Dalam kongres yang dihadiri oleh 750 orang itu, terlibat utusan dari pelbagai organisasi pemuda di Tanah Air. Mereka berbeda-beda suku, agama, juga golongan.
Oleh
SP Lili Tjahjadi
·3 menit baca
Koran Bataviaasch Nieuwsblad (Lembaran Berita Batavia), Senin, 29 Oktober 1928, memberitakan Kongres Pemuda II. Sebelumnya, Kongres Pemuda I, berlangsung pada 30 April-2 Mei 1926.
Kongres Pemuda II, hari pertama berlangsung di Gedung Katholieke Social Bond (KSB, Perhimpunan Sosial Katolik), Sabtu, 27 Oktober 1928. Di gedung ini, anggota KSB dan Katholieke Jongenlingen Bond (Perhimpunan Pemuda Katolik) beraktivitas. Lokasi gedung di belakang Gereja Katedral, sekarang menjadi aula.
Di gedung itu, Mohammad Yamin berpidato tentang pemuda bagi ”Persatoean dan kebangsaan Indonesia” dengan lima faktor penting, yaitu sejarah, bahasa, hukum/adat, pendidikan, dan kehendak bersatu.
Dalam kongres yang dihadiri oleh 750 orang itu, terlibat utusan dari pelbagai organisasi pemuda di Tanah Air. Mereka berbeda-beda suku, agama, juga golongan.
Ada perwakilan dari Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Pemuda Indonesia, Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun, dan sebagainya.
Di antara mereka, ada nama Sugondo Djojopuspito, RM Joko Marsaid, Amir Sjarifudin, Johan Mohammad Cai, R Katjasoengkana, Johannes Leimena, RCL Sendoek, Arnold Monotutu, Agustine Magdalena Waworuntu, dan Mohammad Rochjani Su’ud. Hadir pula perwakilan pemuda peranakan Tionghoa, seperti John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang, dan Tjio Djien Kwie.
Kongres pada hari kedua (Minggu, 28 Oktober 1928) berlangsung di dua tempat berbeda, yakni Oost-Java Bioscoop (sekarang di Jalan Merdeka Utara) dan Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat, kini menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Gedung di Kramat Raya itu milik Sie Kok Liong, yang berani menyediakan rumahnya untuk indekos para pelajar pejuang. Mereka yang pernah tinggal di situ, antara lain, Mohammad Yamin, Mohammad Tamzil, Aboe Hanifah, Amir Sjarifuddin, dan AK Gani.
Di gedung itu pula, WR Supratman memainkan ”Indonesia Raya” untuk pertama kali dengan biola, sebelum kemudian diikrarkan Soempah Pemoeda yang dahsyat itu oleh peserta yang beraneka latar belakang, tetapi mencintai persatuan Indonesia. Ini rahmat dari Tuhan dan amanat bagi kita untuk mempertahankan dan membela kesatuan Indonesia dari anasir-anasir pemecah.
SP LILI TJAHJADI
Pengajar STF Driyarkara, Jakarta
Tanggapan Bank Indonesia
Menanggapi surat Saudara Widodo Rusmanto di harian Kompas, ”Tukar Uang 75 Tahun RI”, Bank Indonesia telah menghubungi Saudara Widodo, 13 Oktober 2020.
Kami mohon maaf dan berterima kasih atas masukan yang diberikan. Pada kesempatan tersebut, kami menyampaikan ketentuan terkait penukaran Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun RI (UPK 75 RI) dan ketentuan berpakaian di lingkungan BI.
UPK 75 RI dikeluarkan untuk memperingati HUT Kemerdekaan Ke-75 RI, simbol memperteguh kebinekaan dan optimisme menyongsong masa depan Indonesia maju.
Penerbitan UPK 75 RI sebanyak 75 juta bilyet berkaitan erat dengan momen peringatan HUT Ke-75 RI dan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memilikinya.
Untuk pemerataan—diharapkan setiap keluarga di Indonesia memiliki satu— salah satu syarat menukar UPK 75 RI adalah kartu tanda penduduk (KTP). Kami mengapresiasi putri Saudara Widodo Rusmanto yang ingin memiliki UPK 75 RI ini.
Terkait pakaian, baik pegawai maupun pengunjung di lingkungan BI ada aturan berpakaian rapi dan sopan sesuai prinsip kebersihan untuk keselamatan. Bank Indonesia memandang positif masukan dari masyarakat dan menjadi pertimbangan kebijakan ke depan.
Masyarakat dapat menghubungi contact center Bank Indonesia di (021)131 pada hari dan jam kerja. Adapun penanggung jawab surat ini adalah Saudari Silvia Sri Mustika selaku Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Operasional Bank Indonesia, telepon 021-29814475.
Junanto Herdiawan
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, Bank Indonesia