DPRD DKI Minta Pemprov Fokus Selesaikan Program di Satu Sungai Dulu
›
DPRD DKI Minta Pemprov Fokus...
Iklan
DPRD DKI Minta Pemprov Fokus Selesaikan Program di Satu Sungai Dulu
Untuk keperluan pengendalian banjir, Dinas SDA DKI siap membebaskan 630 bidang lahan di sisa waktu 2020 dengan dana PEN. Dengan waktu yang mepet, DPRD dan pengamat minta SDA fokus di satu kali supaya normalisasi tuntas.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sebagai bagian dari program pengendalian banjir Jakarta, Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta menyatakan siap membebaskan 630 bidang lahan pada dua bulan ke depan. DPRD DKI menilai waktu pembebasan mepet dan mendorong agar pemerintah provinsi fokus pada pembebasan lahan di satu sungai dulu supaya normalisasi bisa dituntaskan.
Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Juaini Yusuf, Senin (26/10/2020) menjelaskan, pengendalian banjir di Jakarta merupakan satu paket terdiri atas sejumlah pekerjaan, di antaranya pekerjaan pembangunan waduk pengendali banjir dan peningkatan kapasitas sungai atau kali serta drainase. Proyek fisik waduk dibawah wewenang DKI dan peningkatan kapasitas kali menjadi kewenangan Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Untuk kedua program itu, DKI berwenang melakukan pembebasan lahan.
Dari pendataan Dinas SDA, akan ada 630 bidang lahan yang akan dibebaskan. Rinciannya, untuk pembebasan lahan di bantaran kali ada sekitar 380 bidang yang akan dibebaskan, dan ada 250 bidang lahan untuk waduk yang sedang diproses.
“Bidangnya sudah siap. Sekarang tinggal proses validasi surat-suratnya di BPN,” jelas Juaini.
Untuk pembebasan lahan untuk waduk pengendali banjir dilakukan di waduk Brigif, waduk Lebak Bulus, waduk Pondok Ranggon, waduk Kampung Rambutan, dan waduk Cimanggis. Untuk pembebasan lahan untuk peningkatan kapasitas kali dan drainase kali kewenangan Kementrian PUPR dilakukan di kali Ciliwung, kali Pesanggrahan, kali Angke, kali Jatikramat, dan kali Sunter.
Dari perhitungan, untuk pembebasan lahan itu diperlukan anggaran Rp 781,200 miliar. Menurut Juaini, pembebasan akan dilakukan dengan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) yang merupakan dana pinjaman dari pemerintah pusat. Dana pembebasan lahan sebesar itu merupakan bagian dari alokasi dana PEN untuk Dinas SDA pada 2020 ini yang sebesar Rp 1 triliun lebih.
Juaini optimitis, meski tahun anggaran 2020 tinggal dua bulan, pembebasan lahan akan bisa dilakukan. “Insya Allah optimis. Karena proses administrasi sudah berjalan sebelum terkendala Covid-19. Sekarang karena anggarannya sudah siap, kita tinggal mengeksekusi,” jelas Juaini.
Terkait waktu pembebasan lahan yang mepet, anggota panitia khusus (pansus) banjir DPRD DKI Jakarta turut menyoroti dan mengkritisi hal itu. Dikhawatirkan, pekerjaan justru tidak selesai dan tidak fokus.
Pantas Nainggolan, anggota panitia khusus banjir DPRD DKI Jakarta menegaskan, bahwa pembebasan lahan harus dilakukan dengan skala prioritas. Ia menyontohkan Kali Ciliwung yang sejak 2017 terhenti program normalisasi kalinya oleh Kementrian PUPR karena terkendala pembebasan lahan.
“Kalau ada sodetan yang tidak bisa diselesaikan karena terhambat pembebasan, itu harus jadi prioritas. Termasuk juga kali yang mau tidak mau harus membebaskan tanah. Bila perlu fokus dulu untuk satu kali, tetapkan saja misalnya Kali Ciliwung, bisa langsung kelihatan. Ciliwung baru tuntas 16 km dari panjang 33 km. Tuntaskan dulu saja sehingga kita bisa melihat penuntasan banjir Jakarta. Jadi memang SDA harus komitmen dengan program dia dengan skala prioritas,” tegasnya.
Nova Harivan Paloh, sesama anggota pansus banjir DPRD DKI Jakarta juga setuju, melihat pekerjaan normalisasi kali yang belum juga beres, sebaiknya Dinas SDA menuntaskan dulu satu kali. Selanjutnya diikuti kali-kali lainnya yang menjadi target normalisasi.
Demikian juga untuk pembebasan lahan bagi normalisasi kali, Dinas SDA harus memastikan titik mana yang bisa dibebaskan karena betul-betul rawan banjir untuk diselesaikan, juga mana titik yang beberapa tahun ini tidak bisa diselesaikan. “Karena saya melihat pengendalian banjir di Jakarta ini setengah-setengah. Normalisasi tidak ada, pembebasan lahan tidak jalan,” kata Nova.
Hal itu disarankan keduanya karena waktu tahun anggaran 2020 sudah kurang dua bulan lagi. “Coba dianggarkan yang realistis. Perencanaan untuk yang sudah siap dibayarkan,” kata Nainggolan.
Lalu bagaimana dengan lahan yang belum dibebaskan pada 2020? Menurut Nainggolan, itu nanti akan bisa dianggarkan kembali melalui APBD DKI Jakarta 2021.
Nirwono Joga, peneliti Pusat Studi Perkotaan Universitas Trisakti menegaskan, untuk pembebasan lahan itu harus benat-benar transparan dan fokus pada lahan yang siap dibayarkan serta status jelas. Melihat perencanaan pembebasan lahan yang termuat dalam perencanaan penggunaan dana PEN, ia melihat Dinas SDA cenderung membebaskan lahan di area yang mudah untuk di lapangan.
Akibatnya, pembebasan dilakukan sporadis dan tidak menyeluruh. "Itu akan percuma karena Kementrian PUPR tidak akan bisa melakukan pembenahan kalau hanya sepetak-sepetak. Secara teknis akan susah," kata dia.
Nirwono melihat karena anggaran pembebasan lahan berasal dari PEN, maka Kementrian PUPR memiliki wewenang untuk menentukan. Dari empat kali yang menjadi target normalisasi sesuai kesepakatan antara Pemprov DKI dengan Kementrian PUPR dan Bank Dunia pada 2012 lalu, yaitu Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter, kali mana yang harus dituntaskan dulu.
Dalam pandangan Nirwono, karena yang sudah berjalan adalah Ciliwung maka sebaiknya Ciliwung dituntaskan dulu supaya terwujud normalisasi pada satu kali hingga tuntas.
"Karena dana dan waktu yang terbatas, sebaiknya Dinas SDA fokus membebaskan lahan di satu kali dulu. Dalam hal ini Ciliwung. Kementrian, bisa menentukan itu dan mengawal," jelasnya.
Kemudian DPRD, jelas Nirwono, bisa memberikan dukungannya dengan cara fokus pada satu kali dan menyetujui kebutuhan anggaran bagi pembebasan lahan untuk di satu kali dulu.
Di luar pembebasan lahan dan normalisasi, sebaiknya dewan mencoret program yang tidak memiliki dampak bagi pengendalian banjir. Itu misalnya pembuatan sumur vertikal.