Benang kusut pembinaan pesepak bola muda Indonesia, masih sulit terurai. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum oleh federasi, membuat hak-hak pemain jarang terpenuhi.
Oleh
Adrian Fajriansyah/Benediktus Krisna Yogatama/Dhanang David Aritonang/Madina Nusrat
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pembinaan pemain muda belum terwujud seperti yang diharapkan. Hak-hak pemain belia, dari penelusuran tim Kompas, terbukti masih belum dipenuhi secara maksimal oleh klub yang merekrut mereka. Termasuk, hak untuk tetap bersekolah.
Situasi kurang ideal ini diprediksi meluas seiring adanya gagasan sekolah sepak bola (SSB) sebagai agen pemain. Rencana ini disiapkan untuk menghemat anggaran klub akibat minimnya dana dari Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Praktik ini berpotensi mengesampingkan keterlibatan putra daerah tempat asal klub dalam kompetisi pemain muda.
Sementara peta jalan percepatan pembangunan sepak bola tersendat di tataran implementasi. Presiden lewat Inpres Nomor 3/2019 mengamanatkan peta jalan dapat selesai paling lambat enam bulan sejak Inpres diterbitkan pada Januari 2019. Kenyataannya, peta jalan itu baru terbit Juni 2020, anggaran pelaksanaannya pun belum tersedia.
Di tengah ketidakpastian pelaksanaan peta jalan sepak bola, SSB Angkasa di Bandung, Jawa Barat merintis menjadi agen pemain. SSB Angkasa mulai mengontrak tiga pemain SSB Angkasa ke klub yang berkompetisi di EPA Liga 1 U-20, yakni dua pemain ke PSIS Semarang dan satu pemain ke PSS Sleman. Menurut Pelatih SSB Angkasa, Aceng Juanda, upaya ini belum memberikan keuntungan, baru sebatas membantu pemain ke jenjang pembinaan dari SSB ke klub.
Mulai tahun depan, SSB Angkasa membuat ikatan resmi antara SSB dan pemain. "Dalam ikatan itu, manajemen SSB akan mencarikan klub untuk pemain, dan SSB berhak mendapatkan kompensasi dari nilai kontrak pemain di klubnya. Nilainya tidak dipatok karena kami pun profesional. Pemain di klub juga belum tentu dapat gaji,” ujar Aceng, Rabu (30/9/2020).
Aceng yakin rencana ini bisa berjalan kerena kompetisi pemain muda sedang diramaikan Elite Pro Academy Liga 1 U-16, U-18, dan U-20, selain selama ini juga sudah ada Piala Soeratin U-15 dan U17.
Genggaman klub
Namun, pada praktiknya klub atau pelatih tidak mudah melepas pemain andalan bergabung ke klub. Doni (15), pemain muda di salah satu SSB di Jabodetabek ini pada 2019 lalu menolak tawaran perantara pemain untuk bermain di PS Tira Persikabo dan Persija. Penolakan itu lantaran ia dilarang pelatih keluar dari SSB karena ia diandalkan tim di Liga U-14 di Jakarta. “Saya ingin bermain di klub. Tetapi pelatih SSB minta saya fokus ke liga, ya saya nurut,” tutur Doni yang masih berada di SSB tersebut.
Ada pula Roni (17), siswa Pusat Pembinaan dan Latihan Pelajar Daerah (PPLPD) di Jawa Barat ini pernah dipaksa pelatihnya di SSB mengikuti pertandingan sepak bola terus-menerus saat ia berusia 9 tahun. “Saya jadi tifus dan dirawat di rumah sakit karena kelelahan. Waktu itu jadwal pertandingan padet, setiap pekan bertanding,” ujarnya.
Adapun jarak dari rumahnya ke lokasi bertanding di Tangerang dan Jakarta Utara yang mencapai 20 kilometer juga membuatnya lelah. Sang ayah, TD, sempat protes ke SSB yang memaksakan Soni bertanding hingga anaknya sakit. Namun sang pelatih, menurut TD, berdalih bahwa semakin sering bertanding maka semakin baik untuk perkembangan Soni.
Sementara itu, dengan alasan pengembangan jenjang karir pemain, Imran Soccer Academy (ISA) di Bogor, Jawa Barat siap memasok pemain muda untuk Klub Persiraja, Aceh menghadapi EPA U-16 2020. HM Zuchli Imran, pemilik ISA mengungkapkan, pada mulanya ia jengkel pada ulah perantara pemain yang mengambil alih 34 anak didiknya secara tidak resmi selama 2019 kemarin. Sejak itu ia merintis ISA sebagai agen pemain dengan menggandeng agen pemain di Singapura.
Menurut dia, peran SSB sebagai agen pemain menguntungkan pemain karena mereka memiliki kesempatan kompetisi lebih besar. Imran yang juga Direktur Teknik Persiraja meminta PSSI agar kegiatan berlatih tim Persiraja dipusatkan di Bogor tempat ISA berada. Ia pun menyiapkan sejumlah anak didik ISA menjadi anggota tim U-16 Persiraja untuk EPA Liga 1 U-16 tahun 2020 ini. Dengan praktik seperti ini maka hanya dua atau tiga pemain muda Aceh yang direkrut Persiraja. Selebihnya menggunakan pemain dari ISA.
Saat ini, sebagian manajemen klub mengaku kesulitan memberikan honor pemain karena subsidi dari PSSI tidak turun. Untuk menyiasati ini, PS Tira Persikabo menerapkan biaya seleksi Rp 150.000 setiap pemain muda pada 2019, meski seleksi itu kepentingan klub. Menurut Pelatih PS Tira Persikabo U-18, Achmad Zulkifli total ada 400 pemain yang ikut seleksi.
Seleksi berbayar juga ditemukan di Persija pada awal Januari 2020 lalu sebesar Rp 300.000 per orang. Namun Direktur Pengembangan Persija, Ganesh Putra berdalih, biaya seleksi itu sebagai bentuk partisipasi aktif masyarakat karena sepak profesional harus ditopang akar rumput.
Praktisi sepak bola Universitas Negeri Jakarta, Asep Padian, menyayangkan klub-klub yang menerapkan seleksi berbayar karena seleksi itu untuk kepentingan klub, memperoleh pemain unggul. “Contohnya Persija, hingga seleksi terakhir ada 300 anak yang daftar dan yang lolos hanya empat orang. Dari biaya pendaftaran saja, Persija bisa mendapatkan uang Rp 90 juta," katanya.
Sementara dalam Peta Jalan Percepatan Pembangunan Persepakbolaan Nasional yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomor 1/2020, sejumlah permasalah di SSB hingga transfer pemain muda ke klub telah diidentifikasi.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga, Gatot S Dewa Broto mengakui, peta jalan itu belum dapat diimplementasikan hingga tahun depan karena kendala anggaran. “Kami berharap Inpres ini ada percepatan eksekusi, dan masalahnya itu butuh anggaran,” ujarnya.
Gatot menjelaskan implementasi peta jalan itu sempat terkendala proses penyidikan korupsi di Kemenpora pada 2019. Dalam peta jalan itu telah dirancang sistem data pemain muda sehingga klub dapat langsung mengakses pemain muda yang berbakat untuk memperkuat klubnya. Sistem ini sekaligus dapat meminimalkan campur tangan penghubung atau perantara pemain dalam proses transfer pemain ke klub. “Peta jalan ini tidak akan banyak manfaatnya jika tak dieksekusi,” ucapnya.
Sementara Direktur Teknik Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, Indra Sjafri menyampaikan, PSSI pun menaruh harapan besar terhadap Inpres percepatan pembangunan sepak bola ini. Dengan diimplementasikannya Inpres ini maka sejumlah sektor terkait ikut bergerak mendukung kemajuan sepak bola Indonesia, baik Kemenpora, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan kementerian lainnya.
"PSSI pun sedang menyiapkan peta jalan agar Inpres ini bisa berjalan maksimal, baik kebutuhan sepak bola dari sektor pendidikan formal, dan juga Kementerian Keuangan," jelasnya.