Kejaksaan Agung memblokir Subrekening Efek WanaArtha Life dengan dalih menjadikannya alat bukti kasus Jiwasraya. Asosiasi mendukung proses hukum atas kegagalan pengelolaan aset yang merugikan masyarakat.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asosiasi industri asuransi jiwa mendukung proses hukum yang tengah dilalui sejumlah perusahaan asuransi jiwa atas kegagalan pengelolaan aset yang merugikan masyarakat. Namun, segala bentuk keputusan hukum diharapkan dapat menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat, khususnya nasabah.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu, membenarkan adanya upaya gugatan perdata terhadap WanaArtha Life sebagai langkah hukum yang memungkinkan untuk ditempuh oleh nasabah pemegang polis yang rekening efeknya diblokir oleh Kejaksaan Agung.
”Setiap pihak di negara ini wajib mematuhi keputusan hukum. Mengingat hal pemblokiran ini terkait dengan masalah hukum, saran asosiasi sebaiknya juga diurus secara hukum,” ujar Togar saat dihubungi Kompas, Kamis (29/10/2020).
Mengingat hal pemblokiran ini terkait dengan masalah hukum, saran asosiasi sebaiknya juga diurus secara hukum
Sejak Januari 2020, Kejaksaan Agung memblokir Subrekening Efek (SRE) PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha atau WanaArtha Life dengan dalih menjadikannya alat bukti atas kasus yang membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Pemblokiran ini membuat sejumlah nasabah tidak bisa mencairkan polis sehingga WanaArtha Life pun mengalami gagal bayar.
Berdasarkan keterangan di pengadilan, WanaArtha Life tercatat pernah dua kali melakukan transaksi penjualan saham perusahaan milik Benny Tjokrosaputro, PT Hanson International Tbk, yang berkode emiten MYRX, kepada Jiwasraya. Kepemilikan saham pada perusahaan tersebut membuat Jiwasraya gagal investasi sehingga tidak mampu membayarkan manfaat kepada para nasabah mereka.
Saat ini, lanjut Togar, asosiasi belum mendapatkan kejelasan informasi terkait langkah hukum berupa penyitaan aset yang dilakukan Kejaksaan Agung. Padahal, nasabah memerlukan penjelasan secara gamblang dari kaitan antara langkah hukum Kejaksaan Agung memblokir SRE WanaArtha dengan tindak pidana pencucian uang yang membelit Jiwasraya.
”Alasan dari pemblokiran SRE WanaArtha harus dibuat terang benderang agar semua pihak dapat menilai dan turut menelusuri, siapakah pemilik sebenarnya dari setiap instrumen investasi yang terdapat dalam SRE tersebut,” ujarnya.
Togar pun mengingatkan bahwa salah satu unsur bisnis dari perusahaan asuransi jiwa adalah produk investasi. Terdapat jenis produk asuransi jiwa di mana unsur investasi dari produk tersebut merupakan milik pemegang polis sehingga risiko investasinya juga merupakan risiko dari pemegang polis alih-alih risiko perusahaan asuransi jiwa.
Hingga triwulan II-2020, AAJI mencatat total investasi industri asuransi jiwa mencapai Rp 432,87 triliun atau turun 10,5 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya. Portofolio investasi industri lebih banyak di pasar modal. Dari data asosiasi, investasi paling banyak adalah reksadana, saham, dan ketiga terbanyak seperti sukuk, SBN, dan obligasi.
”Situasi pasar modal sangat memengaruhi industri asuransi jiwa, tetapi secara umum, penurunan investasi juga menjadi tantangan semua lini bisnis, bukan hanya dari sektor asuransi,” kata Togar.
Kompas telah berupaya mengonfirmasi upaya tindak lanjut dari manajemen WanaArtha Life terkait langkah apa yang akan ditempuh atas pemblokiran aset yang membuat perusahaan tidak mampu membayar manfaat dan polis nasabah. Namun, pihak manajemen enggan memberikan tanggapan.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia atau BPUI (Persero) Robertus Bilitea mengatakan, sebagai induk perusahaan asuransi milik negara, BPUI tidak akan mencampuri masalah yang menimpa WanaArtha Life dan hanya fokus untuk kembali menyehatkan Jiwasraya.
”Saat ini temen-temen dari Jiwasraya masih melakukan restrukturisasi terhadap para pemegang polis yang mereka tandatangani di Jiwasraya,” ujar Robertus.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah menjelaskan, regulator telah menyurati pemegang saham WanaArtha Life untuk bertanggung jawab menyelesaikan masalah gagal klaim dengan menambah modal ke perusahaan.
Regulator telah menyurati pemegang saham WanaArtha Life untuk bertanggung jawab menyelesaikan masalah gagal klaim dengan menambah modal ke perusahaan.
”Sudah ada suntikan modal baru untuk keperluan operasional, tetapi tetap tidak cukup karena masalah sudah terlanjur viral dan banyak juga dari nasabah menarik dana,” ujarnya.
Ahmad menegaskan bahwa asuransi merupakan bisnis kepercayaan karena para pemegang polis menyerahkan dananya untuk memperoleh proteksi melalui klaim.
Sayangnya, lanjut dia, kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi jiwa saat ini tengah terganggu akibat masih terdapat kesulitan proses klaim yang terjadi sehingga menjadi momok menakutkan sehingga banyak di kalangan masyarakat yang memilih untuk tidak membeli asuransi.