Tantangan Inovasi di Bumi Intan Pari
Kabupaten Semarang dilimpahi tanah subur dengan beragam hasil bumi. Namun, pemasaran yang tergolong tradisional menyebabkan potensi daerah belum tergarap optimal. Inovasi jadi keniscayaan bagi pemimpin daerah mendatang.
Berada di kaki perbukitan dan gunung, Kabupaten Semarang dilimpahi tanah subur dengan beragam hasil bumi. Namun, pemasaran yang tergolong masih tradisional mengakibatkan potensi daerah belum tergarap optimal. Kebijakan inovatif jadi keniscayaan guna meningkatkan nilai tambah rantai perdagangan.
Yuan Setianto (37) mencermati lembar demi lembar buku catatan penjualan di ”ruang kantor” berukuran 3 meter x 6 meter, di Bandungan, Kabupaten Semarang. Sesekali, pandangan beralih ke layar komputer jinjing di atas meja untuk memeriksa rekapitulasi transaksi Pusat Sayur Buah (PSB) Bandungan.
PSB Bandungan merupakan gerakan pemasaran hasil bumi seperti sayur dan buah serta sejumlah produk UMKM yang diproduksi di sekitar Bandungan, melalui platform aplikasi daring. Lewat aplikasi yang bisa diunduh di gawai, para pembeli dari luar Bandungan bisa memesan berbagai produk untuk kemudian diantar ke tempat masing-masing.
”Kami membantu memasarkan secara daring. Ada sekitar 50 pedagang dan UMKM yang bermitra dengan kami, baik pemasok besar, pedagang kecil, maupun UMKM. Sayur dan buah kami pastikan segar dan kualitasnya terjaga,” kata Yuan, satu dari lima pendiri PSB Bandungan.
Ide membuat aplikasi pemasaran daring itu tercetus setelah mereka melihat petani serta pedagang sayur dan buah di Bandungan sepi pembeli di masa awal pandemi Covid-19. Hal tersebut, antara lain, karena sebagian pembeli sayur, buah, dan produk UMKM di Bandungan ialah wisatawan.
Kondisi itu membuat sejumlah pelaku usaha, terutama kalangan muda, tersadar pentingnya inovasi. ”Bandungan dan sekitarnya kaya akan potensi sayur, buah, dan UMKM. Kami berharap aplikasi ini bisa semakin berkembang dan mengenalkan kekayaan daerah kami,” kata Yuan, yang sebelumnya bekerja sebagai sopir angkutan.
Baca juga : Sasar Pasar Milenial, Kampoeng Kopi Banaran di Kabupaten Semarang Dikemas Lebih Modern
Yuan berharap, pemerintah mendukung dan kian menggencarkan inovasi-inovasi yang dapat meningkatkan nilai tambah, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan petani.
Sekitar 14 kilometer (km) di selatan Bandungan, tepatnya di kawasan lereng Gunung Kelir, Kecamatan Jambu, terdapat Kelompok Tani Rahayu IV, yang sadar betul pentingnya nilai tambah produk kopi dari hasil kebun petani. Mereka mengoptimalkan kualitas produk kopi robusta dari hulu hingga hilir.
Kualitas diutamakan sejak proses budidaya. Di sektor hilir, produk diberi label Kopi Sirap dan dipasarkan hingga kemasan bubuk, bahkan diracik menjadi secangkir kopi yang dijual di beberapa kedai rintisan kelompok tani dan pemuda setempat.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Kopi Gunung Kelir, Ngadiyanto (50), menuturkan, beberapa tahun terakhir, kelompok tani bergerak dengan memilah betul biji kopi berkualitas. Jika mengandalkan cara tradisional, pemilahan biji tak selektif.
Para petani juga tak segan menggandeng anak-anak muda untuk menggenjot pemasaran lebih ekspansif. Pemuda kampung diikutkan dalam pelatihan barista agar nantinya dapat mengembangkan kedai-kedai kopi yang meracik Kopi Sirap.
Ngadiyanto berharap pemerintah memberi bantuan dalam mendatangkan pembeli langsung serta pelatihan berkelanjutan, termasuk sentuhan inovasi. ”Kami ingin perluasan pasar. Selama ini ada pelatihan, tetapi belum berkelanjutan. Harapannya, nanti kopi UKM sejajar dengan kopi pabrikan,” katanya.
Ngadiyanto menuturkan, inovasi dan keberhasilan budidaya kopi hingga hilir, pada akhirnya menarik minat anak-anak muda. Terlebih, belakangan, banyak anak muda lebih memilih bekerja di pabrik atau merantau ke kota. Padahal di sisi lain, petani rata-rata sudah berusia lanjut.
Penguatan identitas wilayah dan komoditas andalan juga akan mengungkit perekonomian, seperti melalui pariwisata.
Ia mencontohkan, di kawasan lereng Gunung Kelir, produksi kopi berkisar 600-800 ton per tahun. Dengan potensi itu, pengembangan kopi masih terbuka lebar. Penguatan identitas wilayah dan komoditas andalan juga akan mengungkit perekonomian, seperti melalui pariwisata.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Semarang, pada 2019, cabai menjadi komoditas sayur dengan produksi (berat) terbesar, yakni 285.439 kuintal. Setelahnya ada sawi dengan 263.492 kuintal, kobis 243.533 kuintal, bawang daun 211.051 kuintal, dan tomat 211.051 kuintal.
Sementara itu, alpukat menjadi komoditas buah dengan produksi terbesar di Kabupaten Semarang pada 2019, dengan 372.505 kuintal. Setelah itu, ada pisang 237.949 kuintal, durian 178.075 kuintal, jambu biji 60.836 kuintal, dan mangga 59.901 kuintal.
Baca juga : Jalan Tol Yogyakarta-Bawen Dibangun 2021
Dosen Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Nugraheni Widyawati, mengatakan, hortikultura tumbuh baik di Kabupaten Semarang karena cocok dengan kondisi topografi yang bervariasi, dari 500 meter di atas permukaan laut (mdpl) hingga 1.000 mdpl.
Kendati demikian, selama ini fluktuasi harga kerap terjadi. Saat harga anjlok, petani menjadi pihak yang paling terdampak. ”Maka, pemerintah perlu menyediakan wadah penyerapan. Juga bisa diarahkan untuk diolah serta menciptakan jaringan agar produk dapat terdistribusikan,” ungkapnya.
Ia menambahkan, berdasarkan kebiasaan selama ini, petani cenderung latah saat menanam satu komoditas yang harganya sedang tinggi. Hal itu pada akhirnya justru membuat harga anjlok. Penyuluhan kepada petani perlu terus digalakkan sehingga bisa terhindar dari jatuhnya harga.
Tak kalah penting, kata Nugraheni, harus ada data komoditas-komoditas unggul yang perlu dipertahankan atau bahkan diperluas. ”Kabupaten Semarang memiliki banyak warisan. Misalnya, durian atau kelengkeng varietas unggul. Ini bisa ditelusuri asal-usulnya hingga kemudian dikembangkan,” tuturnya.
Baca juga : Wisata Rawa Pening Mencari Bentuknya
Pertumbuhan ekonomi
Selain hortikultura dan tanaman kopi, perekonomian di Kabupaten Semarang juga, antara lain, ditopang berbagai industri. Di samping itu, pariwisata juga terus berkembang. Sejak akhir 1990-an, slogan Intan Pari (Industri, Pertanian, dan Pariwisata) didengungkan di Kabupaten Semarang.
Namun, menurut data BPS Jateng, pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Semarang cenderung stagnan di angka 5 persen dalam lima tahun terakhir. Bahkan, terjadi penurunan dari 5,79 persen pada 2018 menjadi 5,59 persen pada 2019.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UKSW, Bayu Wijayanto, menuturkan, dalam ekonomi, ada peranan teknologi yang, antara lain, untuk memelihara keberlanjutan. Dengan demikian, akan ada keseimbangan baru yang dapat menjadi solusi kemandekan pertumbuhan ekonomi.
”Pertanyaannya, apakah industri di Kabupaten Semarang mampu merespons baik atau justru mereka sendiri kesulitan beradaptasi. Contoh sederhana, seberapa cepat industri bisa memanfaatkan sistem informasi digitalisasi? Ini menjadi tantangan,” kata Bayu.
Perekonomian Kabupaten Semarang, lanjut Bayu, juga berpotensi terus berkembang karena letaknya yang bersebelahan dengan Kota Semarang, ibu kota Jateng. Pada produk makanan, misalnya, suplai Kabupaten Semarang sebagai daerah penyangga pasti dibutuhkan. Namun, menjadi tantangan karena ada persaingan dengan daerah penyangga lainnya.
Saat ini juga terdapat banyak daya tarik wisata di Kabupaten Semarang. Dianugerahi kekayaan alam, pariwisata potensial terus dikembangkan. Rencana pembangunan tol ruas Bawen-Yogyakarta juga diprediksi membuat ekonomi warga di sekitar Bawen, Kabupaten Semarang, kian menggeliat. Sebab, Bawen akan menjadi titik poros tol Semarang-Bawen-Solo dan Bawen-Yogyakarta.
”Terlebih, letaknya berada di tengah-tengah Tol Trans-Jawa. Jika mampu menarik wisatawan, pariwisata bisa menjadi pendorong (pertumbuhan ekonomi),” ucap Bayu.
Penentuan
Pemilihan Kepala Daerah pada 9 Desember 2020 akan menjadi momen penentuan bagi warga Kabupaten Semarang untuk menentukan harapan dan peluang dalam lima tahun mendatang. Kontestasi ini akan diikuti dua pasang calon, yakni Bintang Narsasi-Gunawan Wibisono dan Ngesti Nugraha-Basari.
Bintang merupakan istri Mundjirin, bupati Semarang periode 2010-2015 dan 2016-2021 yang berpasangan dengan Gunawan, sekretaris daerah Kabupaten Semarang yang mengundurkan diri dari jabatannya menjelang pendaftaran pilkada. Sementara Ngesti Nugraha merupakan Wakil Bupati Semarang periode 2016-2021. Membaca kontestasi, peta persaingan diperkirakan cukup ketat dan berimbang.
Baca juga : Berorientasi Lingkungan, Jateng Valley Ditargetkan Rampung 2024
Peta dukungan partai politik pada Pilkada Kabupaten Semarang 2020 pun terbelah dan relatif merata. Bintang-Gunawan mendapat dukungan dari Gerindra, Golkar, Nasdem, PAN, PPP, dan PKS (24 kursi). Sementara Ngesti-Basari didukung PDI-P, PKB, Hanura, dan Demokrat (26 kursi).
Bintang, dalam visi-misinya, menyebutkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis Intan Pari. Pertumbuhan ekonomi di tiga sektor tersebut menurut dia, harus berbasis pengembangan sumber daya lokal. ”Perlu ada keterkaitan antara agrowisata, agro industri, dan agrobisnis dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.
Peta dukungan partai politik pada Pilkada Kabupaten Semarang 2020 pun terbelah dan relatif merata.
Sementara Ngesti dalam visi-misinya juga menyebutkan perlunya peningkatan kemandirian daerah yang berbasis potensi unggulan, yakni Intan Pari, serta sektor lain berwawasan lingkungan. Hal itu, antara lain, melalui penggunaan bahan baku lokal dan teknologi tepat guna.
”Kami juga mendorong tersedianya kawasan industri yang sesuai pengembangan tata ruang dan dikelola secara efisien,” ungkapnya.
Siapa pun pasangan yang terpilih nanti, mereka memiliki tantangan untuk mengoptimalkan potensi Kabupaten Semarang, termasuk dengan menghadirkan kebijakan inovatif. Selain itu, daerah yang beribu kota di Ungaran ini mesti ditingkatkan perannya sebagai daerah penyangga Kota Semarang sehingga ekonomi daerah terus terungkit.