan angka kumulatif kematian 1.620 orang.
Dari kedua data tersebut, terdapat selisih 1.207 orang pada kumulatif kasus positif. Sementara pada kesembuhan ada selisih 730 orang dan selisih 739 orang pada kematian. Angka yang dimiliki Pemprov Jateng lebih tinggi ketimbang data Satgas Covid-19 pusat.
Padahal, perbedaan data mencolok tidak terjadi pada empat provinsi lain dengan kasus positif kumulatif terbanyak. Bahkan, per Rabu (21/10/2020), data kematian Covid-19 Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan sama dengan data pusat. Sementara DKI Jakarta hanya selisih 16 orang.
Ketika dikonfirmasi terkait itu, Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo mengatakan, saat ini data terkait kasus Covid-19 dinamis. Perbedaan bisa jadi akibat sistem informasi yang berbeda atau dasar penentuan yang berbeda. Perlu ada bridging (dijembatani) agar tak ada perbedaan data.
”Kami sedang terjunkan tim untuk verifikasi dan validasi data. Kami juga temukan data dobel, misalnya di puskesmas sudah input, lalu dinas kesehatan input lagi. Jadi, (verifikasi dan validasi) sedang berlangsung,” kata Yulianto dalam telekonferensi pers terkait Task Force Covid-19 Kementerian Kesehatan, Rabu (21/10/2020).
Kendati demikian, menurut Yulianto, perbedaan data tidak merepresentasikan pendataan yang carut-marut atau sesuatu yang ruwet. Baginya, semua data benar. Agar sama dengan data yang dimiliki pemerintah pusat, perlu ada pencocokan lebih lanjut.
Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi menuturkan, perbedaan data dapat disebabkan sejumlah faktor, termasuk soal input dan cut-off time. Penyelarasan data pun menjadi salah satu fungsi Task Force Covid-19 Kemenkes yang terjun ke 12 provinsi prioritas, termasuk Jateng.
Menurut Oscar, apabila ada kekurangan dari sisi sumber daya manusia (SDM) dalam input data itu, pihaknya siap memperkuat. ”Juga, dari sisi verifikasi dan validasi. Perbaikan dan penguatan terus dilakukan terhadap sistem yang sudah terbangun. Sistemnya dinamakan all-record. Ini bisa dimanfaatkan daerah,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Kompas, permasalahan perbedaan data kematian Covid-19 antara Jateng dan pusat sebenarnya telah menjadi perhatian Pemprov Jateng. Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dalam sejumlah kesempatan menyampaikan problem tersebut menjadi perhatian untuk diatasi.
Pada akhir Juli 2020, misalnya, setelah diketahui bahwa sumber masalah adalah pada cut-off time dan input yang berbeda, saat itu selisih data kematian Covid-19 berkurang. Namun, selanjutnya, jarak kembali melebar hingga ada selisih 739 orang pada Rabu (21/10/2020).
Data dari daerah hingga pusat bisa selaras jika ada pada jalur data yang sama. Saat ada selisih mencolok, seharusnya pengecekan titik perbedaan dapat dilakukan.
Dihubungi terpisah, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Budiyono menuturkan, sebenarnya data dari daerah hingga pusat bisa selaras jika ada pada jalur data yang sama. Saat ada selisih mencolok, seharusnya pengecekan titik perbedaan dapat dilakukan.
”Seharusnya (dicek dan disinkronkan) bisa karena sekarang modelnya sudah IT (teknologi informasi). Kemudian, misalnya, apakah ada delay (tertunda) antara yang diumumkan provinsi dan pusat,” katanya.