Kota Hebron Jadi Sasaran Israel untuk Perluasan Permukiman Yahudi
›
Kota Hebron Jadi Sasaran...
Iklan
Kota Hebron Jadi Sasaran Israel untuk Perluasan Permukiman Yahudi
Israel terus mengincar Kota Hebron, Tepi Barat, sebagai area perluasan permukiman Yahudi yang dinilai ilegal oleh komunitas internasional. Mereka akan mengeluarkan izin pembangunan proyek itu meski dilarang pengadilan.
Oleh
MH SAMSUL HADI
·4 menit baca
RAMALLAH, RABU — Israel akan menyetujui pembangunan permukiman Yahudi di salah satu area lokasi ketegangan antara warga Palestina dan Israel di Kota Hebron, Tepi Barat. Pembangunan rumah-rumah tinggal untuk warga Yahudi itu merupakan yang pertama kali sejak tahun 2002. Perkembangan ini diungkapkan oleh kelompok anti-pendudukan Israel, Peace Now, Selasa (27/10/2020).
Kelompok itu mengecam langkah yang mereka sebut sebagai upaya ”memaksakan” persetujuan menjelang pemilu presiden AS, pekan depan. Terkait isu tersebut, Presiden Donald Trump dikenal sangat pro-Israel, sedangkan lawannya, Joe Biden dari Demokrat, memandang pembangunan permukiman Yahudi sebagai hal ilegal.
Peace Now, lembaga yang memonitor pembangunan permukiman Yahudi di wilayah pendudukan, mengungkapkan bahwa otoritas Israel telah memberi lampu hijau atas pembangunan 31 unit rumah bagi para pemukim Yahudi ”di jantung Hebron”. Hebron kerap dipandang sebagai wilayah di Tepi Barat yang mudah dilanda bentrokan antara warga Palestina dan Israel.
Di wilayah itu, sekitar 800 pemukim Yahudi tinggal di bawah penjagaan ketat tentara Israel. Lokasi tempat tinggal mereka dikelilingi oleh sekitar 200.000 warga Palestina. Di Kota Hebron juga terdapat situs suci bagi umat Muslim, yakni Masjid Ibrahim, dan juga bagi umat Yahudi, yaitu Goa Patriakh.
COGAT, badan di tubuh militer Israel yang menangani urusan warga sipil di Tepi Barat, pernah menyetujui pembangunan unit-unit baru permukiman Yahudi di pusat Kota Hebron tahun 2017. Peace Now dan Dewan Kota Hebron menggugat proyek itu di pengadilan.
Pada tahun 2018, menurut Peace Now, Pemerintah Israel menganggarkan lebih dari 21 juta shekel atau sekitar 6,2 juta dollar AS (Rp 90,8 miliar) untuk melaksanakan proyek tersebut. Pengadilan Distrik Jerusalem memutuskan, proyek tersebut tidak bisa dilaksanakan sebelum gugatan hukum diselesaikan. Sidang terkait gugatan itu dijadwalkan berlangsung pada 31 Januari mendatang.
Namun, Peace Now menyebutkan, otoritas Israel pada hari Minggu lalu melaporkan ke pengadilan bahwa pihaknya akan mengeluarkan izin dalam satu pekan. ”Pemerintah (Israel) cepat-cepat mengeluarkan izin pembangunan meskipun pengadilan secara eksplisit memutuskan bahwa pekerjaan (proyek) itu tidak boleh dimulai sebelum sidang gugatan berlangsung,” demikian pernyataan Peace Now, sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM).
”Pemerintah (Israel) menjelaskan kepada pengadilan bahwa meskipun pengadilan melarang dimulainya pekerjaan proyek tersebut, hal itu tidak melarang penerbitan izin (pembangunan).”
Peace Now mengaitkan langkah rencana penerbitan izin pembangunan itu dengan pemilu presiden AS, pekan depan. Trump tidak mengkritik pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat. Adapun Biden, rival Trump dalam pemilu tersebut, adalah mantan wakil presiden dalam pemerintahan Barack Obama yang menyatakan pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat adalah ilegal. Pandangan ini sejalan dengan konsensus internasional.
”Upaya memaksakan izin pembangunan 31 unit permukiman sebelum pemilu AS merupakan langkah kejahatan yang mengancam kepentingan nasional Israel dan hubungannya dengan dunia luar,” sebut Peace Now.
Saat ini sekitar 450.000 warga pemukim Yahudi tinggal bersama sekitar 2,7 juta warga Palestina di Tepi Barat, wilayah yang diduduki Israel sejak 1967.
Kesepakatan riset AS-Israel
Dalam isu terpisah, Amerika Serikat secara efektif mencabut larangan pendanaan atas proyek-proyek riset ilmiah Israel yang digelar di tanah pendudukan Tepi Barat dan Dataran Tinggi Golan, wilayah yang juga diduduki Israel sejak perang tahun 1967. Kantor PM Israel dalam pernyataan tertulis menyebutkan, PM Israel Benjamin Netanyahu dan Duta Besar AS untuk Israel dijadwalkan menandatangani perubahan kesepakatan kerja sama ilmiah dalam upacara khusus di permukiman Yahudi di Tepi Barat, Rabu ini.
Perubahan kesepakatan itu ”akan memperluas kerja sama ilmiah antara Israel dan AS hingga ke Judea dan Samaria serta Dataran Tinggi Golan”, demikian pernyataan Israel. Judea dan Samaria adalah nama yang digunakan Israel untuk merujuk pada wilayah Tepi Barat.
Dalam kesepakatan sebelumnya terkait kerja ilmiah, Pemerintah AS menegaskan, proyek-proyek riset Israel yang dibiayai dengan dana hibah dari AS tidak boleh dilaksanakan di area yang diduduki Pemerintah Israel setelah konflik tahun 1967.
Permukiman Yahudi di Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem Timur dipandang sebagai hal yang ilegal oleh komunitas internasional. Wilayah-wilayah itu merupakan wilayah yang ingin diperjuangkan Palestina untuk membentuk negara.
Pada Mei lalu, Trump mengakui aneksasi Israel atas Dataran Tinggi Golan. Ia juga menentang konsensus internasional dengan mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel serta memindahkan Kedutaan Besar AS ke kota suci tersebut. (AFP/REUTERS)