Pertarungan seni perang ala Sun Tzu akan tersaji di Bergamo saat Atalanta menjamu tim tamu Ajax di Liga Champions. Duel tim dengan gaya menyerang ini menjanjikan laga yang sengit.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
BERGAMO, SENIN — Sun Tzu, ahli strategi peperangan China Kuno, mewariskan filosofi seni perang, serangan adalah pertahanan terbaik. Filosofi ini diterjemahkan ke rumput hijau oleh dua ”kuda hitam” Eropa, Atalanta dan Ajax Amsterdam. Meski kualitas pemain pas-pasan, bagi mereka bermain menyerang adalah sebuah keharusan.
Kota Bergamo, markas Atalanta, akan menjadi saksi pertemuan kedua tim dengan gaya menghibur itu. Atalanta dan Ajax akan saling gempur dalam laga Grup D Liga Champions, Rabu (28/10/2020) dini hari WIB, di Stadion Gewiss.
Hujan gol berpotensi terjadi di Bergamo. Tuan rumah adalah salah satu tim tersubur di Eropa musim ini. Mereka mencatatkan rata-rata lebih dari 3 gol per laga setelah menjalani enam pertandingan di seluruh kompetisi.
Sementara itu, Ajax sedang haus gol. Mereka baru saja memecahkan rekor kemenangan terbesar Eredivisie, memukul VVV Venlo, 13-0. Kemenangan itu memperlihatkan tidak ada kata bertahan dalam kamus tim Belanda tersebut.
Gaya menyerang adalah ciri pelatih kedua tim yang sangat menjunjung tinggi filosofi menyerang. Atalanta dengan sistem 3-4-1-2 ala Gian Piero Gasperini dan Ajax dengan formasi 4-2-3-1 milik Erik ten Hag.
Meski berbeda dalam penerapannya, mereka seperti sama-sama menerjemahkan seni perang Sun Tzu. Dalam buku The Art of War, dikatakan, serangan adalah rahasia dalam pertahanan, sedangkan fungsi pertahanan adalah menyiapkan serangan. Intinya, serangan adalah kunci kemenangan. Gasperini dan Ten Hag sama-sama mengusung gaya menyerang dan mengharamkan sepak bola negatif. Musuh boleh mencetak 3 gol, selama mereka bisa menghasilkan 4 gol.
Di tengah potensi hujan gol, angin justru berpihak kepada tim tamu. Ajax dalam puncak kepercayaan diri seusai melibas Venlo dengan skor yang seperti pertandingan rugbi. ”Kami sedang lapar. Kami memaksakan hasil itu. Ini menunjukkan kami mampu meraih hasil bagus,” kata Ten Hag.
Mereka datang ke Bergamo membawa striker remaja Lassina Traore (19) yang melawan Venlo mencetak 5 gol dan 3 asis. Traore membuktikan Ajax adalah pabrik pemain muda berbakat. Bintang baru terus bermunculan meski pemain mereka tak henti dipanen klub raksasa Eropa.
Di lain sisi, tuan rumah sedang terpuruk karena filosofi menyerangnya. Skuad asuhan Gasperini dua kali takluk beruntun di Serie A, dari Sampdoria, 1-3, dan Napoli, 1-4.
Kekalahan ini menandakan ada yang salah dalam serangan mereka. ”Si Dewi” selalu mencetak mimimal 4 gol dalam 3 laga awal musim, tetapi hanya bisa mencetak 1 gol saat dua kali kalah. Tanpa hujan gol, mereka tidak bisa berbuat banyak sebab kelebihan mereka ada di serangan.
Kami sedang lapar. Kami memaksakan hasil itu. Ini menunjukkan kami mampu meraih hasil bagus.
Tren buruk, menurut Gasperini, terjadi karena kedalaman skuad yang dangkal. Kekalahan dari Sampdoria, akhir pekan lalu, diakibatkan banyaknya rotasi. Mereka mencadangkan lima pemain utama, antara lain Duvan Zapata dan Robin Gosens, untuk persiapan melawan Ajax. ”Inilah yang terjadi ketika Anda memainkan banyak pemain baru dan menyatukannya dengan cepat. Kami seperti membenturkan kepala ke tembok, tidak bisa menembus pertahanan lawan,” kata pelatih berusia 62 tahun itu.
Meski begitu, tuan rumah masih percaya diri untuk menjamu Ajax. Mereka akan tampil dengan skuad terbaik pada tengah pekan ini. Beberapa pemain bahkan sudah mendapatkan istirahat cukup di tengah jadwal padat.
Hanya gelandang senior Marten de Roon yang tidak bisa tampil karena cedera. ”Kami harus segera memperbaiki ini secepatnya. Terutama untuk bisa menciptakan peluang lagi di sepertiga akhir lapangan lawan,” ujar Gasperini.
Adu filosofi
Duel Atalanta dan Ajax nanti akan menjadi pertarungan filosofi gaya bermain kedua pelatih. Meski sama-sama menyerang, gaya bermain Gasperini dan Ten Hag sangatlah berbeda.
Gasperini yang mengandalkan 3-4-1-2, lebih banyak memfokuskan serangan di lini sayap. Mereka membuat peluang dengan mengeksploitasi jumlah pemain di satu sisi. Misalnya saat menyerang dari kanan, 4-5 pemain akan ikut membantu ke sisi tersebut.
Ketika berhasil unggul jumlah pemain di sisi tersebut, mereka akan mengeksploitasi dengan mengumpan pemain yang kosong ataupun mencari ruang yang terbuka di sisi lain. Ide utama serangan Gasperini adalah rotasi dari kiri ke kanan.
Sementara itu, Ten Hag dengan formasi modern 4-2-3-1 bermain menyerang dengan penguasaan bola dominan. Pusat serangan mereka ada di lini tengah. Pelatih yang pernah menjadi murid Josep Guardiola ini juga sering mengandalkan kombinasi umpan pendek atau kerap disebut tiki-taka.
Seperti kata Sun Tzu, pertahanan kedua tim ini juga dibuat untuk mempersiapkan serangan. Atalanta dan Ajax sama-sama menerapkan pertahanan tinggi. Mereka menekan hingga area pertahanan lawan untuk bisa merebut bola dan menyerang lagi.
Namun, lagi-lagi, pendekatan Gasperini dan Ten Hag berbeda dalam bertahan. Gasperini lebih mengutamakan pertahanan satu lawan satu, sedangkan Ten Hag menekan dengan mengepung lawan bersamaan untuk memotong jalur umpan.
Kemenangan pada laga kedua Liga Champions ini sangat penting bagi kedua tim. Ajax membutuhkan poin penuh setelah ditumbangkan Liverpool pekan lalu. Sementara itu, Atalanta juga tidak mau kehilangan poin di kandang meski memuncaki klasemen grup sementara. Apalagi, mereka akan bertemu Liverpool pada laga selanjutnya. (AP/REUTERS)