Masyarakat Diminta Waspadai Awan Panas Gunung Sinabung
›
Masyarakat Diminta Waspadai...
Iklan
Masyarakat Diminta Waspadai Awan Panas Gunung Sinabung
Kubah lava Gunung Sinabung terus bertumbuh dengan volume kini lebih dari satu juta meter kubik. Pertumbuhan kubah lava membuat awan panas guguran terus terjadi hingga meluncur 2.500 meter.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS — Kubah lava Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, terus bertumbuh dan kini volumenya lebih dari satu juta meter kubik. Pertumbuhan kubah lava membuat awan panas guguran terus terjadi dalam beberapa hari ini yang meluncur hingga 2.500 meter.
”Kami meminta masyarakat mematuhi larangan masuk ke zona merah karena awan panas guguran Gunung Sinabung masih akan terus meluncur dalam beberapa waktu ke depan,” kata pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Armen Putra, Jumat (30/10/2020).
Armen mengatakan, pada Jumat hingga pukul 18.00, awan panas guguran terjadi dua kali, yakni pukul 12.03 dan 14.10. Awan panas meluncur ke arah timur-tenggara masing-masing 2.000 meter hingga 2.500 meter. Jangkauan awan panas itu cukup jauh atau sudah lebih dari setengah lereng Sinabung.
Armen mengatakan, setelah lebih dari setahun tidak terjadi, awan panas guguran Sinabung mulai meluncur lagi sejak Minggu (25/10). Awan panas terjadi hampir setiap hari setelah pertumbuhan kubah lava atau sumbat lava di kawah Sinabung cukup pesat. Volume kubah lava Sinabung pun sudah lebih dari satu juta meter kubik dengan mulut kawah mengarah ke timur-tenggara. Hal itu membuat awan panas meluncur ke sektor timur-tenggara atau ke arah Desa Gamber.
Armen mengatakan, aktivitas kegempaan Sinabung juga meningkat cukup signifikan. Aktivitas kegempaan cukup tinggi dengan didominasi gempa guguran yang mencapai 80 kali per hari, gempa hibrida 41 kali per hari, dan embusan 35 kali per hari. Aktivitas lain yang terpantau adalah gempa frekuensi rendah, tektonik jauh, dan vulkanik dalam.
Meningkatnya aktivitas hibrida tersebut, kata Armen, menandakan pertumbuhan kubah lava yang masih terus terjadi. Sementara gempa guguran menunjukkan kubah lava yang tidak stabil sehingga bisa runtuh menjadi awan panas guguran. Aliran energi dari dapur magma juga masih cukup besar yang ditunjukkan gempa frekuensi rendah yang masih terjadi.
Armen mengatakan, status Sinabung sampai saat ini masih level III atau siaga. Bahaya awan panas bisa dihindari dengan menaati larangan masuk zona merah yang mencakup radius 3 kilometer dari puncak Sinabung, radius 4 km untuk sektor timur-utara, dan 5 km untuk sektor selatan-timur. Masyarakat juga dilarang masuk ke desa yang telah direlokasi.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Natanael Peranginangin mengatakan, mereka berfokus menjaga agar masyarakat tidak masuk ke zona merah dan mengatasi dampak paparan abu. ”Kami berpatroli meminta masyarakat keluar dari zona merah,” katanya.
Aktivitas kegempaan cukup tinggi dengan didominasi gempa guguran yang mencapai 80 kali per hari, gempa hibrida 41 kali per hari, dan embusan 35 kali per hari.
Natanael mengatakan, hingga kini, beberapa masyarakat masih masuk zona merah untuk bertani. Namun, mereka keluar saat ada letusan atau awan panas. Mereka juga tidak menginap di sana.
Dalam catatan Kompas, sembilan warga Desa Gamber pernah meninggal di terjang awan panas saat bertani di zona merah tersebut, Mei 2016. Ketika itu, awan panas meluncur hingga empat kilometer.
Natanael mengatakan, saat ini, dampak awan panas Sinabung adalah paparan abu vulkanis. Sedikitnya empat kecamatan terpapar abu, yakni Naman Teran, Simpang Empat, Merdeka, dan Berastagi. Petugas menanggulangi dampak dengan menyiram abu vulkanis dengan mobil pemadam kebakaran.
Yahya Ginting (56), warga Naman Teran, mengatakan, abu vulkanis menumpuk di jalan, atap rumah, dan ladang mereka. ”Kerugian paling besar adalah kerusakan tanaman karena terpapar abu,” kata Yahya.
Yahya mengatakan, beberapa jenis tanaman sayur-sayuran seperti kembang kol, brokoli, dan tomat, rusak total. Mereka pun berharap pada tanaman perkebunan seperti kopi yang lebih tahan pada paparan abu.