Mimpi Indonesia meraih gelar juara pertama di kejuaraan beregu Piala Asia Catur gagal. Dalam final Piala Asia Catur Daring 2020, Minggu (25/10/2020), tim putri Merah-Putih kalah telak 2-6 (1-3, 1-3) dari putri India.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Mimpi Indonesia meraih gelar juara pertama di kejuaraan beregu Piala Asia Catur gagal. Dalam final Piala Asia Catur Daring 2020, Minggu (25/10/2020), tim putri Merah-Putih kalah telak 2-6 (1-3, 1-3) dari putri India. Kegagalan itu menjadi cermin bahwa dunia catur Indonesia masih tertinggal jauh di bawah Negeri Anak Benua tersebut.
"Anak-anak sudah berjuang habis-habisan. Tapi, memang sulit untuk menang. Indonesia memang kalah kelas dari India. Kita sudah puas mereka bisa melebihi target ke perempat final, dengan masuk final kali ini," ujar Ketua Umum PB Persatuan Catur Seluruh Indonesia disampaikan oleh Kepala Bidang Pembinaan Prestasi Kristianus Liem seusai laga.
Dengan kekalahan itu, tim putri Indonesia praktis hanya memperbaiki prestasi di kejuaraan dua tahunan tersebut. Sebelum meraih perak kejuaraan yang kali ini hanya memperlombakan catur cepat itu, prestasi terbaik Srikandi Indonesia hanya pernah meraih perunggu catur kilat dalam ajang edisi ke-17 di Zaozhuang, China, 2012 silam.
Namun, Indonesia harus kembali berpuasa juara kejuaraan tersebut. Sejauh ini, prestasi terbaik Indonesia diraih tim putra yang merengkuh dua perak catur klasik, yakni pada 1987 dan 1989, serta lima perunggu catur klasik, yakni pada 1974, 1977, 1979, 1986, dan 1991.
Mungkin teman-teman belum terbiasa mencapai partai seperti ini. Jadi, permainannya agak anti klimaks. Sedangkan India memang punya banyak pengalaman dan sering berada di partai puncak seperti ini sehingga mental mereka sudah teruji.
"Mungkin teman-teman belum terbiasa mencapai partai seperti ini. Jadi, permainannya agak anti klimaks. Sedangkan India memang punya banyak pengalaman dan sering berada di partai puncak seperti ini sehingga mental mereka sudah teruji. Tapi, saya yakin kalau dapat kesempatan seperti ini lagi, tim ini bisa lebih baik," terang IM/WGM Irene Kharisma Sukandar.
Beda kelas
Kristianus mengatakan, secara keseluruhan, kekalahan itu menunjukkan beda kelas pecatur Indonesia dan India. Selain Irene, semua anggota tim putri Indonesia kalah teliti dan ulet dibanding India.
Itu tergambar dalam laga pertama antara pecatur papan kedua Indonesia IM/WGM Medina Warda Aulia dan pecatur India IM/WGM Rout Padmini. Hal itu pun tampak pada laga pertama papan ketiga antara pecatur Indonesia WIM Chelsie Monica Ignesias Sihite dan pecatur India WGM PV Nandhidhaa.
Medina terlihat kurang teliti dibandingkan Padmini. Sejatinya, dia sudah unggul kualitas dan waktu sekitar empat menit dari 15 menit waktu yang ada atas Padmini. Akan tetapi, dia terlalu terpaku dengan strategi yang telah disiapkannya.
Medina tidak mencoba mengevaluasi lagi langkah-langkah yang telah direncanakannya. Itu akhirnya menjadi blunder. Pada langkah ke-29, dia justru menggerakan gajah ke G5. Langkah itu membuat lawan bisa melakukan serangan balik terus menerus.
Puncaknya, Medina kehilangan banyak materi sehingga membuat lawan berbalik unggul. Sebelum menyerah di langkah ke-44, dia hanya menyisakan perwira berupa satu menteri, satu benteng, dan satu gajah. Sedangkan Padmini, selain unggul jumlah pion, dirinya masih memiliki dua benteng dan dua kuda.
Posisi itu membuat Medina sudah tidak mungkin keluar dari tekanan. "Walaupun sudah menyiapkan strategi, harusnya Medina lebih sabar dan teliti untuk mengkalkuasi ulang setiap langkahnya. Sebab, kadang, apa yang telah disiapkan itu tidak sepenuhnya akurat, ada melesetnya juga," kata Kristianus.
Kurang ulet
Dari laga Chelsie dan Nandhidhaa, tergambar bahwa pecatur Indonesia kurang ulet dibanding India. Sejak langkah ke-18, Chelsie memang sudah diserang terus menerus dan terlihat tertekan. Namun, dia justru tidak berusaha untuk membuat lawan kesulitan atau tidak bisa menang mudah.
Pada langkah ke-33, Chelsie sempat diskak oleh lawan dengan menteri E5. Akan tetapi, dia tidak berusaha untuk memberikan perlawanan sengit. Dirinya jsutru menggerakan raja ke A8 yang membuat pertahanannya kian terbuka dan tidak bisa lagi bergerak. Puncaknya, dirinya kena skakmat di langkah ke-38.
Andai lebih ulet, Chelsie seharusnya mencegat lawan dengan menggerakan menteri ke C7. Dengan begitu, lawan tidak bisa menang mudah dan harus berpikir lebih keras.
"Kalau bisa mendesak lawan untuk terus berpikir keras, Chelsie setidaknya bisa berharap waktu lawan terkuras. Kalau waktu mepet, pecatur biasanya melakukan kesalahan. Dari itu, kita bisa berharap minimal dapat remis," tutur Kristianus.
India naik daun
Adapun dunia catur India memang tengah naik daun. Selain emas yang diraih tim putrinya, tim putra India berhasil meraih perak Piala Asia Catur setelah kalah 3,5-4,5 (1,5-2,5, 2-2) dari Australia. Sebelum kejuaraan itu, tim campuran India menjadi juara bersama Rusia dalam Olimpiade Catur Daring 2020 pada Juli-Agustus kemarin.
Menurut Kristianus, kunci keberhasilan India adalah tingginya intensitas kejuaraan internasional yang bisa diikuti pecatur putra maupun putrinya. Paling tidak, pecatur putra dan putri India rutin mengikuti kejuaraan internasional di luar negeri dan menggelar kejuaraan level dunia di negara, sekurangnya 10 kali per tahun.
Sebaliknya, pecatur Indonesia hanya ikut kejuaraan internasional di luar negeri kalau dapat sponsor atau jelang persiapan mengikuti ajang bergengsi, seperti SEA Games. Kondisi diperparah minimnya kejuaraan level dunia yang dilaksanakan di dalam negeri, yakni hanya ada satu dalam setahun.
"Dengan cara itu, India banyak melahirkan pecatur-pecatur kuat, terutama bergelar GM. Itu memberikan banyak keutungan di mana mereka bisa saling berdiskusi dan punya sparing kuat untuk latihan rutin," ujarnya.
Di sisi lain, pecatur India dikenal punya jiwa profesional tinggi. Mereka tidak segan pergi secara mandiri untuk mengikuti kejuaraan internasional di luar negeri. Dari permainannya, mereka diyakini pula rajin belajar untuk mengulas sejumlah masalah usai pertandingan sehingga wawasan variasi strategi mereka sangat kaya.
"Kalau kita, mungkin hanya Irene yang sudah punya jiwa profesionalisme. Kalau yang lain, untuk mengulas masalah saja, mereka harus diarahin. Padahal, jadi pecatur itu harus rajin memperkaya diri dengan beragam masalah agar muncul automatisasi variasi strategi saat menemukan hambatan dalam pertandingan," ungkap Kristianus.
Pasca mengikuti Piala Asia Catur, PB Percasi berencana mengikuti kompetisi perseorangan Kejuaraan Dunia Kadet/Remaja 2020 pada November-Desember mendatang. Kemungkinan, pecatur muda CM Aditya Bagus Arfan dan pecatur putri WFM Samantha Edithso akan berpartisipasi dalam ajang tahunan tersebut.
Samantha pernah merengkuh juara catur klasik KU-10 Kejuaraan Dunia Kadet 2018 di Spanyol. "Untuk prestasi pecatur muda, kita tidak kalah dengan negara kuat karena memang pola pembinaannya masih sama. Tapi, setelah beranjak dewasa, kita mulai terlihat tertinggal karena pembinaan kita berkala sedangkan mereka tidak pernah putus," pungkas Kristianus.