Polisi Lacak Penyebar Hoaks Aparat Tembak Mahasiswa di Jayapura
›
Polisi Lacak Penyebar Hoaks...
Iklan
Polisi Lacak Penyebar Hoaks Aparat Tembak Mahasiswa di Jayapura
Pihak kepolisian menyatakan terjadi penyebaran hoaks atau informasi bohong tentang aparat menembak seorang mahasiswa dalam pembubaran unjuk rasa di Kota Jayapura, Papua, pada Selasa (27/10/2020) lalu.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pihak kepolisian menyatakan terjadi penyebaran hoaks atau informasi bohong tentang aparat menembak seorang mahasiswa dalam pembubaran unjuk rasa di Kota Jayapura, Papua, pada Selasa (27/10/2020) lalu. Polisi telah melacak oknum yang menyebarkan hoaks tersebut melalui media sosial.
Hal ini disampaikan Kepala Polresta Jayapura Ajun Komisaris Besar Gustav Urbinas, di Jayapura, Kamis (29/10). Gustav mengatakan, pihaknya akan memproses hukum oknum-oknum yang terlibat dalam penyebaran info bohong bahwa aparat kepolisian menembak salah satu mahasiswa dalam pembubaran unjuk rasa penolakan otonomi khusus di Papua.
Diketahui, sejumlah akun media sosial menampilkan informasi bahwa aparat Polresta Jayapura menembak tangan seorang mahasiswa saat membubarkan unjuk rasa di Perumnas III Waena, Distrik Heram. Gustav menyatakan, pihak kepolisian sama sekali tidak menggunakan peluru dalam membubarkan unjuk rasa itu. Aparat menggunakan gas air mata, tameng, rotan, dan water cannon.
”Dari hasil penyelidikan, luka pemuda tersebut bukan karena terkena peluru tajam ataupun peluru karet. Kemungkinan ia terluka saat terjatuh dan tangannya mengenai suatu benda,” papar Gustav.
Ia menuturkan, mahasiswa yang terluka ini terjatuh karena rasa panik saat aparat membubarkan unjuk rasa secara paksa. ”Seharusnya, apabila ada korban, melaporkan ke pihak kepolisian setempat agar ditindaklanjuti. Ternyata mereka tidak melaporkan dan langsung membuat informasi bohong di media sosial. Kami tidak akan tinggal diam terkait perbuatan ini,” ujar Gustav.
Ia pun menyatakan Polresta Jayapura tidak akan mengizinkan lagi unjuk rasa yang mengumpulkan banyak massa di tengah pandemi Covid-19. Diketahui Kota Jayapura merupakan daerah dengan kasus positif Covid-19 tertinggi di Provinsi Papua dengan jumlah kumulatif sebanyak 4.684 kasus dan 79 orang meninggal.
”Aksi ini tidak hanya melanggar protokol kesehatan, tetapi ada indikasi untuk menciptakan gangguan keamanan. Hal ini terlihat dari sejumlah barang bukti yang ditemukan di lokasi unjuk rasa, misalnya batu dalam jumlah yang banyak dan satu bom molotov,” katanya.
Sebelumnya, Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua Emanuel Gobay mengatakan, sebanyak satu orang tertembak dalam pembubaran unjuk rasa menolak otonomi khusus di Kota Jayapura oleh pihak keamanan.
Menurut dia, pembubaran unjuk rasa damai itu telah melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 karena adanya penyalahgunaan senjata api.
”Kami meminta Kapolda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw menginstruksikan jajarannya agar menghargai hak demokrasi warga untuk menyampaikan aspirasi dan memberikan sanksi bagi anggota yang menggunakan cara kekerasan saat membubarkan unjuk rasa,” kata Emanuel.