Meski ada regulasi yang mengakui status pesepeda di jalan raya, sejumlah kalangan tetap merasa belum terlindungi saat bersepeda. Regulasi terbaru kini dianggap kurang memprioritaskan jalur terproteksi bagi pesepeda.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Adanya regulasi yang bertujuan melindungi keselamatan saat bersepeda kurang dirasakan oleh warga. Para pesepeda masih belum merasa terlindungi di jalan, terutama selama situasi pandemi Covid-19.
Sejumlah pesepeda itu merespons regulasi dari Kementerian Perhubungan, yakni Peraturan Menteri (PM) Nomor 59 Tahun 2020 tentang Keselamatan Pesepeda di Jalan. Aturan tersebut mengulas berbagai aspek keselamatan bersepeda di jalan. Sejumlah poin bahasan meliputi persyaratan teknis sepeda, kepatuhan adab saat bersepeda, serta soal penyediaan fasilitas pendukung sepeda.
Akbar Nasrullah (38), pesepeda komunitas road bike di Rawamangun, Jakarta Timur, memandang regulasi terbaru itu lebih fokus pada aturan kelengkapan saat bersepeda. Hal itu memang penting. Namun, kendala saat bersepeda sering kali berasal dari kendaraan lain.
Dalam sejumlah pengalaman di ruas Sudirman-Thamrin, Jakarta Pusat, kendaraan bermotor kerap mengokupansi jalur untuk sepeda. Pada suatu kesempatan pada bulan Juli, Akbar yang bergegas di jalur sepeda hampir menabrak pengojek daring. Situasi itu hampir membuatnya celaka.
”Saya nyaris kecelakaan karena kendaraan. Saya pikir, harusnya penegakan aturan jalur sepeda itu yang diproritaskan. Bagaimana cara kendaraan bermotor itu tidak lagi mengganggu jalur sepeda, ujarnya saat dihubungi, Rabu (21/10/2020).
Pengalaman serupa dirasakan Dames Alexander Sinaga (29). Dia yang rajin melengkapi atribut sepeda, mulai dari sepatbor, lampu, alat pemantul cahaya, hingga bel, juga hampir bertabrakan dengan sepeda motor pada September silam. Akibat hal itu, dia kadang takut bersepeda di jalur nonsepeda, terutama malam hari.
”Suatu malam, saya melintas di lajur paling kiri dan menyalakan lampu, lalu ada pengendara yang hampir menabrak saya. Dia ngegas terus. Mungkin dia mengira saya yang harus mengalah waktu menyeberang,” cerita warga Palmerah, Jakarta Barat, ini.
Dames merasa pengalaman bersepeda di Jakarta sangat kontras dengan apa yang dialami sewaktu di Australia, beberapa tahun lalu. Meski jalur sepeda di Australia tidak lebih baik saat itu, para pesepeda cenderung disiplin melintas di jalur yang tersedia.
Terkait dengan sejumlah respons itu, Ketua Komunitas Bike to Work (B2W) Indonesia Poetoet Soedarjanto menilai, regulasi yang ada kini kurang menjawab kegelisahan di kalangan pesepeda. Aturan terkait kelengkapan atribut pesepeda memang penting, tetapi tidak seurgen pengadaan jalur yang lebih aman.
Menurut data yang dihimpun B2W, korban kecelakaan lalu lintas nasional yang melibatkan pesepeda hingga wafat selama Januari-Oktober 2020 tercatat sebanyak 32 orang. Sebagian besar penyebab kecelakaan secara kronologis berasal dari kecerobohan pengguna sepeda motor.
Poetoet menyebut jumlah total itu lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019 yang hanya 19 orang meninggal. Total korban pesepeda hingga Oktober 2020 sudah melebihi jumlah tahun 2019.
Poetoet menilai, selengkap apapun atribut pengguna akan percuma apabila jalur sepeda tidak terlindungi. ”Ini pesepedanya sudah beratribut lengkap, tetapi tetap saja rawan disambar pengendara motor. Karena itu, pembenahan jalur yang memadai dan terproteksi, serta edukasi mentalitas pengguna lebih penting,” katanya.
Direktur Asia Tenggara Institute of Transportation for Development Policy (ITDP) Faela Sufa menuturkan, pengadaan jalur sepeda terproteksi bisa berkontribusi pada pengurangan kasus kecelakaan yang menimpa pesepeda. Secara hierarkis, penyediaan fasilitas infrastruktur lebih urgen daripada kelengkapan atribut bagi pesepeda.
Poetoet berharap regulasi PM Nomor 59 Tahun 2020 bisa lebih memprioritaskan pengadaan jalur sepeda. Dengan begitu, pesepeda lebih aman melintas di jalur yang tersedia.
Terkait dengan hal itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menyatakan, penyediaan jalur perlu berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum. Dari perspektif Kementerian Perhubungan, perilaku bersepeda tetap perlu diatur selagi pembangunan jalur prioritas sepeda berlangsung.