Jelaskan Aset yang Disita Terkait Perkara Jiwasraya
›
Jelaskan Aset yang Disita...
Iklan
Jelaskan Aset yang Disita Terkait Perkara Jiwasraya
Nasabah merasa dirugikan setelah aset WanaArtha Life turut disita sebagai imbas kasus dugaan korupsi dan pencucian uang Jiwasraya. Namun, Kejagung menegaskan penyitaan aset terkait perkara.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyitaan dan pemblokiran aset dari terdakwa perkara dugaan korupsi dan pencucian uang PT Asuransi Jiwasraya (Persero) berdampak pada pihak ketiga, salah satunya nasabah WanaArtha Life. Kejaksaan Agung diminta menjelaskan secara detail aset yang disita dari terdakwa kasus korupsi Jiwasraya.
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 26 Oktober memvonis Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat pidana penjara seumur hidup. Mereka juga dijatuhi pidana uang pengganti dengan total Rp 16,8 triliun.
Asosiasi industri asuransi jiwa mendukung proses hukum yang tengah dijalani sejumlah perusahaan asuransi jiwa. Namun, diharapkan keputusan hukum dapat menciptakan rasa keadilan bagi masyarakat, khususnya nasabah.
”Mengingat pemblokiran ini terkait masalah hukum, saran asosiasi sebaiknya juga diurus secara hukum,” ujar Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia Togar Pasaribu saat dihubungi, Kamis (29/10/2020).
Sejak Januari 2020, Kejaksaan Agung memblokir Subrekening Efek (SRE) PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha atau WanaArtha Life dengan alasan menjadi alat bukti kasus Jiwasraya.
Berdasar keterangan di pengadilan, WanaArtha Life tercatat dua kali menjual saham PT Hanson International Tbk, yang berkode emiten MYRX, ke Jiwasraya. Kepemilikan saham perusahaan itu membuat Jiwasraya gagal investasi dan tak mampu membayarkan manfaat ke nasabahnya.
”Alasan pemblokiran SRE WanaArtha harus dibuat terang benderang agar semua pihak dapat menilai dan turut menelusuri, siapakah pemilik sebenarnya dari setiap instrumen investasi yang terdapat dalam SRE tersebut,” ujarnya.
Nasabah terdampak
Penyitaan rekening terhadap WanaArtha Life berdampak langsung kepada nasabah. Salah satu nasabah, Robi Widjaja (44), meninggal karena klaim yang diajukan untuk berobat tidak cair. Sementara nilai polis Robi Rp 300 juta. ”Kami berharap uang cair, tetapi tak bisa karena WanaArtha tidak memiliki uang,” kata Dedy, adik Robi, saat dihubungi di Jakarta.
Nasabah WanaArtha sekaligus humas Perkumpulan Pemegang Polis WanaArtha (P3W), Freddy Handojo W, mengatakan, hak-hak nasabah tidak bisa dipenuhi karena WanaArtha beralasan rekening efeknya disita Kejagung.
”Ini bukan asuransi tradisional, tetapi asuransi Dwiguna atau PAYDI (produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi). Minimal pembayaran Rp 100 juta per polis dan kami mendapat kompensasi atau manfaat tunai setiap bulan. Secara kumulatif, kerugian nasabah WanaArtha yang tergabung di P3W sekitar Rp 250 miliar,” kata Freddy.
Baca juga : Masyarakat yang Dirugikan Kasus Jiwasraya Dapat Menggugat
Ada 200-230 nasabah WanaArtha yang tergabung di P3W. Menurut Freddy, nasabah kebingungan karena tidak terkait dengan kasus di Jiwasraya, tetapi mereka terdampak. Mereka memohon ada kebijaksanaan sebab kerugian nasabah tidak hanya dihitung dari finansial. Selain ada nasabah yang meninggal karena tak bisa berobat, ada juga yang tak bisa membayar uang sekolah hingga nasabah lanjut usia tak memperoleh uang pensiun.
Tanggung jawab
Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Yenti Garnasih mengatakan, penyitaan aset dilakukan penyidik karena dalam perkara itu terdapat pidana pencucian uang. Hal itu dilakukan penyidik setelah mendapat bukti mencukupi.
Perusahaan asuransi WanaArtha, katanya, memang tidak terkait dalam perkara Asuransi Jiwaraya, tetapi bisa jadi menerima aliran dana dari terdakwa kasus pencucian uang. Itu berarti ada kemungkinan dana hasil tindak kejahatan bercampur dengan dana nasabah.
Menurut Yenti, yang mesti bertanggung jawab kepada nasabah ketika terjadi pemblokiran oleh penyidik adalah pihak perusahaan. Nasabah yang merasa dirugikan dapat menempuh gugatan perdata.
Namun, lanjut Yenti, penyidik mestinya menjelaskan kepada publik mengenai aset yang telah mereka sita secara rinci yang jumlahnya Rp 18 triliun. Dalam proses hukum selanjutnya, aset sitaan itu harus dijelaskan di putusan majelis hakim.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengatakan, upaya hukum berupa gugatan perdata terhadap korporasi adalah jalur hukum yang memungkinkan untuk ditempuh masyarakat.
”Aset yang diblokir kejaksaan itu ada kaitannya dengan perkara. Kalau tidak ada kaitan, mestinya WanaArtha membayar klaim ke nasabah dan tidak boleh berdalih bahwa uang nasabah terblokir karena kasus Asuransi Jiwasraya. Kan, tidak semua aset WanaArtha terblokir,” kata Hari.
Kompas berupaya mengonfirmasi manajemen WanaArtha Life terkait langkah apa yang akan ditempuh atas pemblokiran aset yang membuat perusahaan tak mampu membayar manfaat dan polis nasabah. Namun, pihak manajemen enggan memberikan tanggapan.
Sementara itu, Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Nonbank 2A Otoritas Jasa Keuangan Ahmad Nasrullah menjelaskan, regulator sudah menyurati pemegang saham WanaArtha Life untuk bertanggung jawab menyelesaikan gagal klaim dengan menambah modal perusahaan.
”Sudah ada suntikan modal baru untuk keperluan operasional, tetapi tetap tidak cukup karena masalah telanjur viral dan banyak juga dari nasabah menarik dana,” ujarnya. (PDS/NAD/DIM)