Masih ada waktu empat tahun bagi Presiden untuk menunaikan janji kampanye. Namun, tetap perlu diantisipasi, dukungan politik formal bisa bergeser pada 2022 ketika parpol sudah bersiap untuk Pemilu 2024.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
”Tahun Pertama yang Tidak Mudah”. Demikian judul harian ini menggambarkan persepsi publik soal setahun pemerintahan.
Di awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo mengambil langkah tidak biasa dalam politik. Pesaingnya dalam pemilu presiden diangkat sebagai Menteri Pertahanan. Langkah politik itu menjadikan kekuatan politik pemerintahan Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin menjadi sangat kuat. Mayoritas parlemen dikuasai pendukung pemerintah. Politik formal begitu kuat.
Namun, kurang dari lima bulan setelah Jokowi-Amin dilantik sebagai presiden-wakil presiden pada 20 Oktober 2019, Covid-19 menerpa. Tanggal 2 Maret 2020, Presiden Jokowi mengonfirmasi wabah Covid-19 telah menginfeksi warga Indonesia. Hampir semua pemimpin dunia, termasuk Indonesia, tergagap-gagap menghadapi pandemi Covid-19. Tahun 2020 menjadi tahun sulit dan ujian bagi semua pemerintahan.
Pandemi mengakibatkan kesulitan di bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas melalui telepon 14-16 Oktober 2020 menunjukkan ketidakpuasan responden terhadap pemerintahan Presiden Jokowi berada di angka 52,5 persen, sedangkan yang puas berada pada angka 45,2 persen. Namun, keyakinan publik terhadap pemerintahan Presiden Jokowi masih berada di atas 60 persen kecuali untuk aspek penegakan hukum yang berada di angka 44,6 persen.
Hasil jajak pendapat publik ini merupakan cermin pembanding bagi pemerintahan. Kita garis bawahi pernyataan Mensesneg Praktikno yang mengatakan pemerintah akan terus memperbaiki dan berbenah diri. Perbaikan bekelanjutan untuk menjadikan kekuasaan untuk kesejahteraan rakyat.
Sisi kesejahteraan sosial mendapatkan apresiasi di atas 50 persen (puas dan sangat puas). Persepsi publik itu bisa disebabkan masifnya bantuan sosial pada masa pandemi. Namun, catatan serius harus diberikan pada sektor penegakan hukum, perekonomian, serta politik dan keamanan.
Tingkat kepuasan sektor penegakan hukum berada di titik terendah dibandingkan dengan yang lain. Prinsip dasar penegakan hukum seperti prinsip kesamaan di muka hukum dan tidak adanya diskriminasi dalam penegakan. Publik melihat ada perlakuan berbeda untuk kasus yang sama. Hal itu bisa menggerus kepercayaan publik. Hukum harus didedikasikan untuk melindungi kebebasan sipil, kebebasan berpendapat sejauh kebebasan itu dilakukan tidak dengan cara melanggar hukum. Prinsip demokrasi harus tetap dijaga agar demokrasi Indonesia terus bergerak maju, bukan malah bergerak mundur.
Sesuai dengan pemahaman Presiden Jokowi bahwa demokrasi adalah mendengar suara rakyat, prinsip itulah yang selayaknya dipertahankan oleh Presiden. Memang berisiko mengharapkan Presiden Jokowi blusukan di era pandemi, tetapi prinsip mendengarkan suara rakyat atau kelompok masyarakat sipil—bukan hanya mendengarkan kekuatan politik formal—tetap perlu dilakukan dengan cara yang disesuaikan. Kekuatan masyarakat sipil, kalangan kampus, cendekiawan, yang pernah menjadi pendukung Presiden Jokowi perlu kembali disapa dan diajak berbicara mengenai permasalahan yang dihadapi bangsa.
Dengan berdialog, berbagai distorsi informasi akan bisa diselesaikan dalam bingkai musyawarah-mufakat. Saling pengertian dan saling percaya perlu dibangun kembali.
Banyak hal yang telah dilakukan pemerintah di masa sulit, tetapi kadang tidak terkomunikasikan dengan baik karena tiadanya government spoke person yang otoritatif, menguasai masalah, dan kredibel di mata publik serta melalui kanal yang juga kredibel.
Sesuai dengan periodisasi pemerintahan, masih ada waktu empat tahun bagi Presiden untuk menunaikan janji kampanye. Namun, tetap perlu diantisipasi, dukungan politik formal bisa bergeser pada 2022 ketika parpol sudah bersiap untuk Pemilu 2024.