Wahidin Halim: Jika Protokol Terus Dilanggar, PSBB Diperpanjang sampai Akhir Tahun
›
Wahidin Halim: Jika Protokol...
Iklan
Wahidin Halim: Jika Protokol Terus Dilanggar, PSBB Diperpanjang sampai Akhir Tahun
Selain PSBB lagi satu bulan ke depan, Banten menyiapkan peraturan daerah penanggulangan pandemi menyusul DKI. Penegakan perda di lapangan harus tegas agar target menekan wabah tercapai.
Oleh
I Gusti Agung Bagus Angga Putra/Laraswati Ariadne Anwar/Aguido Adri/Stefanus Ato
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Pembatasan sosial berskala besar di wilayah Tangerang Raya, Banten, diperpanjang hingga satu bulan ke depan atau 19 November 2020. Perpanjangan ini sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Banten tentang Penetapan Perpanjangan Tahap Dua Perpanjangan PSBB di Provinsi Banten dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 yang ditetapkan Gubernur Banten Wahidin Halim pada 21 Oktober 2020, tertulis bahwa perpanjangan PSBB resmi sampai 19 November.
Gubernur Wahidin menegaskan, kendati dengan sejumlah pelonggaran, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masih perlu diterapkan di Tangerang Raya. Tujuannya agar masyarakat senantiasa ingat bahwa penyebaran virus terjadi dan semakin meluas.
”Kalau PSBB dicabut, nanti masyarakat telanjur euforia dan merasa aman. Kami stabilkan dengan PSBB. Nanti dievaluasi setiap bulan. Kalau kondisi sudah mulai aman, mungkin kami bisa ubah SK (surat keputusannya) dan kami cabut,” kata Wahidin, Rabu (21/10/2020), saat dihubungi dari Tangerang Selatan.
Jika masyarakat tak kunjung disiplin, penularan akan terus terjadi. Pada kondisi seperti itu, PSBB di Banten, khususnya di Tangerang Raya, akan terus diperpanjang hingga Desember 2020.
Penambahan kasus terbesar di Tangerang Raya terjadi di tingkat keluarga dengan munculnya kluster-kluster keluarga. Selain itu, penularan virus juga banyak ditemui di lingkungan pabrik.
Kendati demikian, Wahidin menyebutkan, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 di Tangerang Raya mencapai 80 persen. Kondisi itu dikonfirmasi Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. Melalui siaran pers, Wiku menyebut Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta sebagai provinsi dengan peningkatan kasus sembuh terbaik.
Namun, Menurut Wiku, dari sisi kasus pasien meninggal, Banten mengalami perubahan signifikan ke arah yang kurang baik. Sebelumnya, dalam soal jumlah kematian pasien, Banten berada di peringkat ke-32 dari semua provinsi. Kini, Banten naik ke peringkat ketiga seiring bertambahnya pasien Covid-19 yang meninggal.
Hingga Rabu, jumlah pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Banten yang meninggal mencapai 258 orang dan 22 pasien probable yang meninggal.
Penambahan kasus juga dilaporkan terjadi di daerah lain di sekitar Ibu Kota, di antaranya di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Di Kota Bekasi, salah satu yang memicu perhatian adalah jumlah tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 hingga Oktober 2020 mencapai 184 kasus. Peyumbang kasus terbanyak berasal dari puskesmas dan disusul sejumlah rumah sakit pemerintah di Kota Bekasi.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tanti Rohilawati, mengatakan, dari 184 kasus itu, ada 111 kasus berada di fasilitas pelayanan kesehatan primer atau puskesmas. ”Dari 43 puskesmas di Kota Bekasi, hanya 10 puskesmas yang (tenaga kesehatan) tidak terpapar. Ini menjadi catatan, mengantisipasi kepada para petugas, agar penggunaan alat perlidungan diri selalu diperhatikan,” kata Tanti.
Perda korona
Untuk meningkatkan kedisiplinan masyarakat terhadap penerapan protokol kesehatan, penyusunan peraturan daerah (perda) tentang penegakan disiplin protokol kesehatan didorong diwujudkan. Di Banten, misalnya, saat ini, perda masih berproses di DPRD.
”Perda itu penting supaya masyarakat jangan sampai lupa penerapan protokol kesehatan,” kata Wahidin. Jika masyarakat tak kunjung disiplin, penularan akan terus terjadi. Pada kondisi seperti itu, Wahidin pun akan memperpanjang PSBB di Banten, khususnya di Tangerang Raya, hingga Desember 2020.
Pada tataran pusat telah disahkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Sementara di DKI Jakarta pun telah disahkan Peraturan Daerah Penanggulangan Covid-19. Secara formal, dua langkah ini adalah preseden yang baik. Publik menunggu realisasi penegakan kedua aturan serta diharapkan akan saling mendukung dengan aturan serupa di tiap daerah lain, terutama yang telah menyatu, seperti halnya di Jabodetabek.
Penanganan pandemi harus berlandaskan kemauan politik para pemimpin, mulai dari gubernur hingga pengurus rukun warga dan rukun tetangga. ”Aturan tanpa penegakan tidak akan bergigi,” kata pakar kebijakan publik Universitas Paramadina, Khoirul Umam, di Jakarta.