Rindu Taman-taman Kota di Mataram Kian Tertata
Di tengah rutinitas yang menyita waktu, tenaga, serta pikiran, juga pandemi, warga Mataram semakin rajin mengunjungi taman-taman di kota itu. Sayangnya, tidak semua taman di kota itu tertata dengan baik.
Siapa pun yang terpilih memimpin Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, lima tahun ke depan, harus memberi perhatian besar pada taman kota. Tidak hanya menambah jumlah, tetapi juga konsisten merawatnya. Saat ini, di tengah rutinitas yang menyita waktu, tenaga, serta pikiran, juga pandemi, warga Mataram semakin rajin mengunjungi taman-taman di kota itu.
Mendung pada Minggu (18/10/2020) sekitar pukul 15.00 Wita tak menyurutkan niat Hajah Prihatin (60) mengunjungi Taman Bawak Kokok (Tabako) di Lingkungan Sukaraja Timur, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Sambil menggendong El Faras, cucunya yang baru berusia 1 tahun 3 bulan, Prihatin berjalan pelan dari sisi barat menuju sisi timur Tabako yang dipisahkan oleh sebuah jembatan.
Sesekali, cucunya minta turun dari gendongan. Prihatin lantas menurunkan, dan membiarkannya berlari kecil di taman. Jika lelah, keduanya beristirahat di tempat duduk bundar dari semen yang di bagian tengah ditanami pohon.
”Sekarang taman ini lebih bagus, lebih tertata. Bahkan, ada jembatan penyeberangan sehingga kami bisa mengakses dua taman sekaligus baik yang di barat maupun timur,” kata Prihatin yang juga warga lingkungan setempat.
Tabako atau Taman Bawak Kokok yang dalam bahasa Sasak (suku asli Pulau Lombok) berarti taman di bawah sungai. Dulunya kawasan itu belum tertata dan tidak ada fasilitas seperti sekarang. Taman yang letaknya berada di sisi utara Daerah Aliran Sungai Jangkuk itu saat ini memang tengah dibenahi melalui program penataan kawasan kumuh yang masuk dalam program Pemugaran Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan biaya Rp 9,1 miliar.
Pada area seluas 3,4 hektar dilakukan penataan, termasuk penambahan berbagai fasilitas, seperti ruang baca, tempat pertunjukan, tempat duduk, area bermain, termasuk jalur lari.
Dengan berbagai fasilitas itu, selain untuk berwisata, masyarakat juga bisa memanfaatkannya untuk kegiatan olahraga, seni, kuliner, dan lainnya yang bisa menggairahkan ekonomi masyarakat.
Pengerjaan bangunan itu sudah mencapai 95 persen, tetapi masyarakat sudah bisa memanfaatkannya. Seperti Prihatin yang setiap hari datang ke sana.
”Dulu yang taman biasa. Tidak ditata. Sekarang bagus, jadi bisa lebih sering ke sini. Tidak perlu jauh-jauh lagi seperti ke taman-taman lain,” kata Prihatin.
Menurut Prihatin, taman atau ruang terbuka hijau memang mereka butuhkan. Akan semakin bagus jika ditata seperti itu sehingga mereka punya tempat untuk bersantai, momong cucu, atau berolahraga seperti yang rutin dia lakukan.
Baca juga: Menanti Inovasi Pengelolaan Sampah Kota Mataram
Mengunjungi taman bersama keluarga, juga rutin dilakukan Sahabudin (37) asal Kekalik, Kecamatan Sekarbela. Ia biasanya ke Taman Malomba, Ampenan, di sisi barat Kota Mataram. Taman ini selain memiliki jalur lari, juga dilengkapi air mancur, serta monumen-monumen, seperti Monumen Bahari Mataram dengan sebuah tank produksi tahun 1955 dan monumen latihan bersama Multilateral Naval Exercise Komodo (MNEK) 2018 yang berlangsung di Lombok.
”Kami biasa ke sini karena cukup dekat dari rumah. Anak-anak saya juga minta diantar ke sini,” kata Sahabudin, Senin pagi.
Pagi itu, dua anak Sahabudin yang masing-masing berusia 7 tahun dan 4 tahun terlihat ceria di taman yang juga disebut Taman Adipura itu. Baik saat berlari kecil mengeliling taman maupun melihat air mancur. ”Kami biasa ke sini dua jam. Setelah puas, langsung pulang,” kata Sahabudin.
Menurut Sahabudin yang sebelumnya bekerja di hotel dan kini berjualan buah, berkunjung ke taman laiknya ”obat” penghilang stres.
”Tinggal di kota itu kadang tingkat stres dan permasalahannya tinggi sehingga datang ke taman bisa jadi obat. Buat penyegaran, bikin suasana hati enak,” kata Sahabudin.
Meski demikian, dia selalu memilih waktu yang tepat untuk berkunjung ke taman tersebut. Misalnya pada waktu pagi saat hari kerja. Sementara akhir pekan seperti Sabtu atau Minggu, jarang karena ramai.
”Taman ini, kan, kecil. Sangat jauh dibandingkan dengan jumlah warga Ampenan yang mencapai belasan ribu,” kata Sahabudin.
Oleh karena itu, menurut Sahabudin, selain ke Taman Malomba, ia juga sesekali mengunjungi taman lain di Mataram, seperti Taman Udayana, Taman Loang Balok, dan Taman Sangkareang.
Taman Udayana merupakan salah satu ruang terbuka hijau terbesar di Kota Mataram. Taman ini menjadi pusat rekreasi masyarakat Kota Mataram. Tidak hanya hutan kota, taman ini juga memiliki jalur lari, area dengan sejumlah peralatan kebugaran, taman bermain, taman skateboard, mushala, dan area kuliner.
Sementara Taman Loak Baloq berada di kawasan pesisir Mataram. Taman dengan kolam besar di bagian tengahnnya ini juga menjadi favorit warga, baik pagi maupun sore, termasuk untuk berolahraga. Apalagi lokasinya yang berada di tepi pantai.
Tinggal di kota itu kadang tingkat stres dan permasalahannya tinggi sehingga datang ke taman bisa jadi obat. Buat penyegaran, bikin suasana hati enak.
Adapun Taman Sangkareang berada di jantung Kota Mataram, persis di sebelah barat Kantor Wali Kota Mataram. Taman ini dilengkapi air mancur raksasa, area bermain anak, dan jalur lari serta lapangan untuk berbagai kegiatan.
Hal serupa ditemukan di Taman Selagalas di sisi timur Kota Mataram dan taman-taman lain di kota berpeduduk 486.715 jiwa (BPS Mataram 2020) itu.
Tidak terawat
Meski banyak pilihan, keberadaan taman-taman itu tidak selalu membuat nyaman. Apalagi pada hari-hari tertentu ketika kunjungan membeludak. Misalnya pada akhir pekan atau saat hari bebas kendaraan di kawasan Taman Udayana.
Di samping itu, taman-taman itu tidak terawat. ”Udayana luas, tetapi kurang perawatan. Begitu juga dengan Laoang Baloq, pantainya kurang bersih,” kata Sahabudin.
Hal serupa disampaikan Denial Ruchanda (66) yang setiap hari berolahraga di Taman Udayana. Pekerja swasta itu mengaku, keberadaan taman sebagai ruang terbuka hijau sangat penting untuk sebuah kota.
”Tidak hanya untuk resapan air, tetapi juga tempat rekreasi, bersosialisasi atau bertemu orang lain, termasuk olahraga. Seperti saat ini ketika kita dilanda pandemi,” kata Denial.
Menurut Denial, pembangunan taman kota atau ruang terbuka hijau juga harus sejalan dengan komitmen untuk merawatnya. Tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga masyarakat.
Taman Udayana, misalnya, menurut Daniel, tidak dirawat dengan baik. Tidak hanya karena sejumlah titik pada jalur olahraga yang rusak, tetapi juga tumbuhan di taman-tamannya yang tidak ditata. Juga sampah yang masih ditemukan di beberapa titik.
”Pagi, kadang sayang menemukan orang buang sampah ke selokan di sini. Seharusnya itu yang juga dikontrol sehingga ada kesadaran bersama untuk menjaga taman ini,” kata Denial.
Taman kota yang terjaga tentu akan menarik tidak hanya warga setempat, tetapi juga pendatang untuk mampir. Itu tentu akan berdampak pada berbagai sisi, termasuk bagi mereka yang mengambil manfaatnya dari adanya pengunjung.
”Kalau tamannya bagus, orang akan terus datang, bahkan semakin banyak yang ke sini. Jualan saya bisa terus laku,” kata Ahmad Badri (43), yang setiap pagi dan sore berjualan susu kedelai di Taman Udayana.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Mataram I Nyoman Swandiyasa menyatakan, pemerintah kota berkomitmen untuk terus menyediakan ruang terbuka hijau bagi warganya. Pembangunan Tabako di Ampenan merupakan salah satu upaya yang dilakukan saat ini. Kehadiran taman itu tidak hanya menjadi tempat berolahraga, tetapi juga berdampak pada peningkatan tarap hidup masyarakat.
”Oleh karena itu, di taman ini juga kami buat sentra-sentra kuliner untuk jualan di samping tempat bermain atau berolahraga,” kata Nyoman.
Sejalan dengan itu, penataan dan perawatan taman-taman atau ruang terbuka hijau lain yang telah ada juga terus dilakukan. Saat ini, kata Nyoman, Mataram telah memenuhi 20 persen ruang terbuka hijau di kawasan kota atau sekitar 1.226 hektar dari luas kota Mataram, yakni 6.130 hektar.
”Selain pembangunan, pemeliharaan menjadi catatan,” kata Nyoman.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB Murdani mengatakan, ketersediaan ruang terbuka hijau menjadi salah satu masalah paling besar yang berdampak pada lingkungan di kota, termasuk di Mataram.
Menurut Murdani, di tengah upaya menambah ruang terbuka hijau, ia melihat banyak kawasan terbuka hijau di Mataram yang tergerus oleh pembangunan infrastruktur. ”Populasi penduduk kota yang makin banyak, tetapi sempit ruang terbuka hijau, tentu jadi persoalan sosial yang serius,” kata Murdani.
Satu dari empat pasangan calon yang nanti terpilih memimpin Mataram harus mencari cara untuk membuat ibu kota NTB itu nyaman. Tidak hanya warganya, tetapi juga untuk siapa pun. Mereka bisa mulai dengan menata taman kota.
Baca juga: Kekerabatan dan Oligarki Berkelindan