Presiden Jokowi: Percepat Peta Jalan Hilirisasi Batubara
›
Presiden Jokowi: Percepat Peta...
Iklan
Presiden Jokowi: Percepat Peta Jalan Hilirisasi Batubara
Presiden Jokowi meminta penyusunan peta jalan optimalisasi batubara dalam negeri dipercepat. Peta jalan itu diharap mencakup penerapan teknologi ramah lingkungan dan strategi menuju hilirisasi batubara.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan industri turunan batubara diharap bisa meningkatkan nilai tambah komoditas dan membuka lapangan kerja baru. Namun, skala keekonomian dan teknologi industri turunan batubara masih menjadi kendala. Presiden Joko Widodo meminta peta jalan optimalisasi pemanfaatan batubara dalam negeri dipercepat.
”Dengan mengembangkan industri turunan batubara, saya yakin dapat meningkatkan nilai tambah komoditas berkali-kali lipat; mengurangi impor bahan baku yang dibutuhkan beberapa industri dalam negeri, seperti industri baja dan industri petrokimia; dan tidak kalah penting, kita bisa membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya,” tutur Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas terkait percepatan peningkatan nilai tambah batubara melalui konferensi video dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Jumat (23/10/2020).
Presiden juga meminta penyusunan peta jalan optimalisasi batubara dalam negeri dipercepat. Peta jalan itu diharap mencakup penerapan teknologi ramah lingkungan, strategi menuju hilirisasi batubara, berapa banyak dan produk-produk turunan apa saja yang akan dikembangkan, serta berapa banyak batubara yang akan diubah menjadi produk petrokimia dan dimethyl ether (DME). Selain itu, penentuan kawasan hilirisasi batubara juga perlu mempertimbangkan cadangan sumber batubara. Dengan demikian, pasokan batubara memadai.
Presiden menyebutkan beberapa prioritas yang bisa dikerjakan, antara lain gasifikasi batubara menjadi DME dan gasifikasi batubara menjadi syngas. Kedua hal ini dinilai sangat diperlukan industri petrokimia dan penting sebagai substitusi LPG. Karena itu, saat ini Indonesia masih impor LPG untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Sejauh ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merencanakan empat jenis peningkatan nilai tambah batubara. Pertama, peningkatan mutu batubara (coal upgrading). Kedua, gasifikasi batubara atau pengolahan batubara menjadi DME dan metanol. Ketiga, pembuatan briket. Keempat, pembuatan kokas.
Produksi briket dilakukan PT Bukit Asam Tbk. Adapun peningkatan mutu batubara akan dilakukan melalui penambahan tiga fasilitas PT ZJG Resources Technology Indonesia tahun 2024, 2026, dan 2028 dengan masing-masing berkapasitas 1,5 juta ton per tahun.
Namun, kebutuhan investasi untuk pengembangan industri turunan batubara tak sedikit. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, untuk menghasilkan 1,8 juta ton metanol per tahun, perlu investasi 1,79 miliar dollar AS. Adapun untuk menghasilkan 1,4 juta ton DME, diperlukan investasi 2,4 miliar dollar AS (Kompas, 15/9/2020).
Sampai saat ini belum satu pun industri di Indonesia yang mengembangkan gasifikasi batubara menjadi DME. Presiden Joko Widodo menerima laporan bahwa pengembangan industri turunan batubara ini masih terkendala skala keekonomian dan teknologi.
Untuk mengatasinya, Presiden meminta BUMN mencari rekan kerja yang dapat membantu pengembangan tersebut.
”Saya ingin agar dicarikan solusi untuk mengatasi kelambanan pengembangan industri turunan batubara ini karena kita sudah lama sekali mengekspor batubara mentah. Saya kira memang harus segera diakhiri jika nanti akan ada beberapa perpanjangan dengan kewajiban untuk memulai ini,” ucap Presiden Jokowi.
Secara terpisah, anggota Komisi VII DPR, Ridwan Hisjam, mengatakan, hilirisasi batubara semestinya segera direalisasikan. Kendati investasi tinggi, investor yang ingin masuk sudah banyak. ”Tinggal perizinan diperjelas dan aturannya jangan berubah-ubah,” katanya.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PAN, Eddy Soeparno, menambahkan, kemauan pemerintah menyelaraskan kebijakan dan mempercepat hilirisasi batubara sangat menentukan. Sebab, perkembangan teknologi gasifikasi batubara cukup pesat, biaya investasi juga sudah mulai turun signifikan. Ditambah lagi, banyak negara yang sudah mempraktikkannya sehingga bisa menjadi contoh.
”Saat ini diperlukan insentif, baik fiskal maupun nonfiskal. Bisa saja ada semacam zona ekonomi khusus dengan insentif fiskal tertentu, seperti pembebasan bea masuk untuk peralatan yang diperlukan. Itu akan sangat bermanfaat,” katanya.