Pemuda Memikul Beban Berat Menghadapi Indonesia 2045
Pemuda yang saat ini berumur 15-30 tahun akan jadi tulang punggung Indonesia Emas 2045. Pada 100 tahun Indonesia merdeka itu, Indonesia diprediksi menjadi negara maju berpendapatan tinggi.
Pemuda yang saat ini berumur 15-30 tahun akan jadi tulang punggung Indonesia Emas 2045. Pada 100 tahun Indonesia merdeka itu, Indonesia diprediksi menjadi negara maju berpendapatan tinggi. Namun, kondisi ekonomi, politik, dan sumber daya yang dimiliki pemuda saat ini sungguh menantang untuk bisa mencapai semua itu.
Cita-cita Indonesia Emas 2045 dan puncak bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada 2021-2022 bukanlah hadiah, tetapi harus diupayakan untuk bisa mendapatkannya. Butuh sumber daya manusia berkualitas yang memiliki kompentensi dan dukungan kondisi ekonomi dan sosial yang baik agar pemuda bisa mengoptimalkan kemampuannya.
Untuk menjadikan Indonesia maju pada tahun 2045 dengan pendapatan per kapita sesuai acuan Bank Dunia saat ini sebesar 12.375 dollar AS atau setara dengan Rp 182 juta (kurs Rp14.700 per dollar AS) per kapita per tahun, ekonomi Indonesia harus tumbuh 6,3 persen per tahun. Pendapatan sebesar itu diperkirakan bisa dicapai pada 2037.
”Butuh usaha besar untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar itu,” kata Direktur Riset Merial Institute Muhammad Fadli Hanafi dalam ”Festival Bonus Demografi: Pandemi dan Tantangan Terakhir” di Jakarta, Minggu (25/10/2020). Pandemi Covid-19 membuat upaya mengejar pertumbuhan ekonomi sebesar itu butuh usaha lebih keras berlipat kali.
Baca juga: Wahai Pemuda Tingkatkan Kapasitas, Kuasai Teknologi
Nyatanya, selama lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan 5 persen. Pandemi membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 terkontraksi hingga tumbuh negatif. Pada saat bersamaan, Indonesia mengalami deindustrialisasi akibat melambatnya pertumbuhan sektor manufaktur. Padahal, industri manufaktur menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Pertumbuhan negatif ekonomi berdampak pada melonjaknya jumlah pengangguran. Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan, akibat pandemi beberapa bulan terakhir, jumlah pengangguran naik 2,9 persen atau setara 5,2 juta orang.
”Upaya menciptakan lapangan kerja selama satu dekade terakhir habis dalam waktu singkat karena Covid-19,” katanya.
Staf Khusus Bidang Reformasi Birokrasi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ravik Karsidi menambahkan, tiga dari empat pengangguran itu adalah pemuda. Pemuda menjadi bagian terbesar dari struktur penduduk Indonesia karena satu dari empat penduduk adalah pemuda. Besarnya pengguran di usia muda itu tentu berisiko.
Selain itu, kondisi pemuda Indonesia saat ini juga relatif tertinggal dibanding rekan mereka di ASEAN. Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) ASEAN 2017 yang mengukur mutu pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, partisipasi publik, dan kesetaraan jender menempat pemuda Indonesia di urutan ketujuh, hanya lebih baik dibanding pemuda Thailand, Kamboja, dan Laos. Sementara secara global, IPP Indonesia pada 2016 ada di rangking 139 dari 183 negara.
Baca juga: Pemuda Adaptif Lebih Dibutuhkan Saat Ini
Di luar persoalan itu, pemuda Indonesia juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Pada 2018, hanya 6,7 persen pemuda yang pernah memberi pendapat atau saran dalam kegiatan pertemuan dan 6,4 persen pemuda aktif dalam organisasi.
”Sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan berkolaborasi dan bersinergi dengan tokoh pemuda untuk memberikan layanan kepemudaan sebaik-baiknya,” katanya.
Sudah saatnya seluruh pemangku kepentingan berkolaborasi dan bersinergi dengan tokoh pemuda untuk memberikan layanan kepemudaan sebaik-baiknya.
Sebagian pemuda juga terjebak dalam perilaku berisiko dan destruktif. Sebanyak 25, 99 persen pemuda merokok, padahal merokok jadi gerbang penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang. Seks bebas juga membuat 63,8 persen infeksi baru HIV/AIDS baru 2018 terjadi pada pemuda berumur 15-19 tahun dan 56,5 persen terjadi pada umur 20-24 tahun.
Seks bebas itu berujung pada meningatnya kasus perkawinan anak. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo mengingatkan besarnya dampak perkawinan usia anak baik bagi ibu, keluarga, maupun anak yang akan dilahirkan. Perkawinan anak berpotensi besar melahirkan keturunan yang tidak produktif, mengalami tengkes, hingga proses tumbuh kembang yang tak optimal.
Perkawinan anak juga berisiko besar meningkatkan peluang terjadinya kanker mulut rahim, kematian ibu hamil dan bersalin, serta terhambatnya pertumbuhan ibu yang masih berusia anak. Kurangnya persiapan perkawinan juga meningkatkan risiko perceraian yang berdampak besar pada ketahanan keluarga dan ketahanan bangsa.
Peluang
Meski demikian, peluang jadi negara kaya tetap ada. Menurut Fadli, di tengah berbagai keterbatasan, upaya mewujudkan cita-cita menjadi negara maju berpendapatan tinggi bisa dilakukan dengan tetap memprioritaskan sektor manufaktur. Namun, fokusnya perlu diarahkan pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) karena UMKM-lah yang menopang 60 persen industri manufaktur Indonesia. UMKM juga mampu menyerap 97 persen tenaga kerja Indonesia yang sebagian besar berisi anak muda.
Karena itu, peningkatan produktivitas dan kompetensi pemuda perlu jadi perhatian khusus. Namun, lanjut Fadli, upaya ini juga tidak mudah. Laju pertumbuhan indeks pembangunan manusia maupun usia harapan hidup masyarakat Indonesia terus melambat. Upaya kesehatan belum optimal untuk meningkatkan produktivitas mereka.
Harapan lama sekolah juga terus tumbuh, walau melambat, tetapi jumlah pengangguran terdidik justru tinggi. Ketidakselarasan antara kebutuhan industri dan sistem pendidikan membuat pengguran justru didominasi oleh lulusan sekolah menengah kejuruan dan jenjang sarjana.
Hal lain yang harus diwaspadai adalah melonjaknya jumlah populasi warga lanjut usia yang akan membuat beban tanggungan penduduk usia produktif makin tinggi. Indonesia mulai tahun 2021 diperkirakan memasuki struktur penduduk menua dengan jumlah penduduk lansia mencapai lebih dari 10 persen dari total penduduk.
Woro menambahkan, upaya menyiapkan pemuda yang berkualitas tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus utuh sesuai siklus pembangunan manusia, yaitu sejak sebelum ibu hamil, dalam kandungan, bayi, anak, hingga remaja.
”Pembangunan pemuda tidak bisa dilepaskan dari tahap sebelumnya karena anak muda sekarang adalah cerminan kondisinya di masa lalu,” katanya.
Meski demikian, Staf Khusus Bidang Kreativitas dan Inovasi Kaum Milenial Kementerian Pemuda dan Olahraga Alia (Kemenpora) Noorayu Laksono mengingatkan adanya kesenjangan yang tinggi antarpemuda, baik terkait kompetensi pendidikan, akses teknologi, partisipasi dalam masyarakat, hingga cita-cita atau impian dan keluhan mereka juga berbeda.
”Bagi sebagian pemuda, akses pendidikan tinggi adalah hal biasa. Namun, banyak pemuda di akar rumput hanya mampu mengenyam pendidikan SMP atau SMA,” katanya.
Karena itu, butuh banyak pihak untuk menjembatani berbagai kondisi pemuda Indonesia. Upaya ini tidak bisa hanya dilakukan Kemenpora saja karena beragamnya persoalan yang harus mereka hadapi.
Sementara Staf Khusus Presiden Gracia Billy Yosaphat Y Mambrasar atau Billy Mambrasar menambahkan, kolaborasi untuk membangun pemuda masih menjadi hal yang sulit, khususnya di daerah, terlebih lagi di Indonesia timur. Karena itu, pemuda Indonesia perlu bekerja dalam satu kesatuan bersama seperti yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda.