Penolakan UU Cipta Kerja Berlanjut di Jatim, Pekerja Desak Pembahasan Upah 2021
›
Penolakan UU Cipta Kerja...
Iklan
Penolakan UU Cipta Kerja Berlanjut di Jatim, Pekerja Desak Pembahasan Upah 2021
Ribuan pekerja di Jawa Timur kembali turun ke jalan, Selasa (27/10/2020). Mereka menolak RUU Cipta Kerja dan mendesak pemerintah provinsi beserta pemerintah kabupaten dan kota menetapkan upah minimum.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Ribuan pekerja dari sejumlah daerah di Jawa Timur kembali turun ke jalan, Selasa (27/10/2020). Mereka menolak Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja dan mendesak pemerintah provinsi beserta pemerintah kabupaten dan kota segera membahas penentuan upah minimum regional 2021.
Berdasarkan pantauan Kompas di Sidoarjo, ribuan pekerja dari berbagai serikat pekerja berkumpul sejak pagi di sejumlah titik kumpul, seperti Puri Surya Jaya, Berbek Industri, dan kawasan Sepanjang. Selanjutnya, para pekerja bergerak bersama menuju titik kumpul di Bundaran Waru.
Dari Bundaran Waru, mereka bergerak bersama menuju Kantor Gubernur Jatim. Para buruh dari Sidoarjo itu kemudian bergabung dengan pekerja dari Kota dan Kabupaten Pasuruan serta Kabupaten Gresik. Rombongan pengunjuk rasa dari Pasuruan sebagian besar menggunakan bus dan kendaraan roda empat lainnya.
Koordinator aksi pekerja Sidoarjo, Choirul Anam, mengatakan, berbeda dengan unjuk rasa sebelumnya, kali ini pekerja menyampaikan sejumlah tuntutan. Selain tetap menolak RUU Cipta Kerja dan mendesak Presiden Joko Widodo membatalkannya dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu), pekerja juga tak sependapat dengan Permenaker Nomor 18 Tahun 2020 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
”Terjadi penurunan kualitas pada komponen kebutuhan hidup layak dalam Permenaker 18. Catatan serikat pekerja, ada 13 item yang mengalami penurunan kualitas,” ujar Choirul Anam.
Selain dua hal tersebut, pengunjuk rasa juga mendesak Gubernur Jatim segera menetapkan upah minimum provinsi (UMP), upah minimum kabupaten/kota (UMK), dan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) tahun 2021. Seharusnya, upah tersebut sudah ditetapkan pada 1 November.
Anam mengatakan, berdasarkan perhitungan KHL yang dilakukan oleh serikat pekerja, UMP Jatim 2021 seharusnya ditetapkan Rp 2,5 juta. Nilai itu juga untuk mencegah terjadinya disparitas upah yang tinggi antara daerah di ring satu dan daerah di pinggiran. Saat ini UMP terendah di Jatim Rp 1,7 juta, sedangkan UMK tertinggi, yakni di Surabaya, Rp 4,2 juta per pekerja per bulan.
Berdasarkan perhitungan KHL yang dilakukan oleh serikat pekerja, UMP Jatim 2021 seharusnya ditetapkan Rp 2,5 juta. (Choirul Anam)
”Pekerja juga menuntut kenaikan UMK 2021 sebesar Rp 600.000 dengan memasukkan komponen kebutuhan protokol kesehatan,” kata Choirul Anam.
Mengutip surat pemberitahuan unjuk rasa dari Aliansi Gabungan Buruh, ada 15.000 pekerja yang turun ke jalan. Mereka berasal dari 16 organisasi atau serikat pekerja seluruh Jatim.
Aksi kali ini merupakan lanjutan dari unjuk rasa menyuarakan aspirasi pekerja pada 8 Oktober dan tindak lanjut pertemuan dengan Menko Polhukam pada 14 Oktober di Jakarta.
Juru bicara Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Jatim, Jazuli, mengatakan, ada lima tuntutan yang disampaikan oleh massa pekerja kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Kelima tuntutan itu adalah tolak UU Cipta Kerja, tolak Permenaker No 18/2020, dan segera tetapkan UMP Jatim sebesar Rp 2,5 juta.
”Kemudian, naikkan UMK 2021. Tetapkan UMK dan UMSK secara bersamaan pada saat penetapan UMK,” ucap Jazuli.
Munfarizd (42), salah satu pekerja di Sidoarjo, mengatakan, program bantuan stimulus untuk buruh yang digulirkan pemerintah belum merata dan tidak tepat sasaran. Bantuan itu menyasar pekerja formal yang sudah terdaftar di BPJS. Padahal, pekerja formal yang belum terdaftar di BPJS jauh lebih membutuhkan karena penghasilan mereka tidak menentu. Contohnya pekerja paruh waktu di pabrik dan pekerja pergudangan.
Oleh karena itu, pihaknya berharap pemerintah memperbaiki mekanisme penyaluran bantuan karena pekerja sangat membutuhkan di masa pandemi seperti ini. Di Sidoarjo juga ada bansos untuk pekerja, tetapi bantuan dalam bentuk tunai Rp 600.000 itu hanya diberikan kepada pekerja yang beridentitas Sidoarjo yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja.
Menanggapi keinginan pekerja agar pemda segera membahas UMK 2021, Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono mengatakan, pihaknya masih menunggu ketentuan dari pemerintah pusat dan Pemprov Jatim. Pihaknya mengakui telah menerima aspirasi dari pekerja, tetapi untuk menindaklanjutinya menunggu kebijakan pemerintah pusat.
Hudiyono mengatakan, pemerintah pusat menilai, UU Cipta Kerja merupakan sebuah terobosan yang mampu mereformasi ekonomi sehingga diyakini melahirkan peluang lebih baik pada tahun mendatang. Peluang-peluang itulah yang akan memulihkan ekonomi nasional, bahkan ekonomi global yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.