Publikasi jurnal ilmiah terbaru menunjukkan vaksin Vi-DT atau konjugat tifoid yang diproduksi PT Bio Farma lolos uji klinik fase kedua.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vaksin Vi-DT atau konjugat tifoid yang diproduksi PT Bio Farma lolos uji klinik fase kedua dan terbukti dapat meningkatkan titer antibodi 28 hari pascavaksinasi empat kali lipat atau lebih. Vaksin ini diharapkan bisa membantu mencegah demam tifoid atau yang dikenal luas sebagai penyakit tifus yang saat ini masih menjadi persoalan besar di Indonesia.
Uji klinis fase kedua vaksin ini dilakukan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, PT Bio Farma, dan International Vaccine Institute Seoul. Hasil uji klinis dipublikasikan di jurnal BioMed Central (BMC) Pediatrics Oktober 2020 dan bisa diakses di https://bmcpediatr.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12887-020-02375-4.
”Vaksin memiliki peran penting dalam pencegahan penyakit, tetapi prosesnya harus melalui tahapan ilmiah dan teruji. Selain memastikan keamanan, juga efikasinya. Uji klinis yang hasilnya dipublikasikan secara ilmiah tidak bisa ditawar. Semoga ini jadi inspirasi di tengah polemik vaksin Covid-19,” kata Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Ari Fahrial Syam, yang tidak turut dalam publikasikasi ini di Jakarta, Jumat (23/10/2020).
Menurut Ari, demam tifoid merupakan penyakit yang tidak boleh dianggap remeh, apalagi di Indonesia, demam tifoid termasuk salah satu penyakit endemis. ”Di negara endemis, peningkatan variasi genetik bakteri yang resisten terhadap antibiotik banyak ditemukan, padahal kita tahu bahwa antibiotik merupakan obat utama untuk demam tifoid. Penyakit ini jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan berbagai komplikasi,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Ari, langkah terbaik yang dapat dilakukan adalah pencegahan. ”Selain menjaga sanitasi lingkungan dan menjaga ketersediaan air bersih, vaksinasi menjadi salah satu langkah efektif dalam mencegah demam tifoid,” ujar Ari.
Meningkatkan kekebalan
Kajian ditulis 13 orang dengan Bernie Endyarni Medise, peneliti Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI, sebagai penulis pertama. Kajian menyimpulkan, 28 hari pascavaksinasi, 100 persen subyek pada kelompok Vi-DT menghasilkan peningkatan antibodi lebih dari empat kali. Disimpulkan, vaksin Vi-DT aman dan imunogenik pada anak usia 2-11 tahun.
Bernie dan tim menyebutkan, penelitian ini melibatkan 200 subyek yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu anak berusia 2-11 tahun yang dibagi menjadi dua kelompok sama besar secara acak. Kelompok pertama menerima vaksin Vi-DT dan kelompok kedua menerima vaksin Vi-polysaccharide (Vi-PS). Vaksin Vi-PS, sebagai vaksin tifoid berlisensi di Indonesia, berperan sebagai kontrol dalam penelitian ini. Untuk menghindari bias, peneliti tidak mengetahui pengalokasian kelompok subjek (observer-blind).
Mereka yang memiliki riwayat demam tifoid, yang dikonfirmasi dengan pemeriksaan kultur darah atau rapid test, dan sudah mendapat vaksinasi untuk demam tifoid sebelumnya atau vaksinasi apa pun dalam kurun waktu satu bulan tidak diikusertakan dalam studi. Subyek juga tidak boleh dalam keadaan demam, yaitu suhu ketiak sama dengan atau lebih besar dari 37,5 derajat celsius, punya sakit kronis, memiliki riwayat alergi terhadap komponen vaksin, atau sedang mengonsumsi obat-obatan yang memengaruhi sistem imun.
Sebelum vaksin disuntikkan, sampel darah setiap subyek diambil untuk memastikan kriteria penelitian terpenuhi. Setiap subyek diminta memantau dan mencatat efek samping yang mungkin timbul selama 28 hari pascavaksinasi. Lalu, pada hari terakhir, sampel darah setiap subyek diambil kembali untuk mengukur titer antibodi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum, efek samping yang ditimbulkan kedua vaksin ini sama. Nyeri di daerah suntikan dan kemerahan menjadi efek samping yang umum ditemukan sampai dengan 24 jam pascavaksinasi.
Namun, pada hari ke-3 sampai ke-28, efek samping sistemik, seperti demam dan nyeri otot, lebih tinggi dialami kelompok Vi-PS. Walaupun begitu, demam ini akan sembuh dalam kurun waktu 48 jam tanpa ada komplikasi apa pun.
Berkaitan dengan kemampuan vaksin memicu respons imun tubuh atau tingkat imunogenisitas, kelompok subyek yang mendapat vaksin Vi-DT menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan dengan kelompok subyek yang mendapat vaksin Vi-PS. Antibodi 28 hari pascavaksinasi pada semua subyek di kelompok vaksin Vi-DT (100 persen) meningkat empat kali lipat atau lebih dari nilai awal. Sementara pada kelompok vaksin Vi-PS, peningkatan antibodi 28 hari pascavaksinasi empat kali lipat atau lebih hanya terjadi pada 93 persen subyek.
Selain bagi kelompok usia 2-11 tahun, kajian ini juga menyebutkan, vaksin Vi-DT juga terbukti aman dan efektif diberikan untuk anak-anak usia 6 bulan sampai 2 tahun. ”Hal ini tentu sangat membantu mengingat belum ada vaksin tifoid berlisensi di Indonesia untuk anak-anak di bawah usia 2 tahun,” sebut tim peneliti.