Napoleon Nyanyilah Seterang Mungkin
Mega skandal terpidana kasus cessie Bank Bali, Joko Tjandra yang mulai disidang nyaris luput. Kasus Joko Tjandra ini sebenarnya bisa menjadi momentum mengungkap mafia peradilan. Pengakuan Napoleon pun kini ditunggu.
Pandemi Covid-19 dan kontroversi RUU Omnibus Law Cipta Kerja membuat konsentrasi publik luput dari kasus besar, megaskandal terpidana kasus cessie Bank Bali, Joko Tjandra.
Kasus itu sempat menjadi daya tarik pemberitaan dan menjadi berita utama media berhari-hari. Kasus Joko Tjandra memasuki babak menentukan. Kasus ini sebenarnya bisa menjadi momentum mengungkap apa yang selama ini dikonstruksikan sebagai mafia peradilan.
Isu mafia peradilan bukan barang baru. Harian Kompas, 16 Maret 1979 telah menulis soal mafia peradilan.
Pangkopkamtib/Ketua Opstib Laksamana Sudomo mengatakan akan menangani isu mafia. ”Semua orang tahu siapa yang membayar lebih besar akan menang dalam peradilan,” kata Sudomo.
Baca Juga: Napoleon Bonaparte dan Tommy Sumardi Dicegah ke Luar Negeri
Skandal Joko Tjandra melibatkan beberapa pihak. Ada polisi. Ada jaksa. Ada advokat. Ada pengusaha. Ada politisi. Lengkap dan paripurna. Pengadilan bakal digelar di tiga persidangan terpisah. Jaksa Pinangki Sirna Malasari lebih dahulu menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Pinangki didakwa mendapat sesuatu dari Joko Tjandra.
"Pekan lalu, Irjen Napoleon bersuara tegas, tapi singkat. ”Tunggu tanggal mainnya. Nanti akan kita buka semuanya.” Pernyataan Napoleon menyiratkan ada sesuatu atas tuduhan pada dirinya. Mabes Polri menyambut baik keinginan Napoleon untuk buka-bukaan"
Jaksa penuntut umum juga menjeratnya dengan pidana pencucian uang. Joko Tjandra diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur bersama advokat Anita Kolopaking dan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo. Sementara Irjen Napoleon Bonaparte akan menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Pekan lalu, Irjen Napoleon bersuara tegas, tapi singkat. ”Tunggu tanggal mainnya. Nanti akan kita buka semuanya.” Pernyataan Napoleon menyiratkan ada sesuatu atas tuduhan pada dirinya. Mabes Polri menyambut baik keinginan Napoleon untuk buka-bukaan.
Polri mencopot Napoleon dari jabatan sebagai Kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri dan menersangkakannya atas tuduhan menerima sesuatu terkait penghapusan red notice Interpol Joko Tjandra. Napoleon membantah tuduhan itu. Dia mengajukan praperadilan, tetapi hakim PN Jakarta Selatan menolaknya. Perkara jalan terus.
Berkas perkara Napoleon dan Prasetijo sudah dilimpahkan ke kejaksaan. Berkasnya dinyatakan lengkap. Penyerahan berkas ditandai dengan ”perjamuan” makan siang di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. ”Perjamuan” makan siang itu sempat menimbulkan kontroversi. Namun, Kejaksaan Agung mengatakan, tak ada yang istimewa pada ”jamuan” itu.
Ada tiga persidangan yang akan mengungkap kasus skandal Joko Tjandra. Persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta mengadili jaksa Pinangki Sirna Malasari. Jaksa yang saat sidang mengubah penampilannya ini dijerat pasal penerimaan gratifikasi dan pencucian uang.
Joko Tjandra, Prasetijo Utomo, dan advokat Anita Kolopaking diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur atas tuduhan surat jalan palsu. Tuduhannya penggunaan surat jalan palsu untuk terbang dari Pontianak, Kalimantan Barat, ke Jakarta. Sementara itu, Napoleon akan diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Tiga persidangan terpisah di dua pengadilan berbeda, dengan hakim berbeda, dan dakwaan berbeda—penggunaan surat palsu, gratifikasi atau suap—diharapkan mampu membuka gambaran mafia peradilan. Ini akan menjadi tantangan bagi majelis hakim akankah bangsa ini mampu mengungkap praktik mafia peradilan yang sudah berurat berakar di dunia peradilan di Indonesia. Bukan hanya soal surat palsu dan suap, melainkan juga bagaimana mengungkap perancang di balik semuanya?
Pernyataan Napoleon, lulusan Akademi Kepolisian tahun 1988, akan buka-bukaan menjadi menarik. Bisa saja pernyataan itu bernada pembelaan untuk meningkatkan posisi tawar. Akan tetapi bisa jadi, Napoleon memang benar-benar ingin membuka semua yang diketahuinya. Langkah Napoleon menjadi justice collaborator dalam perkara Joko Tjandra justru ditunggu publik, dan bukan tidak mungkin didukung publik.
Publik tentunya juga berharap, buka-bukaan itu bisa dilakukan jaksa Pinangki. Benarkah Pinangki adalah pemain individu? Ataukah dia adalah bagian dari sebuah orkestrasi besar dalam sebuah operasi pembebasan Joko Tjandra? Bagaimana mungkin seorang jaksa Pinangki bisa duduk akrab dengan buronan Joko Tjandra?
Jaksa penuntut umum dalam dakwaan Pinangki bahkan menyebut adanya proposal pembebasan Joko Tjandra melalui jalur fatwa Mahkamah Agung yang disebut melibatkan sejumlah petinggi hukum. Para petinggi hukum itu membantah. Dan, belakangan jaksa Pinangki ikut-ikutan membantah adanya ”proposal” pembebasan Joko Tjandra. Sementara Joko Tjandra, menurut pengacaranya, merasa ditipu dengan ”proposal” itu.
Persidangan kasus Joko Tjandra tentunya tidak bisa dilepaskan dari komitmen Presiden Joko Widodo. Menurut Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo, pengambilan Joko Tjandra dari Kuala Lumpur atas instruksi Presiden Jokowi dan tentunya peranan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis.
”Setahun ini, pemerintah mencoba bangkit dari keterpurukan masa lalu. Misalnya, ada buron yang kabur ke luar negeri kami kejar. Joko Tjandra yang buron sebelas tahun kami tangkap. Orang awalnya pesimistis tidak bisa, tapi kami coba dan bisa. Dulu orang sulit membayangkan pemerintah bisa memotong tangannya sendiri, tapi sekarang bisa. Petinggi Polri dan jaksa diadili secara terbuka”
Joko Tjandra dibawa pulang ke Tanah Air, setelah publik heboh. Seorang buronan bisa keluar masuk Indonesia tanpa terdeteksi, termasuk di pintu perlintasan imigrasi. Sesuatu yang berbahaya. Bisa ditangkapnya Joko Tjandra adalah prestasi. Sebagaimana dikatakan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD.
Baca Juga: Hakim Tolak Permohonan Praperadilan, Perkara Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte Berlanjut
”Setahun ini, pemerintah mencoba bangkit dari keterpurukan masa lalu. Misalnya, ada buron yang kabur ke luar negeri kami kejar. Joko Tjandra yang buron sebelas tahun kami tangkap. Orang awalnya pesimistis tidak bisa, tapi kami coba dan bisa. Dulu orang sulit membayangkan pemerintah bisa memotong tangannya sendiri, tapi sekarang bisa. Petinggi Polri dan jaksa diadili secara terbuka.”
Momen ini penting untuk mengungkap siapa pun yang terlibat. Karena itulah, nyanyian Napoleon—apakah sumbang atau nyaring—menjadi teramat penting dan berguna.