Ketidakpatuhan Pasien Picu Kluster Keluarga di Kabupaten Magelang
›
Ketidakpatuhan Pasien Picu...
Iklan
Ketidakpatuhan Pasien Picu Kluster Keluarga di Kabupaten Magelang
Pasien positif Covid-19 kerap kurang disiplin saat menjalankan isolasi mandiri di rumah. Mereka masih berinteraksi dengan anggota keluarga lain, sehingga memicu terjadinya kluster keluarga.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Ketidakpatuhan pasien positif Covid-19 saat melakukan isolasi mandiri di rumah sering kali memicu terjadinya kluster keluarga di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Perilaku pasien yang tidak membatasi interaksi dengan anggota keluarga lain membuat penularan Covid-19 terus terjadi di rumah, bahkan hingga lingkungan sekitar.
”Dalam banyak kasus di lapangan, perilaku yang kurang disiplin saat isolasi mandiri pada akhirnya membuat satu pasien positif Covid-19 bisa menulari tiga hingga empat orang lainnya,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang Retno Indriastuti, Jumat (23/10/2020).
Banyaknya kluster keluarga ini berdampak pada peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah kecamatan, seperti Kecamatan Tempuran, Secang, dan Borobudur. Adapun sumber penularan biasanya justru anggota keluarga yang sudah terkonfirmasi positif Covid-19 setelah sebelumnya menjadi pelaku perjalanan.
Dinas Kesehatan, menurut Retno, terus berupaya menegakkan disiplin warga dan mencegah kluster keluarga. Salah satunya dengan melakukan sosialiasasi dan edukasi. Dia juga berharap pemerintah tingkat desa hingga Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19 di kampung-kampung terlibat lebih aktif mengawasi pasien yang melakukan isolasi mandiri di rumah.
Solikin, Kepala Desa Pucungsari, Kecamatan Grabag, mengatakan, ketika ada satu warga yang diketahui meninggal karena Covid-19, langsung diterapkan isolasi mandiri bagi delapan anggota keluarga yang tinggal satu rumah. Isolasi mandiri juga diwajibkan bagi seorang perangkat desa yang sebelumnya sempat mengantar pasien tersebut ke rumah sakit.
Pemerintah tingkat desa hingga Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan Covid-19 di kampung-kampung terlibat lebih aktif mengawasi pasien yang melakukan isolasi mandiri di rumah.
Selama 14 hari tersebut, sembilan warga yang menjalani isolasi mandiri tersebut bisa mengajukan permintaan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari kepada tetangga dekat yang ditunjuk sebagai koordinator. ”Kami juga sudah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan, mulai dari makan dan kebutuhan lain,” ujarnya.
Untuk kebutuhan makan, misalnya, warga lain membantu memasak dan menyiapkan lauk. Adapun untuk barang-barang lain, seperti sabun dan pasta gigi, warga sekitar membantu membelikannya. Semua kebutuhan tersebut dibeli dengan dana kas desa. Setelah itu, semua barang yang diminta tersebut cukup diletakkan di depan pintu.
”Warga lain dilarang untuk bertemu dan berinteraksi dengan warga yang melakukan isolasi mandiri,” ujarnya.
Isolasi mandiri di rumah, diakui Solikin, memang tidak mudah dilakukan. Menurut dia, salah satu perangkat desa yang sempat mengantar pasien positif Covid-19 dan diminta isolasi mandiri sempat hampir menyerah dan meminta izin keluar rumah setelah 12 hari.
Namun, tentunya permintaan itu ditolak. Semua patuh menjalani isolasi mandiri dan hasil tes usap sembilan orang tersebut menyatakan, mereka semua negatif Covid-19.
Camat Grabag Sri Utari mengatakan, sosialiasi tentang penegakan disiplin protokol kesehatan rutin dilakukan, termasuk mendukung dan membantu pasien yang menjalani isolasi mandiri. Dia pun meminta warga di 28 desa di Kecamatan Grabag untuk tidak menjauhi dan memberikan stigma negatif kepada pasien positif Covid-19.
”Kami selalu menekankan kepada warga tentang pentingnya beraktivitas dengan perasaan. Mereka harus tetap berempati dengan membayangkan bagaimana jika kasus Covid-19 itu menimpa diri mereka sendiri,” ujarnya.