Agus Munawar lama bergerak di bidang literasi. Jejaknya di bidang ini tersebar di Bandung dan kini Ciamis.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
Selama 20 tahun terakhir, Agus Munawar menjadi penggerak literasi. Ia meninggalkan jejak berupa rumah baca dan komunitas di beberapa tempat di Kabupaten Bandung. Kini, ia mengalihkan perhatiannya pada gerakan literasi di kampung halamannya, Ciamis, Jawa Barat.
Agus merantau dari Kabupaten Ciamis ke Bandung pada tahun 1990-an untuk kuliah. Setelah itu, ia bekerja dan menetap di Bandung. Di sela-sela pekerjaannya sebagai jurnalis, ia merintis gerakan literasi sejak tahun 2000 di Desa Arjasari, Kabupaten Bandung. Di rumah tipe 36 yang ia tinggali, Agus membuat perpustakaan mini di bagian dapur berukuran 2 x 2 meter.
Perpustakaan yang diberi nama Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Arjasasi itu ternyata menarik minat anak-anak. Dalam sebulan, sekitar 300 anak-anak datang ke perpustakaan untuk membaca dan melakukan beberapa kegiatan di dapur.
Seiring waktu, TBM Arjasari semakin eksis dan berkembang. Perpustakaan yang awalnya di dapur itu bertansformasi menjadi perpustakaan di lingkungan desa dengan ukuran 4 m x 11 m . Yang membuat Agus senang, Bupati Bandung bersedia meresmikan perpustakaan des aitu pada 2004.
“Saya sampai ditertawakan ajudan bupati karena perpusatkaan kecil saja minta diresmikan bupati,” kenang Agus saat dihubungi di Ciamis, Jumat (02/102020).
Ketika TBM Arjasari semakin berkembang, Agus memutuskan pindah ke Soreang, Kabupaten Bandung. Di Soreang, Agus kembali membangun komunitas literasi dengan mendirikan Sudut Baca Soreang (SBS) pada 2009. SBS menempati sebuah tenda di halaman rumah Agus. Ketika berkembang, Agus mengorbankan kamar tidur anaknya sebagai ruang perpustakaan.
Dia juga menjual mobil keluarga untuk mendanai SBS. Hasilnya, aktivitas literasi tumbuh pesat dengan dukungan sukarelawan muda yang paham tekknologi informasi.
SBS pun menjadi inspirasi bagi gerakan literasi lainnya. Selain itu SBS mendapat banyak dukungan dari dunia usaha yang ingin menyumbang buku. Sebagian buku sumbangan disalurkan lagi ke TBM lainnya. Agus dan sejumlah pegiat literasi lain kemudian mengagas gerakan Kabupaten Bandung Membaca (Kabaca).
Kabaca dirancang sebagai ruang untuk saling memotivasi, merotasi buku bagi TBM baru, dan mendapatkan akses bantuan buku. Di luar itu, Kabaca jadi tempat bertemu komunitas, bedah buku, dan diskusi terkait pengeloaan TBM. Dengan cara ini, pelan tapi pasti terbentuk ekosistem yang saling mendukung gerakan literasi.
Agus tidak lupa mengajak pemangku kepentingan dari kepala desa, camat, dinas perpustakaan kabupaten, pihak swasta, media dan pergruruan tinggi untuk ambil bagian dalam gerakan ini.
Pulang kampung
Setelah melihat ekosistem gerakan literasi di Kabupaten Bandung terbentuk, Agus merasa sudah saatnya ia pulang kampung ke Desa Winduraja, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis untuk membangun gerakan literasi. “Kalau di perantauan saya bisa berhasil menumbuhkan gerakan literasi, kenapa di kampung halaman sendiri tidak bisa? Di sini lebih banyak membutuhkan dukungan,” ujar Agus yang juga konsultan literasi tingkat nasional.
Agus mengenang masa-masa ketika ia tinggal di kampungnya. Saat itu, sulit sekali bagi warga yang ingin mendapay buku-buku bacaan bermutu. Dia tak ingin anak desa masa kini mengalami nasib seperti dia dulu. Agus menjgaku baru bisa puas membaca saat menjadi mahasiswa di Bandung.
Agus menunaikan niatnya pada 2015. Pengalamannya terlibat dalam gerakan literasi selama 15 tahun di Bandung ia bawa pulang. Seperti ketika merintis gerakan literasi di Bandung, Agus memanfaatkan ruang yang ada di rumahnya sebagai taman baca. Kali ini, ia menyulap garasi rumah menjadi ruang untuk Komunitas Gada Membaca. Ia mulai mengenalkan buku bacaan ke masyarakat di acara hari bebas kendaraan bermotor di sejumlah jalan.
Ia merancang kegiatan literasi yang menyenangkan. Anak-anak tidak hanya didorong untuk membaca, tetapi juga dilibatkan dalam kegiatan pelestarian alam dan budaya lokal. Ia bersama Komunitas Gada Membaca menggelar lomba dayung tradisional di Sungai Cimuntur, ngaliwet (bikin nasi liwet), mengambil ikan sungai tanpa alat, pungut sampah, menanam pohon di tepi sungai, hingga baca puisi. Agus selalu melibatkan anak muda maupun tokoh masyarakat agar mereka bisa melihat langsung dampak gerakan literasi di desa.
Selama pandemic Covid-19, Agus mengajak anak-anak sekolah mengenal teknik menanam secara hidroponik dengan memanfaatkan barang bekaks. Kemudian mereka diminta menuliskan pengalamannya. “Tujuannya agar anak-anak bisa menghargai profesi petani, sadar pada kelestarian lingkungan, dan mendorong mereka mencari solusi dengan memanfaatkan informasi dari buku dan internet,” ujar Agus.
Belakangan Agus dipercaya untuk membantu mengelola Perpustakaan Desa Winduraja yang mati suri dan perpustakaan berbasis sekolah Taman Pustaka Hasanah MI Winduraja. Di satu RT di Desa Winduraja ada tiga pusat informasi untuk masyarakat berbasis komunitas, desa, dan sekolah.
“Saya ingin menjadikan perpustakaan yang bermanfaat bagi siapapun yang datang. Perpustakaan bisa jadi ruang duduk yang nyaman, cari informasi, membaca, diskusi, berbagi pengalaman. Dari situ mereka bisa mendapat banyak nspirasi dari infromasi yang diserap,” kata Agus.
Agus Munawar
Lahir : Ciamis, 2 Agustus 1970
Pendidikan: S1 Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam di STAI Siliwangi, Bandung (1994)
Aktivitas:
TBM Arjasari Kabupaten Bandung (2000-2007)
Sudut Baca Soreang Kabupaten Bandung (2009-2015)
Komunitas Gada Membaca Kabupaten Ciamis (2015-sekarang)
Taman Pustaka Hasanah MI Winduraja (sekolah) Kabupaten Ciamis (2015-sekarang)
Perpustakaan Desa Winduraja Membaca (2015-sekarang)
Penghargaan bidang literasi:
Perpustakaan Nasional RI Nugra Jasadarma Pustakaloka (2014)
TBM Sudut Baca Soreang sebagai TBM Kreatif -Rekreatif dari Kemendikbud (2012)
Ikatan penerbit Indonesia (Ikapi) untuk pengembangan minat baca masyarakat dan kemajuan bagi dunia perbukuan (2009)
Perpuseru Coca Cola Foundation (2017)
Gubernur Jawa Barat sebagai Pengelola TBM Bidang Perpustakaan (2011)