Layanan Multidisiplin untuk Atasi Disfungsi Seksual
›
Layanan Multidisiplin untuk...
Iklan
Layanan Multidisiplin untuk Atasi Disfungsi Seksual
Disfungsi ereksi dan kelainan genitalia bisa menghambat kebahagiaan pasangan. Masalah itu juga berpengaruh pada kesehatan fisik dan psikis. Karena itu, perlu dicari penyebabnya dan ditangani secara multidisiplin.
Oleh
ATIKA WALUJANI MOEDJIONO
·4 menit baca
Kasus disfungsi ereksi cukup banyak. Namun, umumnya penderita tidak menyadari, malu untuk mengakui, atau mencari bantuan ke tempat yang tidak tepat. Ada berbagai penyebab, mulai dari gangguan fisik hingga gangguan psikis. Disfungsi ereksi sering kali perlu diatasi secara lintas bidang ilmu kedokteran.
Untuk itu, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) meluncurkan Men’s Health and Couple’s Well-being Clinic RSCM Kencana yang merupakan penggabungan Klinik Impoten untuk pria dan Klinik Edelweis untuk perempuan yang ada di Bagian Urologi RSCM sejak 1996.
Ereksi, menurut dokter spesialis urologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)-RSCM, Nur Rasyid, merupakan proses kompleks terkait sistem saraf, hormon, dan pembuluh darah. Adapun disfungsi ereksi (DE) adalah ketidakmampuan untuk mencapai dan mempertahankan ereksi yang cukup untuk performa seksual yang memuaskan.
Disfungsi ereksi bisa berpengaruh pada kesehatan secara umum, misalnya meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular.
”Disfungsi ereksi bisa berpengaruh pada kesehatan secara umum, misalnya meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular. Selain itu, menurunkan kualitas hidup penderita dan pasangannya,” ujar Nur Rasyid.
Berdasarkan survei urologi dari Asosiasi Urologi Eropa (EAU) 2020, tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang DE masih rendah. Sekalipun di negara maju, sekitar 50 persen pria tidak menyadari atau memiliki pemahaman yang salah tentang DE. Perempuan lebih paham masalah kesehatan pria dibandingkan dengan pria.
Sementara sedikit pria lajang yang tahu tentang DE. Hanya 1 dari 4 pria yang membahas gangguan tersebut dengan pasangan. Yang menyadari masalah pun tidak banyak yang mencari bantuan ke dokter. Mereka lebih memilih ke terapis atau psikolog.
Disfungsi ereksi bisa berpengaruh pada kesehatan secara umum, misalnya meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular. Selain itu, menurunkan kualitas hidup penderita dan pasangannya.
Prevalensi dunia untuk DE, pada usia 40-49 tahun (5 persen), 50-59 tahun (9 persen), 60-69 tahun (15 persen), dan 70-80 tahun (22 persen). Di Indonesia, survei tahun 2019 terhadap 255 responden berusia 20-80 tahun mendapatkan, prevalensi DE sebesar 35,6 persen.
Menurut dokter subspesialis andrologi urologi yang juga anggota tim Men’s Health and Couple’s Well-being Clinic RSCM Kencana, Ponco Birowo, dalam peluncuran secara daring, Selasa (27/10/2020), klinik kesehatan pria dan pasangan tersebut memberikan layanan dengan pendekatan multidisiplin berbasis one stop service.
”Selain ahli urologi, ada ahli endokrinologi, jantung, saraf, kandungan, rehabilitasi medik, bedah, bedah plastik dan psikiater, yang akan membantu sesuai dengan kebutuhan pasien,” ujarnya.
Peralatan unggulan klinik tersebut meliputi, antara lain, Rigiscan untuk menilai kemampuan ereksi pasien secara obyektif pada saat tidur, USG Doppler penis untuk melihat adanya kerusakan pembuluh darah, elektroneurografi untuk menilai sistem saraf terkait fungsi seksual serta fungsi saraf otonom. Selain itu, ada alat terapi seperti extracorporeal shockwave therapy (terapi gelombang kejut untuk memperbaiki pembuluh darah), low level laser therapy (terapi laser kadar rendah).
Berbagai penyebab
Untuk mengatasi DE, demikian Nur Rasyid, perlu dicari akar penyebabnya. Ada berbagai penyebab, mulai dari penyakit penyerta, seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, gangguan prostat, kerusakan saraf, atau kadar hormon testosteron rendah, usia lanjut, akibat obat-obatan tertentu, rokok, alkohol, hingga kecemasan, stres, dan depresi.
Terapi bersifat spesifik, sesuai dengan kebutuhan pasien. Bisa berupa mengatasi penyebab DE yang bisa disembuhkan (dengan obat, hormon, implan, operasi, atau psikoterapi), modifikasi gaya hidup, serta edukasi dan konseling terhadap pasien dan pasangan.
Guru Besar Ilmu Kesehatan Jiwa FKUI-RSCM Tjhin Wiguna memaparkan sejumlah gangguan psikis yang bisa memicu DE, yakni kecemasan terkait kemampuan seksual atau kondisi lain, masalah dalam pernikahan, depresi, perasaan bersalah, stres, dan trauma masa lalu yang tak terselesaikan. Hal lain, adiksi pornografi dan masturbasi eksesif sehingga tidak mampu berhubungan seks secara normal.
Untuk mengatasi masalah psikiatri, dilakukan wawancara dan pemeriksaan status mental untuk mendapatkan diagnosis yang tepat serta perawatan yang sesuai.
Di luar masalah DE, ada sejumlah kondisi fisik yang bisa menghambat, yakni kelainan genitalia bagian luar yang menyebabkan penderita malu. ”Umumnya menjelang pernikahan, individu baru membuka diri dan ke dokter,” kata Guru Besar Ilmu Bedah Plastik FKUI-RSCM Chaula L Sukasah.
Kemajuan ilmu bedah plastik kini memungkinkan dilakukan operasi rekonstruksi untuk mengatasi kelainan yang memengaruhi hubungan seksual, baik pada lelaki maupun perempuan.
Berbagai kelainan pada pria yang bisa diperbaiki, misalnya mikropenis, penis tertutup lemak, diameter penis kecil, lubang penis tidak pada tempat seharusnya, testis tidak turun ke kantong skrotum, fimosis, penis bengkok, ataupun saluran kemih pendek.
Sedangkan masalah pada perempuan antara lain makroklitoris sehingga mirip penis, labia minora besar, vulva terkubur lemak, kelemahan otot panggul, vagina tidak terbentuk, ada pula selaput dara tidak berlubang.
Tidak hanya obat atau operasi untuk mengatasi gangguan. Dokter spesialis rehabilitasi medik Herdiman B Purba menjelaskan, ada berbagai latihan untuk mengatasi masalah terkait fisik, antara lain latihan untuk gangguan tulang belakang, kelemahan otot dasar panggul, juga untuk meningkatkan kebugaran jantung dan paru.
Untuk berkonsultasi, kata Kepala Instalasi Pelayanan Terpadu RSCM Kencana Riyadh Firdaus, pasien bisa mendaftar dan membuat perjanjian melalui call center RSCM di 1500135 atau lewat nomor telepon 08211257792.
Menjawab keraguan masyarakat, Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti menyatakan, area RSCM dipisahkan antara zona perawatan Covid-19 dan non-Covid-19. Setiap zona dikontrol dan protokol kesehatan diterapkan secara ketat.
Perawatan pasien Covid-19 dipusatkan di RSCM Kiara Ultimate. ”Dengan demikian, pasien di bagian lain terjaga dari paparan Covid-19,” tutur Lies Dina.