Pekerjaan Rumah dari Tengkes hingga Pencegahan Kekerasan Seksual
›
Pekerjaan Rumah dari Tengkes...
Iklan
Pekerjaan Rumah dari Tengkes hingga Pencegahan Kekerasan Seksual
Mewujudkan perlindungan bagi Perempuan dan Perlindungan Anak dari berbagai kekerasan hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia. Saat ini RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sangat dinantikan korban.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Pekerjaan rumah terbesar pemerintah dalam menyiapkan sumber daya manusia adalah menurunkan tingkat tengkes atau stunting di Indonesia. Faktor terpenting adalah pemerataan ekonomi demi mengurangi tingkat kemiskinan. Kasus stunting yang menurunkan kualitas hidup anak Indonesia harus dicegah agar sumber daya manusia Indonesia memiliki daya saing di kancah global.
Pencegahan tengkes dimulai dari persiapan calon ibu hingga menjaga perkembangan bayi agar kualitas hidup anak Indonesia lebih baik sehingga puncak bonus demografi di Indonesia pada 2030 tidak terbuang sia-sia.
Isu tengkes mendapatkan perhatian khusus dan diangkat pemerintah, dalam Laporan Tahunan 2020 Bangkit untuk Indonesia Maju, menandai setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo yang berpasangan dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada periode kedua kepemimpinan Jokowi pada 20 Oktober 2020.
Dari laporan dengan topik ”Cegah Stunting Hadapi Bonus Demografi” ditegaskan, persiapan calon ibu hingga menjaga perkembangan bayi adalah penting. Bicara kesiapan calon ibu berarti bicara soal perempuan yang akan mengandung, melahirkan, menyusui, dan merawat anak hingga dewasa.
Terkait kondisi tengkes, pada tahun 2019, menurut Direktur Gizi Masyarakat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Dhian Probhoyekti Dipo, stunting pada anak balita di Indonesia masih pada angka 27,67 persen (Kompas,15 Oktober 2020).
Tengkes adalah salah satu dari pekerjaan rumah pemerintahan saat ini. Namun, dalam laporan Presiden tersebut, kecuali upaya ibu-ibu membuat masker, laporan tersebut tidak menyinggung secara khusus betapa pentingnya perlindungan perempuan dan anak. Bahkan, upaya pencegahan kekerasan seksual yang dalam belakangan ini nyaring diteriakkan tidak disinggung dalam laporan itu.
Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dalam pernyataan menyikapi Setahun Kepemimpinan Jokowi-Ma’ruf Amin menilai dalam satu tahun terakhir, sesungguhnya pemerintah menghadapi tantangan berat dalam pemenuhan hak-hak konstitusional warga, termasuk hak atas rasa aman.
Selain karena dampak sistemik berskala global akibat pandemi Covid-19, tantangan berat yang dihadapi adalah konsolidasi politik akibat residu pemilu 2019 dan perkembangan paham yang merongrong pondasi konstitusi.
Regulasi
Dari sisi regulasi, Komnas Perempuan mengakui ada sejumlah kebijakan/regulasi pemerintah yang berkontribusi langsung ataupun tidak langsung secara positif pada pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Misalnya, Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), yang meneguhkan kewenangan kementerian tersebut untuk menyelenggarakan koordinasi pengada layanan terpadu di tingkat daerah dan menjadi rujukan akhir di tingkat nasional untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Ini artinya memperluas kewenangan Kementerian PPPA yang selama ini hanya bertugas sebagai kementerian koordinasi dan sinkronisasi semata sehingga Kementerian PPPA bisa lebih aktif menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, terutama dalam situasi pandemi Covid-19. Apalagi perempuan mengalami beban yang lebih berat di masa pandemi.
Kendati mengapresiasi kebijakan Presiden Jokowi, di sisi lain Komnas Perempuan menyoroti adanya regulasi yang dinilai kontradiksi dalam kebijakan, seperti dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Pengaturan di dalam UU tersebut berpotensi mengurangi perlindungan hak perempuan pekerja, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk risiko yang ditanggung perempuan disabilitas, termasuk yang menjadi disabilitas akibat kecelakaan kerja.
Pengaturan di dalam UU Cipta Kerja juga dikuatirkan dapat menyebabkan upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan menjadi tidak efektif, terutama terkait dengan kerentanan pada konflik sumber daya alam dan konflik agraria yang muncul akibat proyek pembangunan. Hal ini terlihat pada tahun 2020 saja, Komnas Perempuan menerima tujuh laporan kasus kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan konflik sumber daya alam dan agraria yang berhadapan dengan kepentingan usaha atau kebijakan pembangunan.
Terkait pencegahan kekerasan seksual Komnas Perempuan berharap sikap duk KemenPPPA yang ditunjukkan dalam dukungan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual terus dilakukan. ”Harapannya jika RUU Penghapusan Kekerasan Seksual tidak menjadi prioritas Prolegnas 2021, Pemerintah Jokowi-Ma’ruf Abisa menjadikannya sebagai usul inisiatif dari Pemerintah,” kata Siti Aminah Tardi, komisioner Komnas Perempuan, Minggu (29/10/2020).
Menteri PPPA Bintang Darmawati mengungkapkan saat ini Kementerian PPPA menjalankan dua fungsi tambahan, yakni penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan yang memerlukan koordinasi tingkat nasional, lintas provinsi, dan internasional; dan penyediaan layanan bagi anak yang memerlukan pelindungan khusus yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional.
Selain dua fungsi tersebut, saat ini Kementerian PPPA juga fokus melaksanakan arahan Presiden Jokowi untuk laksanakan lima isu prioritas yakni Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan; Peningkatan Peran Ibu dalam Pendidikan Anak; Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak; Penurunan Pekerja Anak; dan Pencegahan Perkawinan Anak.
Untuk menjalankan tugasnya Bintang Darmawati berhatap dukungan semua pemangku kebijakan. ”Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, tetapi membutuhkan dukungan multipihak,” ujar Bintang.
Selama setahun ini, Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah menilai sejuah ini KemenPPPA sudah ada kemajuan, terutama usaha untuk merespons isu perempuan lintas sektor dan koordinasi antarkementerian.
Kendati demikian, perlindungan perempuan dan anak dari berbagai kekerasan terutama di masa-masa pandemi, penting menjadi perhatian pemerintah.