Islam Nusantara Diharapkan Ikut Beri Solusi Perdamaian Dunia
›
Islam Nusantara Diharapkan...
Iklan
Islam Nusantara Diharapkan Ikut Beri Solusi Perdamaian Dunia
Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia meluncurkan Jurnal Internasional bertajuk ”Islam Nusantara and The Challenge of World Peace”. Jurnal ini mengajarkan Islam yang menghargai budaya.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Islam Nusantara sebagai cara pandang atau tipologi pemahaman Islam yang menghargai dan berkembang harmonis dengan budaya diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi perdamaian dunia. Upaya untuk mendorong pengembangan Islam Nusantara itu, antara lain, dilakukan melalui karya tulis dan akademis yang diterbitkan di dalam jurnal internasional.
Fakultas Islam Nusantara Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta meluncurkan Jurnal Internasional Islam Nusantara secara daring, Selasa (27/10/2020) malam. Acara peluncuran dihadiri oleh akademisi Muslim dari dalam dan luar negeri, seperti dari Iran, Maroko, dan Jerman. Jurnal terbitan pertama itu bertajuk ”Islam Nusantara and The Challenge of World Peace”. Acara peluncuran dihadiri secara daring oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj.
Said dalam pidato kuncinya mengatakan, Islam Nusantara bukanlah madzhba, sekte, atau agama baru. Islam Nusantara adalah tipologi dari cara pandang Islam yang harmonis dan selaras dengan budaya. Artinya, pengajaran Islam disesuaikan dengan konteks budaya Nusantara atau Indonesia. Salah satu bentuknya ialah penggunaan budaya sebagai infrastruktur dalam penyebaran Islam di Indonesia. Lokalitas menjadi salah satu kunci dalam penyebaran Islam di Indonesia, sebagaimana dilakukan oleh Walisongo (sembilan wali).
”Islam Nusantara merupakan kelebihan yang kita banggakan, yang kita idam-idamkan, yaitu Islam yang harmonis dengan budaya, Islam yang harmonis dengan tradisi, dan berbagai budaya yang ada di Nusantara. Kesuksesan dakwah Walisongo di Nusantara ini karena Walisongo dan ulama selalu berupaya keras agar teologi dan akidah yang bersifat ilahiah agar harmonis dengan kehidupan profan. Itulah Walisongo, ulama, dan NU,” ujarnya.
Islam Nusantara merupakan kelebihan yang kita banggakan, yang kita idam-idamkan, yaitu Islam yang harmonis dengan budaya, Islam yang harmonis dengan tradisi, dan berbagai budaya yang ada di Nusantara. Kesuksesan dakwah Walisongo di Nusantara ini karena Walisongo dan ulama selalu berupaya keras agar teologi dan akidah yang bersifat ilahiah agar harmonis dengan kehidupan profan. Itulah Walisongo, ulama, dan NU.
Karakter Islam yang harmonis dengan budaya itu, menurut Said, menjadi landasan bagi cara berpikir ulama NU yang tidak lagi mempertentangkan antara cinta Tanah Air (nasionalisme) dan keislaman. Ajaran KH Hasyim Asy’ari, yakni hubbul wathan minal iman, cinta Tanah Air adalah bagian dari iman, menunjukkan hilangnya pertentangan antara kebangsaan dan keislaman itu. Sebab, setiap warga bangsa tidak hanya harus beriman, tetapi ia juga harus mencintai Tanah Air-nya.
Said mengatakan, dengan dasar pemahaman itu, Indonesia telah tuntas dalam persoalan kesukuan, dan tidak lagi mempertentangkan antara keislaman dan keindonesiaan. Kondisi ini berbeda, misalnya, jika dibandingkan dengan kondisi yang ditemui di Timur Tengah. Di sejumlah negara di Timteng kerap ditemui pertentangan yang dilandasi perbedaan suku, dan perang saudara karena urusan kebangsaan dan keislaman itu dinilai belum tuntas. Sebagai contohnya, perang berkepanjangan di Libya, Afghanistan, dan Irak, serta pertentangan berbagai negara lain, seperti Lebanon, antara lain dipicu oleh belum tuntasnya persoalan mengenai kebangsaan dan keislaman. Said berharap, Islam Nusantara dapat menjadi kiblat peradaban bagi dunia Islam secara luas.
”Dalam setiap pertemuan dengan tamu dan ulama internasional dari Arab Saudi, Mesir, Maroko, dan negara-negara lain, termasuk ketika berkunjung ke Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, selalu saya sampaikan Islam Nusantara ini. Harapannya agar konsep Islam Nusantara ini dapat dicontoh atau diikuti oleh negara-negara lain sehingga bisa menjadi salah satu solusi bagi perdamaian dunia,” katanya.
Dalam setiap pertemuan dengan tamu dan ulama internasional dari Arab Saudi, Mesir, Maroko, dan negara-negara lain, termasuk ketika berkunjung ke Korea Selatan, Taiwan, Hong Kong, selalu saya sampaikan Islam Nusantara ini. Harapannya agar konsep Islam Nusantara ini dapat dicontoh atau diikuti oleh negara-negara lain sehingga bisa menjadi salah satu solusi bagi perdamaian dunia.
Pemimpin Redaksi Jurnal Internasional Islam Nusantara Achmad Suaedy mengatakan, Islam Nusantara bukan instrumen, apalagi sarana politik. Sebagai sebuah pola pandang pemahaman dan pengajaran Islam, Islam Nusantara memberikan perspektif damai dan terbuka pada siapa pun.
”Kami membuka potensi sebagai ahlussunnah waljaamah yang hidup di Nusantara, mengembangkan sikap kritis termasuk pada diri sendiri, dan tidak hanya pada orang lain,” katanya.
Achmad mengatakan, jurnal yang diluncurkan itu berisikan tulisan dan kajian ilmiah dari berbagai ahli dari dalam dan luar negeri. Beberapa topik terkait keislaman dibahas berkaitan dengan kehidupan manusia dan kebangsaan yang relevan, seperti sejarah Islam, isu imigran, hingga perdagangan manusia.
Rektor Unusia Maksoem Machfudz mengatakan, perdamaian dunia memerlukan dialog yang intensif. Dalam konteks itu, dialog dapat dilakukan melalui jurnal ilmu pengetahuan atau jurnal akademis. Terbitnya Jurnal Islam Nusantara diharapkan dapat menjawab rekomendasi dari pertemuan ulama-ulama sedunia di Jakarta beberapa tahun lalu, yang, antara lain, menyepakati pemahaman dan pengajaran Islam yang damai adalah pengajaran Islam yang sejati atau benar.