Tahun ini, seiring adanya dana pinjaman dari pemerntah pusat, Dinas SDA DKI Jakatra diminta betul-betul fokus membebaskan lahan supaya program normalisasi sungai bisa berlanjut.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki musim hujan tahun ini, sejumlah wilayah di DKI Jakarta kembali tergenang tinggi manakala hujan deras mengguyur. Anggota DPRD DKI Jakarta yang tergabung dalam Panitia Khusus Banjir mendesak Dinas Pemprov DKI Jakarta melakukan lagi normalisasi sungai dengan tetap menuntaskan kegiatan lain yang menjadi paket pekerjaan pengendalian banjir.
Pada rapat antara Panitia Khusus (Pansus) Banjir DPRD DKI Jakarta dan tim ahli, pekan lalu, diperoleh informasi mengenai sejumlah sungai di Jakarta, khususnya empat sungai yang menjadi prioritas normalisasi, tiga tahun terakhir terhenti. Tidak ada lagi pembebasan lahan ataupun penurapan.
Nova Harivan Paloh, anggota Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta, Minggu (25/10/2020), menjelaskan, sebagai daerah yang dialiri 13 sungai, Jakarta memiliki ancaman banjir dari banyak arah. Ada air kiriman dari hulu sungai di Bogor, ada dari wilayah laut dengan rob, lalu saat hujan deras. ”Untuk wilayah DKI, mengembalikan lebar kali untuk kembali memiliki lebar seperti semula, kemudian membuatnya lebih dalam untuk meningkatkan kapasitas tampung air, menjadi pekerjaan rumah yang mesti digarap dan dituntaskan,” katanya.
Bantaran sungai di Jakarta saat ini banyak yang menyempit, diambil alih sebagai permukiman warga. Selain itu, kedalaman sungai juga berkurang. Akibatnya, saat hujan deras terjadi, badan sungai tak mampu menampung limpasan air hujan dan menimbulkan genangan.
Pada awal musim hujan kali ini, setidaknya ada dua kali banjir di Ibu Kota yang datang dari sungai. Pengungsian pun terjadi meskipun tidak lebih dari sehari mengungsi. Lalu, pekan lalu, banjir rob di kawasan Muara Angke menyebabkan dua ribuan rumah terendam.
Bahkan, menurut penuturan sejumlah warga di kawasan Kaliadem, banjir rob pekan lalu merupakan salah satu banjir rob paling parah. Dalam empat hari, air pasang-surut di kawasan permukiman.
Merunut pada penjelasan Staf Ahli Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Firdaus Ali pekan lalu seusai rapat pansus banjir, sungai-sungai di Jakarta dalam kondisi tidak normal sehingga harus dinormalisasi. Untuk bisa menormalisasi, konsekuensi pembebasan lahan dan merelokasi warga mesti ditempuh. Namun, sejak 2017 hingga sekarang, upaya pembebasan lahan itu tidak dilakukan.
Program normalisasi sungai di Jakarta terhenti bersamaan dengan pergantian kepala daerah. Sejak masa kampanye, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan bahwa ia tidak akan menggusur warga di bantaran sungai. Program normalisasi pun diganti dengan program yang ia sebut naturalisasi.
Pantas Nainggolan, anggota Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta, menegaskan, pelebaran sungai merupakan konsekuensi jika hendak mengurangi banjir Ibu Kota. Bila memang harus melakukan relokasi warga, ia menyarankan Pemprov DKI mengajak warga berdialog dan memberikan pemahaman mengapa warga harus pindah. Ada sosialisasi yang dilakukan.
Untuk pemindahan itu, menurut Nainggolan, harus dipastikan unit rumah susun yang dimiliki Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) mencukupi. ”Memang kalau dilihat dari aspek ketersediaan rusun hari ini minim. Namun, di sinilah Pemprov DKI mesti melakukan penuntasan terpadu supaya jangan hanya masalah banjir yang tuntas, tetapi juga ada solusi bagi warga yang terdampak pemindahan untuk pelebaran kali,” ujarnya.
Gembong Warsono, Wakil Ketua Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta, mengingatkan Gubernur DKI Jakarta untuk segera mengerjakan penuntasan banjir. ”Entah normalisasi atau naturalisasi, ujungnya tetap mengembalikan lebar kali. Konsekuensinya, memang ada penggeseran atau pemindahan warga dari bantaran kali. Namun, itu harus dieksekusi. Penyediaan rusunawa bagi warga terdampak yang rata-rata adalah warga masyarakat berpenghasilan rendah menjadi solusi untuk membantu menyediakan hunian yang layak bagi mereka,” ujarnya.
Dana pinjaman
Baik Gembong, Nova, maupun Nainggolan mengingatkan, normalisasi mesti dikerjakan karena saat ini Dinas SDA DKI Jakarta mendapatkan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) senilai Rp 1 triliun lebih. Pembebasan lahan bantaran sungai pun harus dilakukan.
”Dinas SDA mesti berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PUPR karena sesuai kesepakatan lama, untuk normalisasi kali, DKI akan membebaskan lahan dan Kementerian PUPR membangun konstruksi,” kata Nova Paloh.
Oleh karena banjir perlu penanganan segera, normalisasi juga harus dikerjakan secepatnya. Dalam rencana program Dinas SDA, dengan dana PEN 2020, perencanaan pembebasan lahan bukan hanya lahan di bantaran sungai, tetapi juga ada perencanaan pembebasan lahan untuk waduk-waduk.
Juaini Yusuf, Kepala Dinas SDA DKI Jakarta, menerangkan, lahan di sungai yang akan dibebaskan adalah lahan di Sungai Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, Jatikramat, dan Sunter. ”Kemudian untuk waduk adalah lahan di Waduk Brigif, Lebak Bulus, Pondok Ranggon, Kampung Rambutan, dan Cimanggis,” ujarnya.
Nirwono Joga, peneliti dari Pusat Studi Perkotaan Universitas Trisakti, menjelaskan, mencermati titik-titik lahan yang akan dibebaskan Dinas SDA itu, seharusnya Dinas SDA berkomitmen pada kesepakatan awal dengan Kementerian PUPR dan Bank Dunia yang dibuat pada 2012 bahwa untuk normalisasi, fokusnya ada di empat sungai, yaitu Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter.
Sungai Ciliwung dari panjang 33 kilometer baru ternormalisasi 16 km. Tiga sungai lainnya juga belum selesai. ”Dinas SDA sebaiknya fokus di empat sungai sesuai kesepakatan awal untuk normalisasi. Jangan juga asal membebaskan lahan. Karena kalau pembebasan lahan tidak langsung menyeluruh dan luas, Kementerian PUPR juga akan kesulitan dalam membangun,” kata Nirwono.
Untuk pembebasan lahan itu pun, Nirwono melanjutkan, Dinas SDA harus memastikan bahwa lahan yang akan dibebaskan adalah kawasan yang selama ini rawan banjir. Pengadilan juga mengeluarkan semacam fatwa yang mendukung pembebasan lahan. ”Dengan demikian ada jaminan tidak akan menimbulkan masalah di kemudian hari atau yang terlibat,” ujarnya.
Nova menambahkan, karena pengendalian banjir itu terdiri atas beberapa pekerjaan, selain penuntasan pembebasan lahan sungai, ia juga mengingatkan Dinas SDA menyiagakan pompa-pompa air, menuntaskan pengerukan lumpur yang sebetulnya adalah program rutin, hingga pembangunan polder, sodetan, dan tanggul pantai.
Pekan lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyatakan, publik sebaiknya tidak mempertentangkan antara normalisasi dan naturalisasi karena keduanya memiliki tujuan baik.