Pemerintah menyusun panduan penerapan protokol kesehatan untuk penyelenggaraan lomba lari maraton saat pandemi Covid-19. Pelari yang hendak berpartisipasi dalam lomba maraton harus menjalani tes cepat atau tes usap.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menyusun panduan penerapan protokol kesehatan untuk penyelenggaraan lomba lari maraton di tengah pandemi Covid-19. Berdasarkan panduan itu, pelari yang ingin berpartisipasi dalam lomba maraton harus menjalani tes cepat atau tes usap Covid-19 terlebih dulu.
Dokumen panduan yang disusun Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) itu diberi nama Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan dalam Penyelenggaraan Kegiatan Maraton (Lari Massal). Dokumen tersebut selesai disusun pada September 2020 dan kini mulai disosialisasikan kepada pihak terkait.
”Kami berharap, bagaimana di masa pandemi ini, kita tetap dapat melaksanakan event (kegiatan) maraton, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan,” kata Koordinator Pengembangan Wisata Buatan Kemenparekraf Ni Komang Ayu dalam sosialisasi yang disiarkan secara daring, Kamis (22/10/2020), di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ayu menyatakan, pandemi Covid-19 telah berdampak signifikan terhadap penyelenggaraan lomba lari maraton di Indonesia. Sebelum pandemi, jumlah lomba lari maraton di Tanah Air tergolong banyak. Selain merupakan acara olahraga, lomba lari maraton juga menjadi kegiatan sport tourism (pariwisata olahraga) sehingga berkaitan dengan tugas Kemenparekraf.
”Akibat pandemi ini, sektor pariwisata yang paling terpuruk, termasuk kegiatan maraton. Kalau tidak dalam kondisi pandemi, event-event maraton itu sangat banyak,” tutur Ayu.
Namun, setelah pandemi Covid-19, banyak lomba maraton di Indonesia dibatalkan karena dikhawatirkan meningkatkan risiko penularan Covid-19. Kondisi itulah yang membuat Kemenparekraf bersama pihak-pihak terkait menyusun dokumen panduan penerapan protokol kesehatan untuk kegiatan lomba maraton.
Kami berharap, bagaimana di masa pandemi ini, kita tetap dapat melaksanakan event (kegiatan) maraton, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan. (Ni Komang Ayu)
Dengan panduan itu, lomba maraton diharapkan tetap dapat digelar tanpa menjadi sarana penularan Covid-19. ”Dalam panduan itu diatur upaya apa yang harus dilakukan untuk menghindari penyebaran Covid-19. Selama ini lomba maraton itu identik kerumunan orang,” ujar Ayu.
Ayu menambahkan, dalam panduan tersebut, juga terdapat petunjuk untuk mencegah para peserta dan panitia lomba maraton tidak terinfeksi Covid-19. Di sisi lain, panduan juga mengatur langkah penanganan yang mesti dilakukan jika ada peserta atau panitia yang diduga tertular Covid-19. ”Dengan begitu, penyelenggaraan event itu tidak menjadi kluster baru penyebaran Covid-19,” ungkapnya.
Persiapan khusus
Selain Ayu, acara sosialisasi tersebut juga dihadiri sejumlah perwakilan panitia penyelenggara lomba lari maraton di Indonesia, misalnya Borobudur Marathon, Jakarta Marathon, dan Bali Marathon.
Panitia harus membentuk satuan tugas (Satgas) Covid-19 dalam penyelenggaraan lomba dan berkoordinasi dengan satgas Covid-19 di daerah yang menjadi lokasi lomba. (Budhi Sarwiadi)
Project Manager Borobudur Marathon 2020 Budhi Sarwiadi mengatakan, ada sejumlah panduan khusus yang harus dipenuhi panitia lomba maraton yang ingin menggelar kegiatan pada masa pandemi Covid-19. Salah satunya panitia harus membentuk satuan tugas (satgas) Covid-19 dalam penyelenggaraan lomba dan berkoordinasi dengan satgas Covid-19 di daerah yang menjadi lokasi lomba.
Panitia penyelenggara juga mesti menunjuk ahli kesehatan masyarakat spesialis Covid-19 yang bisa memberi saran dan petunjuk terkait penyelenggaraan lomba lari maraton. Selain itu, panitia juga mesti meniadakan penonton umum untuk menghindari kerumunan yang bisa meningkatkan risiko penularan Covid-19.
Budhi menambahkan, jumlah peserta lomba lari maraton juga mesti dibatasi agar aturan jaga jarak bisa diterapkan dengan baik. Panduan yang disusun Kemenparekraf juga menyatakan peserta lomba, penyelenggara, tamu undangan, dan wartawan peliput lomba harus menjalani tes Covid-19. Dalam panduan itu, tidak disebut secara rinci apakah tes itu berupa tes cepat (rapid test) atau tes usap (swab).
Menurut Budhi, tes yang dimaksud itu bisa tes cepat, tes usap, atau tes antigen. Tes antigen juga bisa menjadi pilihan karena tes itu memiliki akurasi lebih tinggi dibandingkan tes cepat, tetapi biayanya tidak semahal tes usap. ”Kalau penyelenggara bisa melakukan swab, itu lebih baik,” ujarnya.
Terkait penyelenggaraan Borobudur Marathon 2020, Budhi menuturkan ada pembatasan peserta. Borobudur Marathon 2020 direncanakan digelar pada 15 November 2020 di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Namun, dalam Borobudur Marathon 2020, para peserta yang akan berlari di lokasi itu dibatasi hanya 30 orang yang merupakan pelari elite.
Budhi menyebut, pelari yang berlomba di lokasi adalah para atlet lari nasional yang pernah meraih juara di Borobudur Marathon sebelumnya serta para pelari yang telah lolos seleksi Pekan Olahraga Nasional (PON) 2020. Seluruh pelari tersebut akan menjalani tes usap sebelum mengikuti lomba.
”Seluruh pelari elite itu akan menjalani swab sehingga kondisi kesehatannya benar-benar diketahui. Kami juga melakukan pemantauan selama 14 hari sebelum dan 14 hari sesudah lomba. Jadi, swab akan dilakukan secara berkala, tidak hanya sekali,” ungkap Budhi.