Pilkada di Kabupaten Pasaman hanya diikuti oleh satu pasangan calon. Potret sejarah baru pilkada melawan kotak kosong terjadi pertama kali di Sumatera Barat.
Oleh
Dedy Afrianto
·5 menit baca
Pemilihan kepala daerah di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, tahun ini, hanya diikuti oleh satu pasangan calon. Ini merupakan calon tunggal pertama sepanjang sejarah penyelenggaraan pilkada di Ranah Minang sejak 2005. Jika melihat jejak penguasaan suara pemenang pilkada di Pasaman pada tahun-tahun sebelumnya, tak ada jaminan kemudahan untuk menang melawan kotak kosong.
Sejak Pilkada 2005, daerah-daerah di Sumatera Barat selalu berhasil melahirkan lebih dari satu pasangan calon dalam setiap penyelenggaraan pilkada. Menurut catatan Litbang Kompas, lebih dari dua pertiga wilayah di Sumatera Barat memiliki lebih dari dua pasangan calon dalam penyelenggaraan pilkada sejak 2005 hingga 2020.
Beberapa pilkada bahkan diikuti oleh banyak pasangan calon sebelum lahirnya ketentuan ambang batas dukungan partai politik sebesar 20 persen dari total kursi di DPRD. Pilkada di Kota Padang 2013, misalnya, yang diikuti oleh 10 pasangan calon. Daerah lainnya juga pernah memiliki tujuh pasangan calon seperti Pilkada Kota Solok 2010 dan Pariaman pada tahun 2013.
Pada tingkat kabupaten, jumlah pasangan calon juga terbilang cukup banyak dalam gelaran pilkada. Daerah Solok Selatan (2010) dan Mentawai (2011), misalnya, yang memiliki enam kandidat kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pada tahun ini, dari 11 kabupaten yang akan menyelenggarakan pilkada, enam di antaranya memiliki lebih dari tiga pasangan calon kepala daerah.
Jejak penyelenggaraan pilkada sebelumnya menunjukkan bahwa daerah-daerah di Ranah Minang selalu menjadi magnet yang menghasilkan banyak pasangan calon. Ini tentu menjadi kabar baik bagi penyelenggaraan demokrasi di Indonesia, khususnya Sumatera Barat.
Namun, di tengah kehadiran banyak calon kepala daerah, anomali terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Pasalnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pasaman pada September lalu telah menetapkan satu pasangan calon yang akan berlaga dalam pemilihan kepala daerah 9 Desember.
Calon tunggal yang ditetapkan adalah pasangan Benny Utama-Sabar AS yang sebelumnya menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat dari daerah pemilihan Pasaman dan Pasaman Barat. Keduanya memperoleh dukungan dari partai politik yang menguasai 82,9 persen kursi di DPRD Pasaman.
Pasangan Benny Utama-Sabar AS awalnya bukanlah tanpa penantang. Sebelumnya, koalisi Gerindra dan Hanura telah mengusung pasangan Atos Pratama-M Saleh. Atos merupakan wakil bupati Pasaman periode 2016-2021. Sementara Saleh adalah mantan sekretaris daerah Kabupaten Pasaman yang telah memasuki masa purnatugas.
Namun, kandidat ini gagal untuk mendaftar karena partai pengusung hanya memiliki enam kursi dengan proporsi 17,1 persen di DPRD. Untuk mendaftar sebagai pasangan calon, butuh dukungan dari partai yang menguasai minimal tujuh kursi atau dengan proporsi 20 persen di DPRD. Artinya, pasangan Atos-Saleh kekurangan dukungan satu kursi sehingga gagal mendaftar ke KPU.
KPU Pasaman telah memperpanjang masa pendaftaran pada September lalu. Ini dilakukan sesuai Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015 yang memberikan waktu perpanjangan pendaftaran maksimal selama tiga hari jika hingga akhir masa pendaftaran hanya terdapat satu pasangan calon.
Walakin, tidak ada tambahan calon yang mendaftar. Pasalnya, dari 10 partai politik yang memiliki kursi di DPRD, delapan di antaranya telah memberikan dukungan kepada pasangan Benny Utama-Sabar AS. Artinya, hanya Gerindra dan Hanura yang tersisa sehingga tidak dapat mengusung pasangan calon.
Indikasi hadirnya calon tunggal dalam penyelenggaraan pilkada di Pasaman telah terlihat dari jejak penyelenggaraan pilkada sebelumnya. Sejak Pilkada 2005, 2010, dan 2015, persaingan ketat hanya melibatkan dua sosok, yakni Yusuf Lubis dan Benny Utama. Keduanya selalu bersaing dan silih berganti memenangi pilkada di Pasaman.
Ketatnya persaingan ini, terekam dalam hasil raihan suara pada setiap penyelenggaraan pilkada. Pada tahun 2010, misalnya, Benny Utama berhasil mengalahkan petahana Yusuf Lubis dengan meraup 56,25 persen suara. Pada Pilkada 2015, giliran Yusuf Lubis yang mengalahkan Benny dengan kemenangan tipis 50,49 persen berbanding 49,51 persen.
Yusuf Lubis, yang telah dua kali menjabat sebagai bupati (2005-2010 dan 2016-2021), tidak lagi dapat mencalonkan diri dalam pilkada tahun ini. Praktis hanya Benny Utama yang memiliki tiket untuk bertarung keempat kalinya dalam gelaran Pilkada Pasaman.
Pada satu sisi, Benny telah memiliki modal sosial yang cukup besar karena telah dikenal oleh masyarakat Pasaman. Selain itu, dukungan mayoritas partai di DPRD juga menjadi modal elektoral dalam meraih basis massa.
Walakin, usaha keras masih harus ditempuh oleh pasangan Benny-Sabar AS untuk bersaing melawan kotak kosong. Sebab, jika melihat dari jejak penyelenggaraan pilkada sebelumnya, tidak ada satu pun calon kepala daerah yang berhasil meraih kemenangan dengan dukungan suara yang sangat besar.
Sementara dalam tiga pilkada sebelumnya, terdapat basis massa yang cukup loyal dengan Yusuf Lubis, pesaing utama Benny. Tentu, penguasaan suara dari loyalis Yusuf Lubis sebelumnya mutlak harus dilakukan agar tidak dikalahkan oleh kotak kosong.
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, surat suara di Pilkada Pasaman akan terdiri dari dua kotak atau kolom, yakni kotak yang berisi foto calon pasangan kepala daerah dan kotak kosong. Pemilih nantinya dapat mencoblos di antara dua kolom yang telah disediakan pada surat suara.
Untuk melenggang sebagai bupati dan wakil bupati terpilih, Benny Utama-Sabar AS harus meraih lebih dari 50 persen dari suara. Artinya, kampanye menjadi kunci utama untuk meraih dukungan dari konstituen.
Jika lebih dari separuh pemilih mencoblos kotak kosong, tidak ada kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dalam Pilkada Pasaman tahun ini. Untuk mengisi kekosongan jabatan, ditunjuk penjabat bupati sambil menunggu pelaksanaan pilkada berikutnya yang diatur oleh undang-undang. Sementara pasangan calon yang kalah ataupun pasangan lainnya dapat kembali mendaftar sesuai ketentuan umum yang berlaku.
Bagaimanapun, persaingan melawan kotak kosong adalah pengalaman pertama bagi Sumatera Barat, khususnya Pasaman, dalam penyelenggaraan pilkada. Kondisi ini tentu perlu disikapi sebagai pembelajaran untuk menuju proses kematangan demokrasi. Sebab, meskipun mencerminkan corak politik pragmatis, hadirnya calon tunggal dalam pilkada adalah sebuah realitas politik dalam demokrasi yang harus dihadapi. (LITBANG KOMPAS)