Disiplin dan Inovatif, Ikhtiar Maju UMKM Kota Semarang
›
Disiplin dan Inovatif, Ikhtiar...
Iklan
Disiplin dan Inovatif, Ikhtiar Maju UMKM Kota Semarang
Para pelaku UMKM di Kota Semarang, Jawa Tengah mulai menerapkan protokol kesehatan semasa pandemi. Mereka luwes beradaptasi dengan setiap tantangan dan perubahan. Keterbatasan dijadikan celah melirik peluang lebih luas.
Oleh
Aditya Putra Perdana/Gregorius M Finesso
·5 menit baca
Kebiasaan baru semasa pandemi mulai dijalani para pelaku UMKM di Kota Semarang, Jawa Tengah. Mereka luwes beradaptasi dengan tantangan dan perubahan. Keterbatasan justru jadi celah melirik peluang lebih luas.
Sejumlah pekerja dengan masker medis, membentangkan bahan kulit di atas meja lalu memotongnya di ruang produksi tas anyaman kulit "Rorokenes" di Kelurahan Ngesrep, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Rabu (21/10/2020) siang. Satu dan yang lain tetap menjaga jarak aman sekitar 1,5 meter.
Di ruang berukuran sekitar 15 meter x 10 meter itu juga terdapat sembilan mesin jahit yang masing-masing diberi jarak 1,5 meter. Para karyawan bagian jahit, dengan masker yang tak pernah lepas dari wajah, tetap fokus menuntaskan pekerjaan. Tak ada bincang-bincang atau mendekati satu sama lain.
"Ada dua CCTV (kamera pemantau) di tempat workshop. Begitu ada yang ketahuan melepas masker, langsung saya peringatkan," kata Syanaz Nadya Winanto (44), pemilik Rorokenes. Diakuinya, selama pandemi Covid-19, protokol kesehatan dia terapkan secara ketat di seluruh lingkup usahanya itu.
Belasan pekerja Rorokenes dibekali masker dalam bekerja dan selalu diganti secara berkala. Masker pertama digunakan mulai pukul 09.00-12.00. Kemudian, setelah istirahat, mereka diberi masker baru yang digunakan hingga pukul 15.00. Sirkulasi udara dan ketersediaan tempat cuci tangan juga diperhatikan.
Seluruh komponen protokol kesehatan, bagi Syanaz, mutlak diterapkan di saat pandemi Covid-19 masih mengancam. Aturan ketat juga diberlakukan bagi para pengunjung maupun tamu. Ia mencontohkan, semua calon pengunjung harus membuat janji terlebih dahulu.
Seluruh komponen protokol kesehatan, mutlak diterapkan di saat pandemi Covid-19 masih mengancam. (Syanaz Nadya)
“Sementara di showroom (gerai) hanya dibatasi maksimal empat orang dalam satu waktu. Jadi diterapkan sistem giliran. Pengunjung pun harus ikuti protokol kesehatan, seperti memakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak," tutur Syanaz.
Selain mencegah penularan Covid-19, penerapan etiket baru itu juga berkaitan dengan keberlangsungan produksi. Setelah terdampak pandemi seperti semua usaha kecil lain, belakangan usaha Rorokenes perlahan bangkit. Menurut Syanaz, dampak paling parah dirasakannya pada Mei lalu ketika penjualannya menurun hingga 50 persen.
Untuk menyiasati hal itu, Syanaz terpaksa melakukan sejumlah efisiensi yang dapat menekan biaya pengeluaran. Di sisi lain, citra atau branding produk terus diperkuat melalui semua lini media sosial. Ia sadar, di saat pandemi, satu-satunya jalur interaksi dengan konsumen hanyalah melalui media sosial.
Walakin, di balik semua tantangan selama pandemi, Syanaz menilai ada hikmah yang didapatkan. "Dengan banyaknya webinar selama pandemi, saya bisa banyak menransfer ilmu kepada karyawan. Saya terus dorong pemasaran digital agar hubungan dengan customer semakin kuat," tutur dia.
Syanaz mengakui, di tengah pandemi Covid-19 yang belum berakhir, ia enggan memasang target terlalu muluk. Yang bisa dia lakukan saat ini ialah bertahan sambil memperkuat produk dengan strategi baru, seperti menyasar pasar yang lebih muda, sambil terus berlari kencang mengejar penjualan.
Dampak pandemi turut dirasakan UKM Andjani di Kelurahan Lamper Lor, Kecamatan Semarang Selatan, yang memroduksi tas, clutch, dan dompet wanita berbahan tenun atau batik yang dikombinasikan bahan kulit. Menurut sang pemilik, Novie Sri Rejeki (52), pada awal-awal pandemi, penjualannya bahkan anjlok sekitar 40 persen.
Saat itu, April 2020, produksi sempat dihentikan demi keamanan dan kesehatan karyawan. “Saya hanya berkonstentrasi menjual sisa stok,” ucapnya.
Menjelang bulan Ramadhan, ia pun sempat terpaksa merumahkan sembilan orang karyawannya. Namun, gaji pokok sesuai UMR tetap dibayarkan. Setelah Idul Fitri, mereka kembali bekerja, hingga sekarang.
Pandemi Covid-19 pun membuat Novie memperkuat promosi secara daring. "Kami juga membuat produk-produk baru, serta memberi diskon dan giveaway (hadiah). Mulai Agustus 2020, recovery sudah 80 persen karena pasar kami segmented (khusus), sehingga kami memperkuat daring," kata dia.
Meski sudah memulai produksi, Novie tetap menerapkan protokol kesehatan bagi seluruh karyawannya. Mulai dari pemakaian masker, mencuci tangan, dan menyemprot ruangan dengan cairan disinfektan secara berkala. Perlakuan sama diterapkan di gerai atau galeri. Baginya, protokol kesehatan penting untuk memberi kepercayaan kepada konsumen.
Kini, ia pun terus berupaya menciptakan produk-produk baru sera berkreasi dan berinovasi. Novie juga memanfaatkan berbagai platform penjualan sehingga pemasaran lebih luas. “Kami juga berkolaborasi dengan UKM lain serta bersinergi dengan pemerintah," lanjutnya.
Pemerintah Kota Semarang mencatat, hungga awal Agustus, setidaknya 1.538 UMKM terdampak pandemi Covid-19. Dari jumlah tersebut, sekitar 700 UMKM bergerak di sektor olahan pangan. Adapun di tingkat provinsi Jateng, sedikitnya 40.000 UMKM terdampak pandemi.
Sulitnya pemasaran secara konvensional, mendorong digelarnya sejumlah pameran virtual. Salah satunya diinisiasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jateng dan Pemprov Jateng melalui pameran virtual UMKM Gayeng yang dihelat 21-23 Oktober dengan tema “UMKM Nganggo Digital”.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jateng, Soekowardojo menyatakan, jumlah peserta pameran UMKM Gayeng yang tahun ini dilakukan virtual meningkat signifikan. Tahun ini, ada 850 UMKM terlibat, atau naik lima kali lipat dari tahun sebelumnya.
Pameran ini menampilkan produk UMKM beserta foto dan kontak telepon. Pihak yang ingin bermitra dengan UMKM bisa langsung menghubungi melalui kanal temu bisnis. Untuk pembelian secara langsung panitia pameran juga menggandeng salah satu marketplace. Pihak BI Jateng juga menggandeng banyak pemengaruh dalam berbagai sesi bincang daring seperti Wulan Guritno hingga Atta Halilintar.
53,45 persen usaha di Jateng mengaku kesulitan melakukan pemasaran di masa pandemi. Hal itu karena terjadi perubahan skema jual beli saat pandemi. (Emma Rachmawati)
Trisila Juwantara, pemilik CV Yuasafood Berkah Makmur, produsen makanan dan minuman olahan dari buah carica di Wonosobo yang juga mengikuti pameran virtual UMKM Gayeng tersebut mengatakan, inovasi menjadi kunci agar UMKM tetap bertahan setiap ada hambatan. Ia mencontohkan, berawal dari buah carica siap saji, kini usaha yang dirintisnya telah mengembangkan olahan lain seperti jus, dodol, sirup, jeli, hingga puding.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM Jateng Emma Rachmawati menyebut, 53,45 persen usaha di Jateng mengaku kesulitan melakukan pemasaran di masa pandemi. Hal itu karena terjadi perubahan skema jual beli saat pandemi. Masyarakat lebih gemar membeli secara daring, ketimbang langsung. Utnuk itu, pihaknya juga akan menggelar pameran virtual pada 25-27 Oktober.
UMKM telah menjadi tumpuan ekonomi nasional. Di masa pandemi, saatnya semua pelakunya mengubah hambatan menjadi tantangan untuk melahirkan peluang baru. (Aditya Putra Perdana/Gregorius M Finesso)