Jepang Bangun Kerja Sama Terbuka
PM Jepang Yoshihide Suga menegaskan, pandangan Indo-Pasifik yang diusung Jepang tak menarget negara tertentu.
JAKARTA, KOMPAS — Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menyatakan, Jepang tidak berniat membuat pakta pertahanan yang menyerupai Pakta Pertahanan Atlantik Utara di kawasan Indo-Pasifik. Jepang akan terbuka dan siap bekerja sama dengan negara mana pun selama masih berpandangan selaras soal Indo-Pasifik.
Konsep Indo-Pasifik yang Bebas dan Terbuka (FOIP) bagi Jepang tidak ditujukan kepada negara tertentu saja. Hal ini disampaikan Suga dalam sesi jumpa pers khusus di Jakarta, Rabu (21/10/2020), di tengah kunjungannya selama dua hari di Indonesia.
Suga menjelaskan secara umum tujuan kunjungan perdananya sejak dilantik menjadi PM ke Vietnam dan Indonesia. ”Supremasi hukum di kawasan Indo-Pasifik sangat penting demi perdamaian di kawasan dan dunia. Bagi Jepang, FOIP tidak ditujukan bagi negara tertentu saja. Kita terbuka dan dapat menjalin kerja sama dengan mana pun asal satu pikiran,” kata Suga.
Baca juga: Jepang Tidak Berniat Bentuk Aliansi Seperti NATO di Indo-Pasifik
Ada beberapa versi Indo-Pasifik dari negara-negara di kawasan, antara lain dari ASEAN, Jepang, dan Amerika Serikat. Dalam versi AS, Indo-Pasifik adalah konsep untuk menghadang kebangkitan China. Adapun Indo-Pasifik versi Jepang dan ASEAN dinyatakan lebih terbuka dan bebas. ASEAN dan Jepang tidak mengarahkan konsep itu pada negara tertentu.
Suga pun menegaskan dukungannya secara keseluruhan atas Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik atau ASEAN Outlook on the Indo-Pacific (AOIP) yang ditetapkan tahun lalu. ”Dalam kabinet saya, arah tujuan itu tidak berubah. Saya memilih Vietnam sebagai ketua ASEAN (tahun ini) dan Indonesia sebagai tujuan pertama kunjungan saya. Kontribusi keduanya jelas bagi kawasan ini,” ujarnya.
”Saya ingin menunjukkan kepemimpinan yang aktif untuk mengatasi masalah regional dan internasional,” ujar Suga menambahkan.
Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Selasa, Suga juga menyatakan dukungan pada pandangan Indo-Pasifik ASEAN. Ketika ditanya tentang dinamika perairan di sekitar Indonesia, khususnya Laut Natuna, Suga menyatakan, sebagai negara, Jepang tak akan mengizinkan tindakan yang meningkatkan tekanan di perairan kawasan, termasuk di Natuna.
Hal itu, kata Suga, juga berlaku di Laut China Selatan. Tidak boleh ada kekuatan atau tindakan kekerasan yang dapat mengganggu ketenangan kawasan tertentu. ”Kita harus mencari solusi damai berdasar hukum internasional,” ujar Suga.
Aliansi lunak
Pengajar Ilmu Hubungan Internasional pada Universitas Bina Nusantara, Faisal Karim, mengatakan, Jepang memang tidak mungkin membentuk aliansi keras seperti NATO. ”Sudah pasti ditolak, terutama oleh Indonesia yang menolak aliansi militer. Aliansi model AS adalah warisan Perang Dingin,” ujarnya.
Baca juga: Suga Tidak Ubah Kebijakan
Sebaliknya, Jepang akan cenderung memilih membentuk aliansi lunak. Konsep Indo-Pasifik yang ditawarkan Tokyo adalah bentuknya. Meski tidak membidik negara tertentu, konsep itu jelas tidak memasukkan China dalam mitra aliansi.
Jepang dan ASEAN sama-sama tidak berminat memusuhi China secara terbuka. Sebab, Beijing berperan penting bagi perekonomian kawasan. Di sisi lain, Jepang juga ingin mengambil alih peran AS yang cenderung mundur dari kawasan dan berbagai forum internasional. ”Jepang mengubah bentuk politik luar negeri menjadi lebih aktif,” kata Faisal.
Pada masa lalu, Jepang cenderung mendorong dari belakang. Kini, Jepang cenderung berusaha lebih mandiri dari AS dan membiarkan pihak lain memimpin. ”Ini respons Jepang terhadap penarikan AS dari Asia Timur. Kalau tidak ada yang mengambil alih, seluruh Asia bisa di bawah China,” ujar Faisal.
Hal itu, antara lain, ditunjukkan dengan penolakan Tokyo untuk secara terbuka mengecam Beijing. Padahal, bolak-balik Washington mengutus para pejabat tinggi ke Tokyo untuk menggalang aliansi yang secara terbuka menghadang Beijing.
Baca juga: AS-China Berlomba Temui Suga
Terakhir, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo melawat ke Jepang untuk menggalang upaya itu. ”Kunjungan kenegaraan ke Vietnam dan Indonesia menunjukkan Jepang sebagai kekuatan baru di Asia,” kata Faisal.
Pengaruh ekonomi
Ia mengingatkan, China-Jepang akan menjadikan Asia Tenggara sebagai ladang perebutan pengaruh. Walakin, alih-alih politik, Jepang akan lebih mengedepankan jalur ekonomi untuk meningkatkan pengaruhnya di kawasan.
Secara terpisah, pakar pertahanan dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, menyebut, tidak ada yang baru dari pernyataan Suga. Pernyataan itu konsisten dengan sikap Jepang sejak 1945.
Setelah kalah di Perang Dunia II, Jepang dipaksa berubah menjadi negara pasifis yang tidak boleh menggunakan kekuatan militernya di negara lain. Meski Pasukan Bela Diri Jepang termasuk salah satu tentara terkuat dan dengan persenjataan tercanggih, Jepang hanya boleh menggunakan kekuataan itu untuk menangkal serangan dari negara lain yang sudah masuk wilayahnya. Jepang tidak boleh menyerbu duluan walau tahu ada potensi ancaman terhadap negara itu.
Baca juga: Indonesia-Jepang Sepakat Jaga Stabilitas di Indo-Pasifik
Dalam keterangan persnya, Suga menyebutkan bahwa Pemerintah Jepang menjalin kerja sama dengan Indonesia. Tokyo ingin pengembangan kerja sama itu dapat terwujud segera. Salah satu forum untuk membicarakan itu adalah pertemuan menteri luar negeri dan menteri pertahanan Jepang-Indonesia.
Dalam forum itu dapat dijajaki kemungkinan kerja sama, mulai dari transfer teknologi dan pertahanan hingga pengembangan sumber daya kelautan. Suga pun menegaskan bahwa AOIP yang diprakarsai Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan FOIP Jepang, misalnya pentingnya supremasi hukum, keterbukaan, dan kebebasan berlayar.
Dukung pandangan ASEAN
Dalam pernyataan persnya di awal acara jumpa pers itu, Suga menyatakan bahwa Jepang mendukung AOIP secara keseluruhan. Dalam pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Suga juga menyampaikan bahwa Indo-Pasifik yang makmur dan damai dapat terwujud dengan kerja sama konkret. ”Jika Jepang dan ASEAN saling terhubung, akan menjadi fondasi sebuah Indo-Pasifik yang terbuka,” ucapnya.
Baca juga: Suga: Jepang Selalu Mementingkan Hubungan dengan Indonesia
Suga mengungkapkan bahwa kondisi pandemi Covid-19 telah mengungkap kondisi kelemahan rantai pasokan industri-industri Jepang secara global. Pengalaman ketertekanan ekonomi Jepang itu pun menjadi alasan bagi Jepang untuk melakukan realokasi industri agar tercipta rantai pasokan yang lebih tahan menghadapi kondisi seperti pandemi.
Jepang, menurut Suga, mendukung penempatan sarana-sarana baru perusahaan-perusahaan Jepang di ASEAN. Disebutkan, adanya 30 lokasi untuk mendukung realokasi perusahaan-perusahaan Jepang itu.
Suga menegaskan sikapnya untuk berusaha mengakomodasi dan memperkokoh rantai pasokan perusahaan-perusahaan Jepang itu. Sekali lagi, hal itu dilihatnya sebagai bagian dari penguatan infrastruktur di Indo-Pasifik.
Di Indonesia, harapan itu antara lain mewujud dalam pembangunan Pelabuhan Patimban di Jawa Barat. Pelabuhan itu diharapkan dapat mendukung perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama perusahaan Jepang, dalam melancarkan arus logistik di Indo-Pasifik.
Rachmat Gobel, Wakil Ketua DPR Koordinator Industri dan Pembangunan, mengatakan, kunjungan Suga mengisyaratkan kepada Pemerintah Indonesia agar tak melupakan peran strategis Jepang dalam membangun harmoni geopolitik dan ekonomi dunia bersama negara para mitra.
Ia berharap, setelah kunjungan PM Jepang, komitmen kerja sama Indonesia-Jepang di berbagai sektor akan semakin besar. (OSA)