Dari Kaki Meluncur ke Hati
Meskipun lebih cenderung pada permainan yang menyenangkan, tak sedikit peminat sepatu roda yang mendapatkan manfaatnya dari sisi kesehatan.
Bak cendawan di musim hujan, komunitas sepatu roda menggeliat dan tumbuh justru di masa sulit akibat pandemi. Guliran roda yang terpasang di kaki meluncurkan rasa gembira ke hati para pemainnya. Makin ramai, makin gembira.
Hujan akhirnya reda. Area luncur seluas 450 meter persegi di Twilo Skate Corner, Kemang, Jakarta, masih menyisakan genangan di berbagai sisi. Setelah 30 menit menunggu, empat perempuan muda bersepatu roda menyambangi arena berbekal alat pel untuk mengeringkannya. Tak sabar rasanya meluncur dan menjajal trik baru.
”Ini, sih, kita enggak bantu ngeringin, malah makin becek, ya,” seloroh Dini Akbari (32), anggota komunitas Magic Roller Squad, sambil tertawa.
Rencananya, Rabu (21/10/2020) sore itu, Dini dan rekan-rekan sekomunitasnya hendak bermain bersama kelompok sepatu roda yang populer di Jakarta, Rad Supersonic. Bermain lintas kelompok menjadi hal biasa bagi komunitas sepatu roda yang kini menjamur di Ibu Kota.
Tak lama kemudian, satu per satu perempuan muda lainnya berdatangan. Mereka menenteng sepatu roda, mengenakan kostum yang nyaris serupa: kaus, celana pendek atau ketat, dan kaus kaki warna-warni. Mundur satu jam dari jadwal yang sudah dipesan, mereka lantas mulai bermain.
Aneka lintasan dan tanjakan yang ada di wahana dijajal sambil mengulik trik baru yang diintip dari para pesepatu roda di luar negeri. Mereka juga mengasah berbagai gerakan disko sepatu roda dilatari lagu ”Savage Love” milik Jason Derulo yang dipasang pengelola skate park.
”Disko itu lebih susah dibandingkan main ramp di skate park. Beratnya minta ampun. Belum tentu yang jago skate park, jago disko. Tapi kalau jago disko, biasanya oke juga di skate park,” ujar Nasta Sutardjo (45), anggota Rad Supersonic.
Nasta, yang ketika kecil bermain sepatu roda, tergoda berlatih lagi tahun 2018 setelah lama berhenti. Dari lima orang, anggota bertambah menjadi 10 orang dan semakin banyak. Semula Rad Supersonic membuka kelas bagi orang yang ingin belajar dasar bermain sepatu roda. Seiring waktu berjalan, kelompok ini lebih memilih bermain dan berkumpul serta memperluas jaringan dengan meluncur lintas kelompok, seperti yang dilakukannya kali ini.
”Semakin banyak klub semakin seru,” ujar Nasta.
Hanna Dinalia (31), anggota Magic Roller Squad, sepakat kian banyak yang bisa diajak bermain bersama jauh lebih menyenangkan. Kedua kelompok ini pun berencana mengadakan kumpul-kumpul untuk berbagai komunitas sepatu roda jika kondisi memungkinkan.
Kucing-kucingan
Di balik tren sepatu roda, ada cerita perjuangan dari mulai mencari sepatu roda hingga menemukan lahan bermain di kota besar. Nasta menuturkan, mereka dulu main sembunyi-sembunyi, kadang diusir, dan kucing-kucingan dengan petugas keamanan. Ada anggapan bahwa luncuran sepatu roda bisa merusak jalan.
Kini sudah banyak wahana skate park, mulai yang menyewa per jam hingga yang gratis besutan pemerintah daerah. Beberapa lokasi favorit di antaranya Elbricks Cipinang, Twilo Kemang, Pasar Rebo Skatepark, dan Qbig.
Saat pandemi, bersepatu roda juga tak mudah. Kegiatan komunitas sempat vakum pada awal pandemi, lalu mereka mulai berani lagi meluncur. ”Yang penting kelompok kecil dan main outdoor,” ujar Nasta.
Hanna menambahkan, di tengah pandemi, mereka memilih teman yang rekam jejak dan mobilitasnya jelas. Wahana juga membatasi jumlah orang yang bermain dalam satu giliran permainan.
Pandemi juga mendorong terbentuknya Komunitas Bocah Bader di Bekasi. Dari semula 3-4 orang, kini sudah sekitar 30 orang yang bergabung dalam komunitas tersebut.
Pandu Sarsito (36), anggota Komunitas Bocah Bader Bekasi, menuturkan, awalnya mereka hanya ”berhalo ria” saat bertemu di area hari bebas kendaraan bermotor di Bekasi. Pandemi menyebabkan hari itu ditiadakan dan mereka ”kehilangan” area bermain.
”Kami menemukan tempat di sekitar Summarecon, area kosong, dengan jalanan di sekelilingnya. Jadilah tempat itu bisa untuk bermain sepatu roda,” ujar Pandu, Selasa (19/10/2020).
Mereka lalu membuat skate park mini dengan segala rintangan permainan untuk mengakomodasi pesepatu roda yang memilih jenis agresif, seperti Pandu. Dia lebih senang dengan permainan halang rintang sepatu roda yang lebih memacu adrenalin. Cocok untuk stress relieve, katanya.
Permainan sepatu roda agresif tak hanya melaju di atas roda, tetapi juga harus menguasai trik lain, seperti berbagai variasi mengerem, berputar, melompat, hingga berjalan mundur.
Pandu pernah belajar sepatu roda saat masih kecil sehingga dia cepat beradaptasi ketika mulai lagi setelah berhenti sekian lama. Istrinya lebih dulu mulai aktivitas sepatu roda.
”Daripada cuma menemani, sekalian saja main. Kami bawa sepatu roda ke mana-mana. Kalau lagi pergi belanja, misalnya, lihat ada jalan mulus, bisa nih rolling dulu,” ujar manajer produk ini sambil tertawa.
Masa bekerja di rumah saat pandemi membuat anggota Komunitas Bocah Bader Bekasi justru lebih leluasa bermain sepatu roda. Ada saja yang setiap hari, seusai jam kerja sekitar pukul 17.00, menggelindingkan sepatu rodanya hingga malam.
Anggota komunitas berusia 23-38 tahun dan rata-rata merupakan karyawan.
Menurut Pandu, minat orang untuk bersepatu roda meningkat pesat. ”Bisa dilihat salah satunya dari toko-toko yang menjual peralatan sepatu roda. Awalnya dulu sangat terbatas, sekarang semakin banyak. Komunitas juga bermunculan, jual beli sepatu roda pun lebih gampang,” katanya.
Masa pandemi juga menyuburkan minat bermain sepatu roda di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan. Tandanya, muncul banyak komunitas, salah satunya BSD Inline Skate Community, yang lahir Maret lalu. Anggotanya dari lima orang berkembang menjadi 40 orang.
”Keanggotaannya cair, siapa saja boleh gabung. Makin ke sini makin banyak peminatnya,” ujar Dian Hidayat yang bersama rekan-rekannya melahirkan BSD Inline Skate Community.
Ketika dihubungi, Rabu (21/10/2020) sore, Dian dan rekan-rekannya berencana keliling dengan sepatu roda di seputaran BSD setelah survei lokasi. Sayang hujan sejak sore menghalangi niat tersebut.
Biasanya komunitas ini kumpul rutin tiga kali dalam sepekan pada Rabu, Sabtu, dan Minggu. Hari Rabu menjadi spesial karena diagendakan untuk jalan bareng-bareng menyusuri aspal BSD. Jarak tempuh disesuaikan kemampuan peserta yang bergabung. Jika banyak pemain sepatu roda pemula, jarak tempuh hanya sepanjang 5 kilometer. Jarak bisa mencapai 15 kilometer apabila pesertanya sudah cukup profesional.
Olahraga
Kegiatan BSD Inline Skate juga diminati dari kota-kota sekitar, seperti Jakarta dan Depok. Selain di jalan raya, mereka sering bermain sepatu roda di skate park seperti di Qbig pada Sabtu sore dan di Botanicalpark pada Minggu pagi.
”Kalau ada teman, apalagi ramai, jiwa olahraganya jadi beda. Lebih bergairah. Kalau sendiri, bawaannya jenuh dan cepat capai. Ada teman, kebawa suasana, jadi aktif. Pada intinya memang cari teman,” kata Dian yang mulai tertarik bersepatu roda sejak melihat tontonan di Youtube pada 2019.
Meskipun lebih cenderung pada permainan yang menyenangkan, tak sedikit peminat sepatu roda yang mendapatkan manfaatnya dari sisi kesehatan. Bagi Pandu, bermain sepatu roda jenis agresif membuat keringat mengucur deras. Begitu pula Dian, yang berkeringat lebih banyak saat bersepatu roda karena semua anggota badan harus menyesuaikan gerak agar tidak jatuh.
”Kelihatannya memang sepatu roda ini main-main dan senang-senang, atau cenderung gaya hidup saja. Tetapi, jika dilakukan dengan baik dan benar, akan mendapatkan hasil maksimal untuk kesehatan,” ujar Andi.
Tak hanya sehat secara fisik, sepatu roda juga menyehatkan secara mental. Karena seiring luncuran sepatu roda, hati turut bergembira.