Pada pertengahan Agustus 2020 sekitar pukul 14.00, CA mengurung anaknya di kamar. Namun, korban berhasil kabur melalui jendela. Korban mengadu kepada abang kandung terkait kejahatan seksual yang pernah dialaminya.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Kasus kekerasan seksual terhadap anak secara bertubi-tubi terjadi di Provinsi Aceh. Kasus terbaru, CA (62), warga Kabupaten Aceh Besar, memerkosa anak kandungnya yang berusia 16 tahun. CA kini ditahan oleh polisi.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Banda Aceh Ajun Komisaris Ryan Citra Yudha, kepada wartawan, Rabu (28/10/2020), menyebutkan, CA memerkosa anak kandungnya sebanyak empat kali sejak 2015 hingga 2020.
Pemerkosaan terakhir terjadi pada Agustus 2020. CA mengancam akan membunuh anaknya jika kejahatannya dibuka ke orang lain.
CA melakukan persetubuhan terhadap korban sejak usia korban 11 tahun. Pelaku mengancam korban dengan sebilah pisau.
Ryan mengatakan, pada pertengahan Agustus 2020 sekitar pukul 14.00, CA mengurung anaknya di kamar. Namun, korban berhasil kabur melalui jendela. Korban mengadu kepada abang kandung terkait kejahatan seksual yang pernah dialaminya. Pelaku dilaporkan kepada polisi hingga ditangkap pada 18 Oktober 2020. Sebelum ditangkap polisi, pelaku kabur ke Kabupaten Aceh Barat Daya.
”CA melakukan persetubuhan terhadap korban sejak usia korban 11 tahun. Pelaku mengancam korban dengan sebilah pisau,” kata Ryan.
CA melakukan kejahatan saat istrinya sedang tidak berada di rumah. Korban diikat menggunakan kain jilbab dan wajah korban ditutupi bantal. Ryan menuturkan, CA dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Kasus kejahatan seksual terhadap anak di Aceh terjadi bertubi-tubi. Empat kasus beruntun ialah kasus pencabulan terhadap dua anak di Banda Aceh, sodomi terhadap dua anak di Aceh Besar, perdagangan anak untuk kejahatan seksual di Pidie, serta kasus ayah memerkosa anak kandung.
Kasus lain yang sangat mengagetkan adalah pembunuhan terhadap anak dan pemerkosaan terhadap ibu rumah tangga di Aceh Timur. Kasus kekerasan seksual terhadap anak masif menunjukkan perlindungan terhadap anak masih lemah.
Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, sejak 2017 hingga 2019, kasus kekerasan terhadap anak sebanyak 2.692 kasus. Sementara kasus kekerasan terhadap perempuan pada 2017-2019 sebanyak 3.107 kasus.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Banda Aceh Syahrul mengatakan, penegakan hukum dan perlindungan terhadap korban masih lemah. Syahrul juga mendesak Pemerintah Aceh agar memberikan hak restitusi bagi anak korban kekerasan seksual.
Dengan orang dekat
Kepala Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Aceh Nevi Ariani mengatakan, semua orang harus terlibat dalam perlindungan anak. Peristiwa dengan pelaku adalah orang-orang dekat sangat menyedihkan sebab seharusnya mereka adalah orang yang harus melindungi.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Aceh Komisaris Besar Sony Sanjaya menyebutkan, untuk menekan kasus kekerasan pada anak jangan hanya disorot pada penegakan hukum, tetapi juga pada upaya perlindungan.
Menurut Sony, upaya pencegahan justru lebih penting daripada penegakan hukum. ”Kegagalan dan kelemahan dalam mencegah menjadi masalah serius. Semua harus berperan agar kasus-kasus seperti itu bisa dicegah,” katanya.
Sony mengajak keluarga, masyarakat, tokoh agama, pemerintah, dan lainnya agar terlibat dan berkomitmen melindungi anak dan perempuan dari kasus kekerasan.
Kegagalan dan kelemahan dalam mencegah menjadi masalah serius. Semua harus berperan agar kasus-kasus seperti itu bisa dicegah.