Pascavonis terdakwa Asuransi Jiwasraya, Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, penjara seumur hidup dan membayar uang pengganti Rp 16,8 triliun, korupsi pengelolaan dana investasi asuransi tersebut masih belum selesai.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) masih belum selesai. Selain masih adanya upaya hukum berupa banding, Kejaksaan Agung juga masih melakukan penyidikan terhadap tersangka lain dalam kasus ini.
Dalam putusannya, majelis hakim telah memvonis keenam terdakwa kasus tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dengan pidana penjara seumur hidup. Sementara Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, selain divonis penjara seumur hidup, juga divonis pidana uang pengganti dengan total Rp 16,8 triliun atau sama dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 16,8 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Selasa (27/10/2020), mengatakan, dalam waktu tujuh hari sejak putusan dibacakan majelis hakim, kedua pihak dapat melakukan upaya hukum, seperti banding.
”Jika terdakwa melakukan upaya hukum, seperti banding, jaksa penuntut umum akan mengikuti. Jadi perkara ini belum selesai tuntas,” kata Hari.
Jika terdakwa melakukan upaya hukum, seperti banding, maka jaksa penuntut umum akan mengikuti. Jadi perkara ini belum selesai tuntas.
Di sisi lain, saat ini penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung juga masih menyidik tersangka lain, baik perseorangan maupun perusahaan. Terdapat dua tersangka perseorangan yang masih dalam tahap penyidikan.
Mereka adalah Pieter Rasiman yang diduga mendirikan perusahaan yang terafiliasi dengan terdakwa Joko Hartono Tirto, serta Fakhri Hilmi, Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal IIA Otoritas Jasa Keuangan periode Februari 2014-Februari 2017. Selain itu, penyidik juga menetapkan 13 perusahaan manajer investasi sebagai tersangka
Sebelumnya, penyidik Kejagung juga telah menyita aset yang terkait dalam kasus tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) senilai Rp 18,4 triliun. Nilai aset sitaan yang lebih tinggi dari nilai kerugian negara tersebut dimaksudkan untuk mengantisipasi sebagian aset sitaan berupa saham yang nilainya fluktuatif.
Akan ajukan banding
Dari Sistem Informasi Pelayanan Publik Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tercatat, Hary Prasetyo, Hendrisman Rahim, Syahmirwan, dan Joko Hartono Tirto telah melakukan permohonan banding. Demikian pula Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat berencana mengajukan banding.
Menurut Hari, karena masih adanya upaya hukum tersebut, perkara ini masih akan berproses hingga akhirnya berkekuatan hukum tetap. Demikian pula terkait aset sitaan pun demikian, kecuali aset sitaan yang oleh majelis hakim diputus untuk dikembalikan.
Terhadap pihak atau masyarakat yang memiliki memiliki aset berupa polis atau rekening saham di perusahaan yang terkait dengan perusahaan yang disita penyidik, Hari memastikan bahwa aset yang disita memiliki keterkaitan dalam perkara tersebut. Di sisi lain, masyarakat atau nasabah dapat melakukan upaya hukum berupa gugatan kepada perusahaan tersebut, bukan kepada Kejagung.
”Aset atau rekening yang diblokir Kejaksaan itu karena ada kaitannya dengan perkara Asuransi Jiwasraya. Kalau tidak ada kaitan, pasti tidak diblokir,” ujar Hari.
Aset atau rekening yang diblokir Kejaksaan itu karena ada kaitannya dengan perkara Asuransi Jiwasraya. Kalau tidak ada kaitan, pasti tidak diblokir.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril mengatakan, kasus pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) merupakan pencapaian yang luar biasa jika diukur dari sisi hukuman yang dijatuhkan. Sebab, hukuman seumur hidup adalah hukuman maksimal dalam tindak pidana korupsi.
”Jadi memang kasus ini sangat serius karena jumlah kerugian negara yang ditimbulkan luar biasa besar dan aktor yang terlibat bukanlah orang sembarangan. Lalu kasus ini juga berdimensi kepentingan publik karena banyak masyarakat yang dirugikan,” kata Oce.
Terkait dengan aset yang disita, menurut Oce, hal itu dilakukan karena memang ada kaitan dengan kasus itu atau terbukti sebagai hasil dari tindak pidana korupsi. Kemudian aset yang disita itu digunakan untuk mengganti kerugian negara.
Meski demikian, ketika ada pihak ketiga atau masyarakat yang merasa aset yang merupakan haknya atau miliknya turut disita, jalan yang bisa ditempuh adalah melakukan gugatan perdata. ”Kalau ada orang atau pihak yang merasa ada haknya, seperti saham, maka bisa menempuh gugatan perdata. Putusan peradilan harus dilawan melalui jalur pengadilan juga,” ujar Oce.
Menurut Oce, aset yang kemudian disita dan diserahkan ke negara dapat juga dipindahtangankan atau dihibahkan oleh Kementerian Keuangan kepada pihak lain. Namun, mekanisme itu rumit dan panjang karena dalam kasus ini antara kasus hukum dan hak mengenai aset itu saling terkait dan berbelit.
Protes rekening aset
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan, dampak dari kasus tindak pidana korupsi pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terhadap industri perasuransian tidak signifikan. Sebab, selain sampai saat ini terus terjadi penambahan pemegang polis baru, perusahaan-perusahaan asuransi tetap dapat membayar klaim nasabah.
Sebagai gambaran, pada 2018, total klaim yang dibayar mencapai Rp 121 triliun. Kemudian sepanjang 2019, total klaim yang telah dibayar sebesar Rp 140 triliun. Sementara pada semester I-2020, jumlah klaim yang dibayar telah mencapai Rp 64,5 triliun. Itu berarti pemegang polis tetap mendapatkan manfaat (benefit) dari perusahaan asuransi.
”Menurut kami, masyarakat sudah cukup paham bahwa ketika ada satu atau dua perusahaan asuransi bermasalah, bukan berarti semua bermasalah. Dengan demikian tidak terjadi rush (penarikan dana secara besar-besaran),” kata Togar.
Menurut kami, masyarakat sudah cukup paham bahwa ketika ada satu atau dua perusahaan asuransi bermasalah, bukan berarti semua bermasalah. Dengan demikian, tidak terjadi rush (penarikan dana secara besar-besaran).
Meski demikian, menurut Togar, terdapat sejumlah pemegang polis dari sebuah perusahaan asuransi yang rekening efeknya diblokir karena terkait kasus Asuransi Jiwasraya. Maka, bisa dipahami bahwa mereka pasti kecewa dan bingung.
Oleh karena itu, Togar berharap agar otoritas atau pihak yang berwenang memberikan penjelasan terkait situasi secara jelas kepada mereka. Penjelasan itu termasuk langkah hukum yang mesti ditempuh jika masalah tersebut memang harus diselesaikan lewat jalur hukum.
Sebelumnya, seusai sidang dengan agenda pembacaan vonis bagi Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, Senin (26/10) malam lalu, belasan orang yang mengaku adalah nasabah Wana Artha Life mencoba menghampiri majelis hakim serta jaksa penuntut umum. Mereka memprotes karena rekening aset mereka turut disita dalam kasus Asuransi Jiwasraya.