Amerika Sepakati Penjualan Senjata ke Taiwan Senilai 1,8 Miliar Dollar AS
›
Amerika Sepakati Penjualan...
Iklan
Amerika Sepakati Penjualan Senjata ke Taiwan Senilai 1,8 Miliar Dollar AS
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui penjualan sistem persenjataan kepada Taiwan senilai 1,8 miliar dollar AS. Di tengah meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan, AS menilai Taiwan perlu memperkuat diri.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyetujui penjualan tiga sistem persenjataan kepada Pemerintah Taiwan senilai 1,8 miliar dollar AS, sebagai upaya peningkatan kemampuan militer Taiwan menghadapi risiko keamanan kawasan. Tiga sistem persenjataan yang mendapat lampu hijau untuk dijual ke Taiwan adalah sistem sensor, sistem rudal, dan artileri.
Dalam pemberitahuan resmi Departemen Luar Negeri AS kepada Kongres, Rabu (21/10/2020), disebutkan bahwa di antara sistem persenjataan yang mendapat lampu hijau untuk dikirim ke Taiwan adalah 11 peluncur roket berbasis truk buatan Lockheed Martin Corp yang disebut Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi (HIMARS) senilai 436 juta dollar AS.
Selain itu, Deplu AS juga memberi lampu hijau penjualan 135 rudal jelajah jarak jauh AGM-84H Standoff Land Attack Missile Expanded Response (SLAM-ER) dan peralatan terkait yang dibuat Boeing Co senilai 1 miliar dolar AS.
Satu sistem persenjataan lagi yang disetujui untuk dijual ke Taiwan adalah enam pod sensor eksternal MS-110 Recce produksi Collin Aerospace senilai 367,2 juta dollar AS.
Seorang sumber pejabat di Pentagon mengatakan, pemberitahuan Deplu AS kepada Kongres diharapkan juga mengikutsertakan penjualan pesawat nirawak (drone) buatan General Atomics dan rudal antikapal Harpoon produksi Boeing, yang berfungsi sebagai rudal penjelajah pertahanan pantai.
Sumber di kalangan pejabat Pentagon juga menyebutkan rencana penjualan 100 stasiun rudal penjelajah dan 400 rudal lain senilai 2 miliar dollar AS.
Kepastian penjualan senjata ini pernah dilaporkan Reuters pada pekan lalu yang menyebutkan Gedung Putih tengah berencana untuk melakukan penjualan sistem persenjataan kepada Taiwan dengan nilai total hingga 5 miliar dollar AS.
Kongres sendiri memiliki waktu 30 hari untuk mengiyakan atau menolak penjualan senjata itu. Akan tetapi, tampaknya hal itu tidak mungkin mengingat penjualan ini adalah untuk kepentingan pertahanan Taiwan.
Dalam pandangan Beijing, Taiwan dianggap sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya. Pemerintah China menganggap bahwa Taiwan sebagai provinsi yang bandel dan berjanji akan terus mencoba mengendalikannya, seperti halnya keberhasilan mereka mengendalikan Hong Kong. Sebaliknya, Washington melihat Taiwan sebagai pos terdepan demokrasi yang harus didukung untuk mempertahankan diri.
Kedutaan China tidak segera mengeluarkan pernyataan terkait laporan penjualan senjata tersebut. Namun, pekan lalu, Kementerian Luar Negeri China telah menyatakan bahwa penjualan senjata AS ke Taiwan sangat merusak kedaulatan dan kepentingan keamanan China. Mereka mendesak Washington untuk membatalkan penjualan yang direncanakan dan memperingatkan bahwa China akan ”membuat tanggapan yang sah dan perlu sesuai dengan bagaimana situasi berkembang”.
Kementerian Pertahanan dan Luar negeri Taiwan menyambut baik berita tersebut dengan mengatakan senjata itu akan membantu meningkatkan kemampuan pertahanan.
”Penjualan senjata ini menunjukkan bahwa Amerika Serikat sangat mementingkan posisi strategis kawasan Indo-Pasifik dan Selat Taiwan. AS juga secara aktif membantu negara kami dalam memperkuat kemampuan pertahanan kami secara keseluruhan,” kata Kementerian Pertahanan Taiwan dalam pernyataannya.
Washington sangat ingin melihat Taiwan meningkatkan kemampuan pertahanannya dalam menghadapi gerakan China yang semakin agresif menuju pulau itu.
Pekan lalu, Penasihat Keamanan Nasional AS Robert O’Brien mengatakan, sementara China mungkin belum siap untuk menginvasi Taiwan untuk saat ini, pulau itu perlu ”membentengi dirinya sendiri” terhadap serangan di masa depan atau upaya apa pun untuk mengisolasinya melalui upaya nonmiliter.(AFP/REUTERS)