Vonis Pembabat Hutan Lindung Dianggap Terlalu Ringan
›
Vonis Pembabat Hutan Lindung...
Iklan
Vonis Pembabat Hutan Lindung Dianggap Terlalu Ringan
Hakim di Batam menjatuhkan vonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar kepada korporasi yang merambah hutan lindung untuk dijual sebagai kapling properti. Hukuman itu dinilai warga terlalu ringan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Komisaris PT Prima Makmur Zasli divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 1 miliar oleh hakim Pengadilan Negeri Kota Batam. Ia terbukti membabat hutan lindung untuk dijual sebagai kapling properti. Para konsumen yang tertipu oleh korporasi itu menganggap vonis hakim terlalu ringan.
PT Prima Makmur Batam (PMB) membuka lahan tanpa izin seluas 28 hektar di areal yang merupakan bagian kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai, Kelurahan Batu Besar, Kecamatan Nongsa. Sedikitnya 2.700 pembeli tertipu. Pembeli kapling siap bangun sebagian besar warga penghuni rumah liar. Mereka tergiur tawaran perusahaan yang menjual kapling seluas 96 meter persegi seharga Rp 7 juta-Rp 24 juta.
Uang semua konsumen belum dikembalikan seperser pun. (Sukardi)
Salah satu pembeli, Sukardi (33), membeli kapling Rp 14 juta pada 2018. Demi membeli kapling itu, ia menggadaikan tanah di kampung halamannya. ”Uang semua konsumen belum dikembalikan seperser pun,” katanya, Rabu (21/10/2020).
Vonis hakim kepada Zasli lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yaitu 8 tahun penjara dan denda Rp 3 miliar. Menurut Sukardi, vonis denda Rp 1 miliar yang dijatuhkan kepada Zasli jauh lebih kecil daripada kerugian yang disebabkan ulah PT PMB. Ia memperkirakan, uang ribuan konsumen yang digelapkan Zasli jumlahnya lebih dari Rp 3 miliar.
Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Budiman Sitinjak menyatakan, masalah perdata dalam kasus itu terlepas dari vonis pidana yang sudah dijatuhkan oleh majelis hakim. Para konsumen masih bisa memperoleh ganti rugi dengan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.
Kejahatan lingkungan pembabatan hutan lindung berkedok penjualan kapling siap bangun marak di Batam. Selain PT PMB, ada juga PT Kayla Alam Sentosa (KAS) dan PT Alif Mulia Jaya Batam (AMJB). Berkas dan barang bukti dalam kasus PT KAS dan PT AMJB sudah diserahkan penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Batam pada 20 Oktober.
Merambah hutan
Lewat keterangan tertulis, Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK Yazid Nurhuda mengatakan, PT KAS diduga merambah hutan lindung seluas 6,18 hektar di lokasi yang sama dengan PT PMB. Sementara PT AMJB diduga membuka lahan seluas 7,09 hektar di kawasan hutan lindung Duriangkang, Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa.
Pada Juni 2019, Direktur KAS Indra May mengatakan, total ada 41 proyek kapling siap bangun milik 26 perusahaan yang wilayahnya tumpang tindih dengan kawasan hutan lindung di Batam. Ia meminta aparat bertindak tegas tanpa tebang pilih menertibkan semua aktivitas ilegal.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan tidak akan berhenti menindak pelaku perusakan hutan lindung. ”Para pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Mereka harus bertanggung jawab atas kejahatan luar biasa yang merugikan masyarakat dan negara,” ucapnya.
Batam tidak memiliki sungai sebagai sumber air baku. Pemenuhan kebutuhan air bersih bagi warga bergantung sepenuhnya pada pasokan dari enam waduk tadah hujan. Namun, perambahan hutan lindung, yang juga daerah tangkapan air, membuat cadangan air baku di sejumlah waduk semakin menipis.