Mahasiswa Memboikot Upacara Wisuda Sarjana yang Dipimpin Raja
›
Mahasiswa Memboikot Upacara...
Iklan
Mahasiswa Memboikot Upacara Wisuda Sarjana yang Dipimpin Raja
Sebagian mahasiswa calon sarjana memboikot upacara wisuda yang dipimpin langsung raja Thailand, Raja Maha Vajiralongkorn, di Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand. Mereka memilih "diwisuda" oleh pengritik monarki.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
BANGKOK, SABTU – Sejumlah mahasiswa memboikot upacara wisuda di Universitas Thammasat, Bangkok, yang dipimpin langsung oleh Raja Thailand Maha Vajiralongkorn, Jumat dan Sabtu (30-31/10/2020). Para mahasiswa yang memboikot berkeras bahwa sikap mereka sejalan dengan substansi aksi mereka selama berbulan-bulan, yaitu mengurangi peran monarki dalam sistem ketatanegaraan Thailand dan menuntut Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk mundur.
Sementara, sebagian mahasiswa lain memilih mengikuti wisuda karena memenuhi keinginan keluarga dan momen itu dianggap merupakan peristiwa sekali seumur hidup.
Raja Maha Vajiralongkorn tiba di tempat upacara, Universitas Thammasat pada Jumat (30/10) sore dan, menurut laporan, tidak ada gangguan selama kegiatan berlangsung pada hari itu. Semua peserta wisuda yang hadir harus menjalani tes kesehatan, membuktikan dirinya sehat dan tidak terpapar Covid-19 dan menjaga jarak satu sama lain selama kegiatan berlangsung.
Pihak kampus merencanakan lebih dari 9.000 siswa diwisuda selama dua hari berturut-turut di Thammasat pada hari Jumat dan Sabtu. Kelompok aktivis mahasiswa telah meminta para calon wisudawan untuk melewatkan kegiatan itu. Dalam upacara wisuda tersebut, setiap orang berjalan ke arah raja dengan memberi penghormatan dan menerima gelar dari tangannya. Prosesi itu dinilai bertentangan dengan substansi aksi yang tengah dijalankan oleh mereka.
Universitas Thammasat telah lama dipandang sebagai sarang gerakan radikal oleh pemerintah. Dan, di kampus ini, 44 tahun lalu, militer yang loyal terhadap monarki Thailand melancarkan kekerasan terhadap mahasiswa dan pengunjuk rasa pro-demokrasi. Puluhan orang, termasuk mahasiswa, tewas di lokasi tersebut.
Suppanat Kingkaew (23) mengatakan, dia memboikot upacara wisuda itu atas dasar sejarah yang ditorehkan di kampus tersebut.
"Apa pun harus dilakukan agar aula itu hanya terisi sesedikit orang,” kata Suppanat. Hal itu dilakukan untuk mengirim pesan secara tidak langsung bahwa mereka tidak senang dengan monarki dan menginginkan perubahan.
Tindakan serupa dilakukan Thatsanee Wan. “Bagi saya, saya memilih untuk tidak hadir. Saya hanya menghadiri gladi bersih dan bertanya pada diri sendiri bagaimana perasaan saya. Saya merasa itu tidak benar,” tuturnya.
Sementara Khetsophon Sirisopa, teman Thatsanee, mengatakan, dirinya hadir karena dorongan pihak keluarga.
"Dalam kasus saya, keluarga saya ingin saya menghadiri upacara tersebut, jadi saya ingin melakukan apa yang mereka sukai. Jika tidak (karena mereka), saya tidak akan hadir karena saya merasa tidak nyaman dan jadwal saya yang sibuk,” katanya. Dia mengatakan, teman-temannya menghormati pilihannya.
Mahasiswa yang memboikot kegiatan wisuda itu berfoto dengan potongan kertas berbentuk para sosok pengritik monarki Thailand, seperti sejarawan Somsak Jeamteerasakul dan mantan diplomat Pavin Chachavalpongpun. Beberapa dari mereka memilih berpose dengan foto seorang penjual kacang terkenal di kalangan mahasiswa ketimbang mengikuti wisuda bersama Raja.
"Saya memilih berfoto dengan Somsak karena saya menghormatinya dan menurut saya dia tidak pantas menerima apa pun yang terjadi padanya karena mengatakan kebenaran dan dengan berani mengkritik monarki secara terbuka," kata seorang mahasiswa berusia 23 tahun, yang menyebut namanya sebagai Marut.
Mengutip sebuah sumber, seorang penyiar stasiun televisi yang terafiliasi dengan Pemerintah Thailand, Thai PBS, menyebutkan, jumlah wisudawan yang hadir hanya separuh dari total 9600-an orang yang dijadwalkan untuk diwisuda pada kegiatan itu. Tahun lalu, jumlah ketidakhadiran hanya 10 persen.
Upacara kelulusan dengan foto-foto yang menyertainya adalah ritual di Thailand. Banyak keluarga memajang foto-foto lulusan berbingkai emas yang menerima gelar sarjana dari raja. Praktik ini telah berlangsung satu abad terakhir ini untuk memperkuat ikatan kerajaan dengan kalangan kelas menengah.
Pihak rektorat tidak mengeluarkan pernyataan apapun terkait kegiatan wisuda tersebut.
Aktivis dirawat di RS
Tiga aktivis terkemuka gerakan pro-demokrasi Thailand menjalani perawatan di rumah sakit setelah terjadi keributan di luar kantor polisi Bangkok pada Jumat malam atau Sabtu (31/10) dinihari. Ketiga aktivis tersebut adalah Panupong "Mike" Jadnok, Panusaya "Rung" Sithijirawattanakul, dan Parit "Penguin" Chiwarak Panupong Jadnok.
Keributan terjadi tidak lama setelah ketiga aktivis tiba di kantor polisi Bangkok seusai menjalani penahanan di sebuah penjara di luar ibu kota Thailand itu. Pengadilan telah memerintahkan aparat berwenang untuk membebaskan ketiganya setelah mereka menjalani masa tahanan sejak pertengahan Oktober lalu karena dugaan penghasutan.
Polisi yang tidak puas dengan pembebasan ketiganya berupaya untuk mengganjar mereka dengan tuduhan baru. Polisi juga tengah mencari cara untuk menjebloskan ketiganya kembali ke penjara.
Ketiga aktivis sempat berbaur dengan massa yang menunggu pembebasan mereka di kantor polisi. Namun, ketiganya sempat diinterogasi kembali oleh tim penyidik.
"Setelah diinterogasi, baik Rung maupun Penguin merasa lemah dan telah dikirim ke rumah sakit tempat mereka diperkirakan akan tinggal selama dua-tiga hari," kata Tosaporn Sererak, seorang dokter dan mantan anggota parlemen yang menemani ketiganya.
Dia mengatakan, Panupong tampaknya tidak sadarkan diri saat dia dimasukkan ke dalam ambulans. Media lokal melaporkan bahwa Panupong tidak sadarkan diri setelah dicekik oleh salah satu polisi berpakaian preman.
“Batang besi bisa memenjarakan bintang, tetapi tidak cahaya bintang. Dalam hati, saya masih percaya pada rakyat. Angin perubahan, angin demokrasi sudah tiba di Thailand,” kata Parit kepada massa. (REUTERS/AP/AFP)