Kemenkumham Didorong Benahi Regulasi Parpol
KPK merekomendasikan sejumlah perbaikan di tubuh parpol, seperti kode etik, sistem kaderisasi, sistem pendanaan parpol dengan dana publik, sistem perekrutan anggota parpol, serta penguatan demokratisasi internal.
JAKARTA, KOMPAS — Pembenahan kelembagaan partai politik mendesak dilakukan untuk menciptakan pemimpin daerah ataupun nasional yang berintegritas dan antikorupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi mendorong agar ada revisi Undang-Undang Partai Politik. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia didorong untuk aktif berinisiatif dalam pembenahan regulasi parpol.
Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron, dalam webinar ”Membangun Integritas Parpol Menuju Pilkada yang Aspiratif dan Demokratis”, Selasa (27/10/2020), mengungkapkan parpol adalah pilar terpenting dalam negara demokrasi. Calon pemimpin daerah hingga presiden dan wakil presiden mayoritas adalah kader yang diusung parpol.
Namun, dalam praktiknya, para pemimpin yang berasal dari parpol itu belum sepenuhnya berintegritas. Data KPK menunjukkan, 25 gubernur dari total 34 provinsi hasil pemilihan kepala daerah langsung tersangkut kasus korupsi, baik ditetapkan sebagai tersangka maupun sebatas berperan sebagai saksi. Bupati dan wali kota juga banyak yang tersangkut kasus korupsi meski Nurul tidak menyebutkan angka pastinya.
Adapun temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang 2010-2019, terdapat setidaknya 294 kepala daerah yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Jumlah itu masih mungkin bertambah karena data ICW didasarkan analisis pemberitaan media terhadap kasus yang ditangani KPK, kejaksaan, dan kepolisian.
Baca juga : Parpol dan Sistem Pemilu
Hasil penelusuran KPK, para kepala daerah itu terlibat kasus korupsi karena biaya pilkada yang mahal, baik mahar politik kepada parpol maupun biaya elektoral. Mereka pun akhirnya mengumpulkan dana dari sumber ilegal, seperti para pengusaha atau cukong. Saat menjabat, akhirnya mereka harus mengembalikan uang tersebut. Jika kasus terjadi pada petahana, tak jarang mereka melakukan korupsi untuk keperluan pemenangan pilkada.
”Sistem kelembagaan parpol belum membentuk iklim yang mengakui dan menghargai integritas calon pemimpin. Tingginya biaya politik, sistem kaderisasi yang tidak berjalan membuat KPK berkesimpulan agar parpol dibenahi secara serius,” kata Nurul.
Selain Nurul, pembicara lain yang hadir dalam webinar itu adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Satya Arinanto, Direktur Tata Negara Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Baroto, anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, dan Pelaksana Harian Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham Cahyo R Muzhar juga memberikan sambutan pembukaan dalam webinar tersebut.
Lima rekomendasi KPK terkait dengan kode etik, sistem kaderisasi, sistem pendanaan parpol dengan dana publik, sistem perekrutan anggota parpol, serta penguatan demokratisasi internal parpol.
Rekomendasi KPK
KPK merekomendasikan ada lima hal yang harus dilakukan parpol untuk bisa melahirkan calon pemimpin berintegritas. Lima hal itu adalah kode etik, sistem kaderisasi, sistem pendanaan parpol dengan dana publik, sistem perekrutan anggota parpol, serta penguatan demokratisasi internal parpol. Nurul berpendapat, selama ini karena pendanaan parpol dari negara masih kecil, akhirnya parpol menggalang dana dari sumber-sumber yang tidak diketahui transparansinya.
Para penyumbang besar dalam keuangan parpol itu pun akhirnya dapat memengaruhi keputusan penting parpol, termasuk menentukan kader yang diusung sebagai calon pemimpin. Terkadang, meskipun bukan kader parpol, dia pun tetap diajukan sebagai calon pemimpin.
”Parpol adalah aktor utama demokrasi di Indonesia. Namun, kenyataannya demokratisasi di internal parpol belum terjadi. Banyak keputusan bertumpu pada pimpinan pusat dan minim transparansi. Ini bisa memunculkan apatisme di masyarakat karena parpol tidak memberikan contoh demokratisasi yang baik,” kata Nurul.
Peran parpol yang sangat krusial kepada sistem pemerintahan inilah yang mendorong agar segera dilakukan pembenahan. Menurut Nurul, masyarakat Indonesia tidak bisa berharap pada sistem pemerintahan yang baik apabila parpol tidak berbenah. Jika dari hulunya bagus, tentu parpol dapat berkontribusi untuk melahirkan pemimpin berintegritas. Pemimpin yang dihasilkan dari proses yang baik akan menghasilkan kebijakan yang prorakyat. KPK mendorong agar parpol menaati standar etik politik yang dituangkan dalam sistem hukum.
”Ke depan, negara ini harus berpikir bagaimana agar parpol dapat memiliki marwah yang baik. Sulit membayangkan lahirnya pemimpin berintegritas jika parpol tidak dibenahi dari lima aspek tersebut. KPK juga bertugas memutus mata rantai korupsi yang tidak terhenti itu,” kata Nurul.
Masyarakat Indonesia tidak bisa berharap pada sistem pemerintahan yang baik apabila parpol tidak berbenah. Jika dari hulunya bagus, tentu parpol dapat berkontribusi untuk melahirkan pemimpin berintegritas.
Inisiatif dari eksekutif
Titi Anggraini menambahkan, parpol adalah saluran utama pencalonan dalam pemilihan pemimpin di Indonesia, terutama pilkada. Munculnya banyak masalah dalam pilkada di Indonesia, hulunya juga berada di partai politik. Problem utama dalam pilkada, misalnya, adalah lemahnya sistem kaderisasi partai politik. Karena sistem kaderisasi lemah, selama 15 tahun pilkada langsung, pilihan masyarakat terhadap calon pemimpin daerah pun semakin terbatas.
Baca juga : Parpol dan Pendidikan Politik
Pragmatisme politik semakin dominan sehingga muncul dinasti politik, calon tunggal, dan sebagainya. Titi menilai parpol belum memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Akuntabilitas dana politik, misalnya, masih sangat buruk, sekadar formalitas, dan bukan laporan yang substantif. Sayangnya, penegakan hukum pilkada pun dinilai belum berkeadilan. Masih ada tumpang tindih pengaturan sehingga aturan tidak bisa dieksekusi di lapangan.
”Jika ingin pilkada berintegritas, wujudkan dulu parpol yang demokratis. Oleh karena itu, UU Pemilu dan UU Parpol mendesak direvisi. Keduanya tidak bisa dilepaskan dan harus seiring sejalan. Sebab, kontestan di pemilu adalah parpol,” kata Titi.
Jika problem kelembagaan parpol dibenahi, masalah berulang yang terjadi dalam pilkada pun pasti bisa diperbaiki.
Titi pun berharap, eksekutif sebagai pihak yang lebih independen dapat berinisiatif dalam revisi UU Parpol dan UU Pemilu tersebut. Kemenkumham, dalam hal ini Ditjen Administrasi Hukum Umum, diminta lebih aktif dalam legislasi pembenahan kelembagaan parpol. Apalagi, dalam sistem legislasi di Indonesia, eksekutif memiliki kewenangan yang besar untuk berinisiatif mengajukan rancangan undang-undang. Komitmen untuk membenahi sistem demokrasi di Indonesia harus dimulai dengan membenahi persoalan di hulu, yaitu parpol. Usulan pembenahan parpol pun sudah banyak dibahas dalam berbagai kajian, termasuk kajian KPK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurut Titi, jika problem kelembagaan parpol dibenahi, masalah berulang yang terjadi dalam pilkada pun pasti bisa diperbaiki. Misalnya, praktik mahar politik dan pencalonan transaksional, hingga minimnya alternatif pilihan pemimpin, baik itu calon tunggal maupun dinasti politik.
Selain membenahi aspek hukum, perbaikan sistem demokrasi di Indonesia juga bisa dilakukan dengan terus-menerus mengedukasi masyarakat. Masyarakat yang kian cerdas dan melek politik pasti akan semakin menuntut performa parpol yang lebih baik. Namun, kesadaran masyarakat ini juga harus ditopang oleh sistem hukum yang kuat melalui UU Pemilu dan UU Parpol.
”Untuk mencegah mahar politik dan politik transaksional, misalnya, sudah ada resep yang ditawarkan LIPI dan KPK, yaitu penguatan dana negara untuk parpol,” terang Titi.
Sementara Baroto mengatakan, pembenahan parpol untuk memperbaiki demokrasi di Indonesia sangatlah penting. Apabila pelembagaan parpol dibenahi, masalah klasik dalam pilkada diyakini dapat dihindari. Oleh karena itu, Ditjen Administrasi Hukum Umum sepakat, ke depan harus ada penguatan kelembagaan parpol.
”Bagaimana agar ke depan kelembagaan parpol dapat berfungsi dengan baik, itu sudah menjadi agenda kami,” kata Baroto.