Muktamar Jadi Momentum Kebangkitan PPP
Selain memilih ketua umum definitif, muktamar PPP akhir tahun 2020, diharapkan menjadi momentum partai untuk bangkit dan memperbaiki diri. Strategi tepat diperlukan agar perolehan suara PPP membaik di Pemilu 2024.
JAKARTA, KOMPAS – Dua bulan menjelang Muktamar IX Partai Persatuan Pembangunan, sejumlah nama tokoh mulai muncul di bursa calon Ketua Umum PPP. Nama-nama tokoh di luar PPP seperti Sandiaga Uno, Khofifah Indar Parawansa, dan Saifullah Yusuf. Mereka muncul bersanding dengan kader internal PPP, seperti Pelaksana Tugas Ketum PPP Suharso Monoarfa dan kader senior Akhmad Muqowam.
Selain memilih Ketum definitif, muktamar kali ini diharapkan menjadi momentum partai untuk bangkit dan memperbaiki diri. Strategi tepat diperlukan agar PPP kembali membaik di Pemilu 2024.
Wakil Ketua Umum PPP Arwani Thomafi, saat dihubungi Senin (26/10/2020), mengatakan, Muktamar PPP rencananya dilakukan 19-21 Desember 2020 di Makassar, Sulawesi Selatan. Sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan partai, muktamar akan membahas isu krusial soal masa depan partai.
“Kami akan mencari format dan strategi PPP lima tahun ke depan. Tentu yang dicari, dan yang menjadi harapan peserta muktamar ialah format PPP yang mampu keluar dari krisis,” katanya.
Diakui Arwani, PPP dalam Pemilu 2019 mendapatkan suara yang minimalis. Kondisi itu tentu menjadi evaluasi bersama yang penting untuk dibahas di dalam muktamar. Para kader dan simpatisan partai, serta seluruh masyarakat, lanjutnya, sejauh ini sangat peduli kepada PPP agar mampu keluar dari krisis.
“Jadi yang dibutuhkan adalah bagaimana mencari pemikiran-pemikiran segar. Bagaimana merumuskan langkah-langkah taktis dan strategis menyelamatkan PPP di Pemilu 2024,” ujarnya.
Adapun di Pemilu 2019, PPP mendapat hanya 4,52 persen suara sah (6,3 juta suara), terpaut tipis dari ambang batas parlemen 4 persen. Dengan raihan suara tersebut, PPP mendapat 19 kursi dari 575 kursi DPR RI. Adapun, di Pemilu 2014, PPP masih meraih 6,53 persen, serta meraih 39 kursi dari 560 kursi DPR RI.
Munculnya nama-nama tokoh di dalam bursa calon Ketum PPP, menurut Arwani, adalah bentuk apresiasi dan harapan kader kepada mereka untuk turut serta membangun PPP. Terhadap tokoh-tokoh tersebut, peserta muktamar yang akan menentukan. Dalam kondisi krisis, yang dibutuhkan PPP adalah sosok yang bisa menjawab problem yang dihadapi oleh masyarakat, sehingga PPP betul-betul hadir di tengah masyarakat, dan akhirnya mendapatkan simpati.
Baca juga: Tantangan PPP Merawat Basis Massa
“Aspirasi masyarakat, apalagi kalau itu surat dari DPC dan DPW, yang notabene mereka memiliki hak suara di muktamar, tentu harus diapresiasi. Soal nama-nama itu, nantinya dikembalikan ke muktamirin. Kader dan masyarakat juga harus kita hormati pendapatnya mengenai PPP. Kami juga akan mengundang kiai, tokoh, untuk memberi sumbang saran kepada PPP di muktamar,” katanya.
Lebih jauh, Muktamar PPP kali ini tidak hanya mengenai siapa yang akan menjadi ketum definitif, melainkan tentang arah dan masa depan partai. Sebagai partai dengan akar historis yang kuat, menurut Arwani, PPP harus pula merujuk kembali kepada sejarah keberadaan partai sebagai hasil dari fusi berbagai partai dan kelompok Islam ketika itu. Ke depan, akar sejarah itu menjadi bekal dalam menentukan wajah baru PPP yang adaptif dalam menjawab tantangan zaman, tetapi tanpa harus kehilangan identitasnya.
Baca juga: Tabir Persaingan Calon Ketua Umum PPP Mulai Terbuka
“Tentu semua berkeinginan PPP bisa kembali sukses seperti dua pemilu pertama di era Reformasi. Ketika itu, PPP berhasil masuk menjadi 3 besar. Kami memiliki sejarah itu, dan dibutuhkan kerja keras, dan soliditas, serta komitmen kuat dari pengurus, elite partai, serta semua kader untuk menjaga mesin partai ini betul-betul bisa bergerak bersama rakyat,” ujarnya.
Usulan kader
Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani mengatakan, sejumlah nama, mulai dari Sandiaga, Khofifah, Saifulah (Gus Ipul), Suharso, dan Muqowam, berasal dari usulan kader, baik dari tingkat kota/kabupaten, maupun wilayah atau provinsi. PPP membuka ruang demokrasi seluas-luasnya bagi kader untuk mengajukan usulan. Langkah itu bahkan didahului dengan sikap Plt Ketum PPP Suharso Monoarfa yang mendeklarasikan diri untuk maju sebagai calon Ketum PPP.
Jumat, akhir pekan lalu, saat memimpin rapat dengan DPW PPP Jawa Barat, di Bogor, Suharso mendeklarasikan dirinya maju sebagai calon Ketum PPP definitif dalam muktamar. Sejak Romahurmuziy ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Maret 2019, Suharso menjabat Plt Ketum PPP.
“Kita harus punya energi dan kalori untuk Pemilu 2024. Sementara Pilkada 2020 harus menjadi ajang sinergitas kekuatan kader. Semoga dengan begitu PPP dapat kembali berjaya dan Insya Allah mengantongi suara pada Pemilu 2024 dengan jumlah suara yang melampaui jauh dari ambang batas parlemen,” kata Suharso dalam keterangannya.
Arsul mengatakan, langkah Suharso itu merupakan bentuk dorongan untuk membuka ruang demokrasi dalam Muktamar IX PPP. Oleh karena itu, sejumlah nama pun mulai mengemuka sebagai hasil dari usulan dan suara kader dari berbagai daerah. Munculnya nama-nama itu sah-sah saja, dan dipandang sebagai mekanisme demokrasi yang sehat.
“PPP ini terbuka kepada siapa saja, baik tokoh, dan kaum milenial kita buka untuk masuk. Tetapi harus diingatkan juga kalau PPP ini ketika didirikan pondasinya ialah partai kader. Karena itu di Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) diatur untuk dapat menjadi Ketum PPP, seseorang itu harus pernah menjadi pengurus di level DPP PPP, atau pernah menjadi ketua wilayah satu periode,” katanya.
Menurut Arsul, ketentuan itu hanya berlaku untuk calon ketum. Adapun untuk posisi lain, seperti Ketua DPP, Sekjen, bahkan Wakil Ketum PPP, tidak disyaratkan hal yang sama. Ketentuan itu, menurut Arsul, menegaskan jati diri PPP sebagai partai kader.
“Bukan siapa saja pokoknya punya modal kuat bisa menjadi pemimpin PPP, bukan begitu. Tetapi, PPP juga terbuka. Sekalipun tidak menjadi ketum, mereka bisa menjadi waketum, sekjen, dan menduduki posisi lain. Jadi, pondasi partai jangan diubah untuk kepentingan praktis,” ungkapnya.
Munculnya nama-nama tokoh di luar PPP, seperti Sandiaga, Khofifah, dan Gus Ipul, menurut Arsul, adalah usulan yang baik. Kemungkinan bergabungnya tokoh-tokoh populer ke dalam partai juga disambut positif. Namun, hal itu bergantung kepada masing-masing tokoh tersebut.
“Sandi belum ditanya, Bu Khofifah juga belum, dan Gus Ipul juga. Ini kan baru usulan dalam ruang demokrasi yang terbuka,” ujarnya.
Kader partai, seperti Suharso dan Muqowam juga diusulkan oleh daerah. Suharso sendiri, menurut Arsul, dinilai mampu menjaga stabilitas partai pascatertangkapnya Romahurmuziy. Suharso memiliki legitimasi kuat di internal. Capaian suara PPP di Pemilu 2019 lebih tinggi daripada hasil Pemilu 2009. Hanya saja, lanjut Arsul, karena ada perbedaan mekanisme penghitungan suara maka banyak kursi PPP hilang.
Perbaikan partai
Dihubungi terpisah, Akhmad Muqowam mengatakan, penyebutan dan pengusulan namanya tidak terlepas dari pentingnya silaturahmi dan konsolidasi dengan kader partai. Ia berharap muktamar mendatang menjadikan situasi hari ini dan masa lalu yang dihadapi PPP sebagai masukan jika PPP ingin tetap eksis di dalam percaturan politik Indonesia.
“Beberapa aspek harus dibenahi, antara lain muktamar harus diletakkan sebagai kerangka ikhtiar kolektif, obyektif, dan jauh dari kepentingan pragmatik materialistik. Muktamar harus didasarkan pada aturan yang benar, agar tidak menyisakan persoalan hukum maupun persoalan sosial politik,” katanya.
Muqowam berharap muktamar mampu mensublimasi motivasi dan kekuatan historis-fusional menjadi kekuatan efektif PPP. “Jangan pernah lupakan unsur fusi PPP selama PPP masih ada. Penghormatan terhadap unsur fusi PPP tahun 1973 yaitu NU, MI, Perti dan SI harus dilakukan, itu fakta sejarah. Pengurus sekarang dan yang akan datang harus mampu mengaktualisasi motivasi fusi tersebut ke dalam PPP,” katanya.
Termasuk dalam pemilihan Ketum PPP, menurut Muqowam, harus disesuaikan dengan tuntutan dan dinamika internal PPP. “Kita berharap semoga steering committee (komisi pengarah) Muktamar mampu mengkonversi nilai-nilai lama yang baik kedalam pengelolaan PPP di masa kini dan masa mendatang,” ujarnya.