Kikis Stigma Buruk Nuklir melalui Produk Pertanian
Bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl telanjur menaruh stigma negatif pada nuklir. Padahal, nuklir bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan berbagai produk bermanfaat bagi manusia.
Kejadian bom atom di Hiroshima dan Nagasaki hingga kecelakaan reaktor nuklir Chernobyl telanjur menaruh stigma negatif pada nuklir, sebagai teknologi perusak dan pembawa bencana. Padahal, nuklir tidak hanya dikembangkan sebagai senjata perang atau perusak. Aneka produk pertanian dan kesehatan memanfaatkan teknologi ini.
Kendati diteliti sejak awal abad ke-20, nuklir mulai diketahui banyak orang saat terjadi pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945 atau masa Perang Dunia II. Serangan tentara AS ke Jepang saat itu menandai pertama kalinya senjata nuklir digunakan dalam perang. Serangan ini menewaskan sedikitnya 210.000 orang dan melululantahkan kota.
Empat dekade berselang setelah kejadian ini, pada 1986, citra nuklir sebagai bahan berbahaya dan perusak di mata masyarakat kembali menguat saat terjadi kecelakaan reaktor nuklir di kota Chernobyl, Ukraina. Ledakan tersebut melepaskan partikel radioaktif 400 kali lebih banyak dibanding nuklir pada bom atom Hiroshima dan menyebar dari Uni Soviet hingga Eropa Barat. Kontaminasi diperkirakan menyebar hingga radius 100.000 kilometer persegi.
Baca juga : Pembersihan Radioaktif Dihentikan Sementara
Sejumlah pihak memandang kecelakaan ini merupakan bencana nuklir terparah sepanjang sejarah. Kecelakaan itu seketika menewaskan 31 pekerja. Ratusan pekerja yang selamat terdeteksi mengidap kanker dan cacat tubuh akibat paparan radiasi. Sampai saat ini, Chernobyl menjadi kota mati yang dibiarkan dan ditinggalkan penduduknya.
Selain bom atom Hiroshima dan Nagasaki serta kecelakaan Chernobyl, terdapat juga tragedi nuklir terparah lainnya yang menyebabkan kematian maupun kerugian materiil dan moril. Beberapa tragedi itu adalah kecelakaan nuklir di Windscale Fire, Inggris, pada 1957; tragedi di Kyshtym, Rusia (1957); pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Three Mile Island, AS (1979); dan kebocoran reaktor di Fukushima, Jepang (2011).
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Anhar Riza Antariksawan di Jakarta, pekan lalu mengakui, stigma dan citra nuklir sebagai sumber bencana ini juga masih terjadi pada sebagian masyarakat Indonesia. Mereka masih memahami nuklir sebatas pada senjata ataupun peperangan. Inilah yang kerap menjadi kendala hilirisasi pemanfaatan hasil riset terkait energi nuklir kepada masyarakat.
Terlepas dari bencana dan kerusakan yang ditimbulkan akibat paparan radiasi, radioaktivitas nuklir sejatinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, mulai dari bidang pertanian, pangan, industri, kesehatan, hingga kedokteran. Sejumlah produk yang dapat digunakan langsung oleh masyarakat dan berdaya saing tinggi juga dihasilkan Batan melalui pemanfataan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) nuklir.
Dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek nuklir ini, Batan ditunjuk Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) sebagai pusat kolaborasi untuk wilayah Asia Pasifik. Penunjukan ini di antaranya untuk pengembangan di bidang pemuliaan tanaman dan uji tak merusak.
Baca juga : BUMN dan Swasta Dapat Menambang Nuklir
”Ini adalah kepercayaan dari IAEA kepada Batan bahwa di kedua bidang tersebut Indonesia sudah dianggap maju dan telah diakui internasional. Batan juga bisa menjadi tempat bagi negara-negara lain, khususnya negara berkembang, untuk belajar di bidang pertanian mutation breeding,” ujar Anhar.
Produk iptek nuklir
Varietas unggul menjadi salah satu produk iptek nuklir yang dihasilkan Batan dengan memanfaatkan teknik radiasi dan pemuliaan tanaman. Sejak tahun 1980-an, Batan mengembangkan 25 varietas padi benih unggul yang tahan akan serangan hama dan berproduktivitas tinggi. Selain padi, ada pula kedelai, sorgum, dan tanaman hias.
Kepala Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi Batan Totti Tjiptosumirat mengatakan, pengembangan varietas padi terbagi menjadi dua, yaitu bersifat nasional dan lokal. Varietas yang dikembangkan secara nasional dapat ditanam di mana saja dan yang bersifat lokal pengembangannya berdasarkan permintaan daerah setempat.
Kerja sama pengembangan varietas padi dengan beberapa daerah terjalin dengan Klaten (Jawa Tengah), Kerinci (Jambi), Musi Rawas (Sumatera Selatan), Landak (Kalimantan Barat), Sijunjung dan Solok (Sumatera Barat), serta Tabanan dan Buleleng (Bali). Beberapa varietas yang sudah dilepas adalah rojolele srinuk dan rojolele srinar dari Klaten serta lampai sirandah dari Sijunjung.
Iptek nuklir juga banyak dimanfaatkan di bidang industri, di antaranya uji tak rusak (non-nondestructive investigation/NDI). Uji ini memanfaatkan radioisotop untuk menguji peralatan atau infrastruktur untuk mengetahui kerusakan tanpa harus menghentikan proses produksi.
”Pemanfaatan NDI ini sudah kami lakukan pada industri kimia untuk mendeteksi kilang-kilang yang bocor dan industri pengolahan logam seperti otomotif atau alat berat. Dengan teknologi NDI, mereka tetap bisa beroperasi sementara fasilitas instalasi dapat dipotret dan didiagnosis. Di sini ada penghematan dan keuntungan bagi perusahaan atau instalasi tersebut,” kata Totti.
Pada bidang kesehatan, Batan melalui Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) mengembangkan produksi radioisotop dan radiofarmaka. Ketiga produk yang dikembangkan adalah Generator Mo-99/Tc-99m, radiofarmaka berbasis prostate specific membrane antigen (PSMA) atau Lu-177-PSMA, dan Kit radiofarmaka Nanokoloid HSA.
Baca juga : Jelajah Pengembangan Nuklir di Indonesia
Kepala PTRR Batan Rohadi Awaludin menjelaskan, pengembangan ketiga produk ini digunakan untuk diagnosis berbagai jenis kanker dan penyakit lain. Tc-99m untuk diagnosis penyakit kanker, jantung, dan ginjal; Lu-177-PSMA untuk diagnosis dan terapi prostat; serta Kit radiofarmaka nanokoloid HSA berguna untuk mendiagnosis sebaran kanker ke kelenjar limfa.
Tahun ini, Tc-99m berhasil dibuat dalam skala laboratorium dan pada 2021 akan mulai dilakukan serangkaian pengujian untuk memastikan keamanan pemakaian di rumah sakit. Lu-177-PSMA juga berhasil disintesis dalam skala kecil, tetapi masih perlu dipastikan dari sisi stabilitasnya. Sementara Nanokoloid HSA pada tahapan sintensis dan preparasi.
Selain produk di bidang pertanian, industri, dan kesehatan, Batan juga mengembangkan sistem pemantau radiasi untuk keamanan dan keselamatan (SPRKK). SPRKK merupakan suatu sistem terintegrasi untuk mendeteksi bahan radioaktif di udara maupun di tanah yang bisa mengganggu keselamatan dan keamanan masyarakat. Berbagai alat yang digunakan nantinya dapat terintegrasi dalam satu sistem sehingga pemantauannya pun menjadi lebih mudah.
Hilirisasi produk
Dalam Rencana Strategis (Renstra) 2020-2024, Batan akan fokus meningkatkan penguasaan sains dan hasil litbang untuk menghasilkan varietas padi maupun produk-produk berkualitas lainnya. Batan juga akan melakukan hilirisasi dan komersialisasi sehingga diharapkan semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan varietas padi tersebut.
Meski demikian, Anhar mengakui tidak semua varietas padi cocok dikembangkan di daerah-daerah tertentu. Sebab, masyarakat di setiap daerah memiliki kesukaan jenis dan tekstur beras yang berbeda-beda. Ia mencontohkan, varietas padi yang akan menghasilkan beras pulen kurang cocok dikembangkan di Sumatera Barat karena masyarakat di daerah tersebut lebih menyukai beras dengan tekstur pera.
Sementara dari pantauan langsung Anhar di Jawa dan Sulawesi, masyarakat di daerah tersebut lebih menyukai beras dari varietas padi inpari sidenuk yang memiliki tekstur pulen. Varietas sidenuk (akronim si dedikasi nuklir) ini juga memiliki keunggulan akan produktivitasnya yang tinggi dan tahan terhadap berbagai serangan hama.
Terkait dengan penyaluran varietas ini, menurut Anhar, Batan bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti produsen benih. Produsen tersebut akan memperbanyak varietas dari generasi kedua yang dikembangkan. Sementara generasi pertama atau plasma nutfah dari varietas yang dikembangkan tetap dikelola Batan.
Dalam varietas padi itu, generasi pertama jangan langsung dikonsumsi karena masih bisa dikembangbiakkan. (Anhar Riza Antariksawan)
”Dalam varietas padi itu, generasi pertama jangan langsung dikonsumsi karena masih bisa dikembangbiakkan. Produksi dan konsumsi baru bisa dilakukan pada generasi-generasi selanjutnya. Generasi pertama memang bisa dikonsumsi, tetapi akan rugi jika harus ditanam langsung,” ujarnya.
Guna memudahkan penyaluran produk iptek nuklir dari Batan di bidang pertanian, kemudian terbentuk Batan Agro Partners Club (BAPC). Saat ini, BAPC telah memiliki lebih dari 30 anggota yang merupakan mitra Batan, khususnya produsen benih. Salah satu anggota BAPC yang berada di Gowa, Sulawesi Selatan, dibangun khusus untuk memproduksi benih dari Batan dan tak menyediakan benih lainnya.
Para anggota BAPC kemudian menyalurkan benih ke sejumlah daerah hingga Papua. Selain dengan anggota BAPC, Batan juga bekerja sama dengan kelompok-kelompok tani di daerah-daerah tertentu. Strategi ini dilakukan untuk mengenalkan terlebih dahulu produk iptek nuklir sehingga varietas yang dikembangkan dapat diterima kelompok tani.
Hilirisasi produk iptek nuklir di bidang pertanian ini upaya meningkatkan pemahaman masyarakat dan mengikis stigma buruk tentang nuklir. Pada akhirnya, pemanfaatan iptek nuklir yang aman, benar, dan bijak akan menghasilkan produk yang bermanfaat dan berdaya saing untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.