Teknologi Pembersihan Pesawat Boeing Tekan Penularan Covid-19
›
Teknologi Pembersihan Pesawat ...
Iklan
Teknologi Pembersihan Pesawat Boeing Tekan Penularan Covid-19
Teknologi pembersihan yang dilakukan di pesawat Boeing terbukti efektif menghilangkan virus penyebab penyakit Covid-19. Temuan ini diharapkan meningkatkan kenyamanan masyarakat yang perlu bepergian dengan pesawat.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teknologi pembersihan yang dilakukan di pesawat Boeing terbukti efektif menghilangkan virus penyebab penyakit Covid-19. Temuan terbaru ini diharapkan meningkatkan keyakinan dan kenyamanan masyarakat yang perlu bepergian dengan pesawat selama pandemi.
Jumat (22/10/2020), Boeing mengumumkan hasil riset bersama Departemen Teknik Lingkungan Universitas Arizona di Amerika Serikat yang dikerjakan selama musim panas 2020. Riset yang menjadi bagian dari Confident Travel Initiative (CTI) ini dilakukan untuk menguji kemampuan beberapa teknologi pembersihan pesawat dalam melenyapkan virus hidup MS2.
Direktur Pemasaran Produk Boeing Tom Sanderson menjelaskan, virus MS2 yang telah digunakan bertahun-tahun sebagai bahan pengujian untuk kebutuhan akademik dan industri tidak berbahaya untuk manusia, tetapi lebih sulit dibunuh dibandingkan dengan virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19. Virus itu kemudian diuji coba di dalam beberapa tipe pesawat Boeing tanpa penumpang.
”Virus MS2 disebar di titik-titik yang paling sering disentuh awak kabin dan penumpang, seperti meja kursi, sandaran kursi, bantal kursi, tempat penyimpanan barang, di dalam kamar mandi, dan dapur. Kemudian, teknisi mendisinfeksi setiap area dengan berbagai produk dan teknologi,” terangnya dalam konferensi pers virtual hari ini.
Sejumlah teknologi pembersihan dicoba untuk menghilangkan virus tersebut, yakni pembersihan manual dengan menyeka permukaan terpapar virus dengan bahan kimia disinfektan dan penyemprotan cairan disinfektan dengan alat semprot elektrostatis di kabin.
Selain itu, tes juga mengukur seberapa baik fungsi tongkat ultraviolet (UV wand) dan lapisan antimikroba di beberapa permukaan bagian dalam pesawat. Efektivitas dari teknologi pembersihan tersebut kemudian diteliti lebih lanjut oleh tim dari Universitas Arizona di laboratorium tertutup mereka. Hasil itu kemudian dikorelasikan dengan virus SARS-CoV-2.
Ahli mikrobiologi Universitas Arizona, Charles Gerba, pada kesempatan sama, mengatakan, mereka menemukan bahwa kadar keefektifan dari teknologi pembersihan tersebut berbeda-beda. Namun, semua teknologi dan metode yang selama ini direkomendasikan untuk digunakan berhasil menghancurkan virus MS2.
”Studi ini memungkinkan kita untuk pertama kalinya menguji dan menyimpulkan bahwa solusi disinfeksi dapat membunuh SARS-CoV-2 di dalam pesawat, tidak terkecuali virus dan mikroorganisme lainnya,” kata Gerba.
Menanggapi temuan ini, pengamat penerbangan sekaligus anggota Ombudsman, Alvin Lie, berpendapat, temuan ini secara ilmiah menunjukkan bahwa pesawat adalah tempat yang relatif aman dari kemungkinan penularan virus penyebab Covid-19 dibandingkan dengan ruang tertutup lainnya.
”Ini ditambah adanya sistem penyaring udara HEPA (high efficiency particulate air) filter yang membuat udara di dalam kabin dapat didaur ulang dan membersihkan bakteri dan virus hingga 99 persen. Jadi, secara ilmiah ini dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya saat dihubungi hari ini.
Sejauh ini, menurut dia, pesawat belum memiliki klaim kuat sebagai lokasi yang meningkatkan risiko penularan Covid-19. Sejauh ini baru ada satu studi tentang infeksi Covid-19 di dalam pesawat. Studi yang dipublikasikan di jurnal Emerging Infectious Diseases itu melaporkan dua kasus infeksi Covid-19 dalam penerbangan jarak jauh yang terjadi saat maskapai penerbangan belum menerapkan penggunaan masker.
Sementara itu, upaya pencegahan penyebaran virus yang dilakukan secara berlapis dengan penerapan protokol kesehatan, dikatakan baik oleh Alvin maupun Boeing, penting untuk dijalankan. Penggunaan masker, pengecekan suhu sebelum naik pesawat, dan pelarangan terbang bagi penumpang sakit cukup untuk menekan penyebaran virus penyebab Covid-19.
Paranoid
Sementara itu, beberapa masyarakat yang pernah menggunakan pesawat selama pandemi mengaku masih paranoid. Aditya (28), misalnya, percaya kecenderungan penyebaran virus melalui aerosol di dalam ruangan dapat terjadi di pesawat. Oleh karena itu, menurut dia, prinsip kewaspadaan dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan dan etika kebersihan menjadi yang utama.
”Walaupun ada tes rapid untuk penumpang sebelum naik pesawat, itu bisa jadi kurang akurat. Jadi, kebiasaan orang di pesawat, seperti pakai masker, itu penting. Saya ada pengalaman lihat orang batuk di pesawat, tetapi maskernya dilepas,” tutur warga Jakarta tersebut.
Dimas (26), yang pernah naik pesawat untuk keperluan pekerjaan dan liburan selama pandemi, juga memiliki pengalaman buruk yang membuatnya khawatir selama perjalanan.
”Saat naik pesawat salah satu maskapai penerbangan swasta, saya menemukan tidak ada physical distancing (pembatasan fisik). Dari situ saya trauma untuk terbang lagi,” ujarnya.
Untuk meredam kekhawatiran penggunaan pesawat, Alvin menyarankan agar pemerintah dan pemangku kepentingan memberi edukasi kepada masyarakat mengenai protokol kesehatan dalam bertransportasi. Di sisi lain, pemerintah juga perlu mengkaji ulang aturan terkait kapasitas maksimal penumpang pesawat agar masyarakat tidak paranoid.
Protokol kesehatan dalam penerbangan diatur dalam Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun 2020 tentang Operasional Transportasi Udara dalam Masa Kegiatan Masyarakat Produktif dan Aman dari Covid-19.
Aturan itu, antara lain, mengatur penerapan prinsip jaga jarak (physical distancing) di dalam pesawat udara jet yang digunakan untuk kegiatan angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri. Pesawat kategori itu hanya boleh diisi maksimal 70 persen kapasitas. Aturan itu tidak berlaku pada pesawat niaga tidak berjadwal.
”Pemerintah perlu meninjau kembali batasan 70 persen kapasitas agar masyarakat tidak punya ekspektasi keliru. Lepas saja, tidak perlu ada aturan kapasitas tersebut selama protokol lain dijalankan, seperti wajib pakai masker dan lainnya,” tuturnya.
Sementara itu, sejak 11 Agustus 2020, Kementerian Perhubungan menetapkan aturan sanksi administratif di bidang penerbangan agar protokol kesehatan dipatuhi semua maskapai. Pemangku kepentingan di sektor udara yang tidak dapat menjamin kesehatan penggunanya dapat dikenai sanksi berupa denda administratif mulai Rp 25 juta hingga Rp 300 juta.
Aturan itu ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 56 Tahun 2020 Perubahan Atas Permenhub Nomor 78 Tahun 2017 tentang Pengenaan Sanksi Administratif terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Penerbangan.