Festival Film: Sains yang Interesan
Anak-anak dimanjakan dengan tontonan sains. Tak melulu mempresentasikan sains, para pelajar juga dilibatkan dalam percobaan yang menyenangkan.
Pandemi bukan kendala untuk mengedukasi generasi muda, terlebih dengan bermacam percobaan yang mengasyikkan. Science Film Festival menaklukkan pagebluk lewat teknologi komunikasi. Pelajar mulai di Jawa hingga nun jauh di Indonesia bagian timur menyaksikan tontonan-tontonan bernas.
Andre Gatzke terpukau menyaksikan kemutakhiran pembangkit listrik di Hamburg, Jerman. Raut wajahnya paling tertarik saat diberi tahu soal baterai super berukuran raksasa. ”Baterai super?” ujarnya dengan alis terangkat sambil mengangguk-angguk.
Jelas saja Andre takjub. Baterai yang dimaksud adalah air di kolam yang begitu besar hingga layak disebut danau. Air menerjang turun lewat pipa-pipa yang dibangun di lereng curam dengan panjang hingga 300 meter. Turbin lantas menggerakkan poros dan generator.
”Sulit dipercaya kalau air sebanyak itulah baterainya,” ucap pranatacara The Show with the Mouse – Super Storage Battery tersebut. Sekilas, produksi listrik itu tampak lazim di Indonesia. Namun, kecanggihan Jerman selanjutnya ditayangkan dengan kincir dan panel besar.
Instalasi itu terintegrasi dengan pembangkit listrik tenaga surya dan angin. Keesokan harinya, cuaca diprediksi cerah dan angin bertiup kencang. ”Ramalan cuaca menjadi penentu. Intensitas cahaya matahari dan angin bisa diketahui,” ucap Andre.
Baterai super tentu harus diisi lagi dengan memompa air kembali ke kolam. Saat larut malam, pemakaian listrik menurun. Orang-orang beristirahat, tetapi tidak demikian dengan kincir. Ada pula hari-hari ketika matahari bersinar terik sehingga listrik yang dihasilkan sangat besar.
Daya itu dimanfaatkan untuk mengaktifkan pompa. Baterai super pun kembali penuh. Sinar matahari, angin, dan air silih berganti membangkitkan energi terbarukan itu. ”Kalau mode dialihkan ke PLTA, misalnya, tiga menit saja setelah instruksi itu disampaikan, listrik sudah dihasilkan,” kata Andre.
Pemaparan The Show with the Mouse – Super Storage Battery disampaikan dengan gamblang. Narasi berbahasa Jerman diterjemahkan menjadi Indonesia. Film itu berdurasi sekitar 10 menit saja, tetapi berkualitas tinggi dengan video pembangkit listrik yang sesekali diambil dari udara.
Selain shooting di instalasi, kerja turbin, generator, dan poros yang berbahaya untuk dikunjungi juga dipaparkan dengan penampang pembangkit listrik. Sinema buatan Jerman itu diputar sebagai bagian dari Science Film Festival (SFF) yang diselenggarakan Goethe-Institut Indonesien.
Murid-murid SMA Saint John’s Catholic di Tangerang Selatan, Banten, terlihat khusyuk menonton The Show with the Mouse – Super Storage Battery, Rabu (21/10/2020). Festival itu dibuka pada 20 Oktober 2020 dan berlangsung hingga 6 November mendatang.
Percobaan menyenangkan
Tak melulu mempresentasikan sains, para pelajar juga dilibatkan dalam percobaan yang menyenangkan. Muhammad Nurholif Amin memandu teman-teman barunya melakukan eksperimen Climate Change In Arctic. Pewara SFF itu menyekat bagian tengah wadah plastik dan dikedapkan dengan lilin mainan.
Ia menuangkan air hangat dan dingin, masing-masing di sisi yang berbeda. Di rumahnya lewat telekonferensi, murid-murid SMA Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Sorong, Papua Barat, berkonsentrasi mengikuti arahan Amin. Mereka melapisi sekat dengan memilin-milin lilin.
”Setelah sekat dibuka, coba perhatikan. Air apa yang menyebar lebih cepat? Ya, benar. Air panas. Proses itu disebut difusi,” ucap Amin. Massa jenis yang lebih kecil juga mendorong air panas berada di permukaan. Air panas dan dingin menciptakan arus teluk atau gulf stream.
”Arus itu sangat penting dan menyebabkan suhu di kawasan tropis tak terlalu panas. Kita bisa menjaga kondisi itu, misalnya dengan menggunakan energi terbarukan,” katanya. Amin menjelaskan pula mengenai penyebab laut di kutub utara yang tak membeku.
Nadia Key (17) sangat semangat mengikuti SFF. Siswi kelas 12 IPA SMA YPPK Sorong itu menonton Ground of Story: Future of Cities. Film dari Jerman itu mengungkapkan kota-kota yang kian dipadati penduduk. Kota-kota pintar berbagi solusi untuk mengatasi pencemaran udara, digitalisasi, dan inklusi sosial.
”Sangat mengedukasi. Film itu memperluas wawasan soal populasi dunia yang terus meningkat. Kepadatan penduduk bisa diatasi dengan kota pintar,” katanya. Ia pun menyaksikan Let’s Revive The World (Ayo, Mengubah Dunia) mengenai siswa-siswa dari berbagai sekolah yang menceritakan keindahan Indonesia.
Di sela kebanggaan mereka, tebersit kerisauan akan masalah akut. Setiap tahun, sekitar 1,3 juta ton sampah dibuang ke laut. ”Saya semakin sadar untuk mengurangi penggunaan plastik dan menjaga kebersihan. Produk ramah lingkungan juga penting,” katanya.
Emmanuella Callista Simamora (11) tak kalah antusias. Pelajar kelas 6 SD Yahya Bandung, Jawa Barat, itu menonton film dari Jerman yang kontekstual, Nine-and-a-half – Your Reporter: Corona, Flu & Co – The Long Journey of Viruses”, Jumat (23/10/2020).
”Virus dan bakteri sangat memengaruhi kesehatan kita. Sebelumnya, saya menganggap remeh bakteri. Sekarang, saya rajin menjaga kebersihan tubuh,” ujarnya. Ia pun menikmati sekaligus memetik manfaat eksperimen Protect from Covid dengan sabun untuk menghilangkan bakteri dan virus.
24 kota
Goethe-Institut Indonesien menyelenggarakan SFF dengan 50 sekolah yang tersebar di 24 kota, antara lain Jakarta, Ambon, Bogor, Jayapura, Malang, Kupang, Manado, Mataram, Medan, Pontianak, Salatiga, Surabaya, Tangerang, Tomohon, dan Yogyakarta.
Tersedia 15 film dari enam negara yang ditonton pelajar berusia 9-14 tahun itu. Setiap film diputar, jumlah murid yang menonton sekitar 50 orang. Perayaan itu juga mempromosikan literasi sains dan memfasilitasi kesadaran isu-isu teknologi serta lingkungan kontemporer melalui film internasional.
”Tahun ini spesial karena pertama kali berlangsung digital,” ucap Direktur Regional Goethe-Institut untuk Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru Stefan Dreyer. Tahun ini, SFF sudah digelar 11 kali untuk menarik generasi muda mendalami sains.
”Di sekolah, sains itu agak membosankan. Festival ini bikin sains interesan. Menyenangkan,” katanya sambil tersenyum. Ia berharap, pandemi yang menjadi pembeda paling kentara pada SFF kali ini segera tuntas sehingga festival mendatang bisa dilaksanakan seperti biasa dengan berkumpul.
Sustainable Development Goals (SDGs) diusung menjadi tema SFF tahun ini. Komitmen Indonesia dinilai kuat untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan itu. ”“Indonesia memasukkan SDGs dalam programnya,” ujar Kepala Bagian Kebudayaan dan Pers Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia Matthias Muller.