Wabah Covid-19 tak menghalangi para pekerja seni untuk tetap bereksplorasi dan berkarya. Tanpa dana pun mereka tetap giat mencipta.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Delapan bulan sudah pandemi Covid-19 melanda dunia. Fenomena global ini nyaris menghentikan nadi-nadi aktivitas karena semakin terbatasnya ruang gerak sebagai konsekuensi untuk menghambat peredaran virus korona baru.
Namun, bagi para pekerja seni, pandemi bukan alasan untuk berhenti berkarya. Di Ngawi, Jawa Timur, hari ini mulai pukul 08.00, para seniman yang tergabung dalam Kraton Ngiyom tetap menggelar seni kejadian berdampak Upacara Kebo Ketan (UKK) V secara daring lewat siaran langsung grup Facebook Kraton Ngiyom. Tema UKK V tahun 2020 adalah ”Suburlah Tanahnya, Suburlah Jiwanya” yang merupakan penggalan syair lagu ”Indonesia Raya” stanza kedua karya WR Soepratman.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, UKK V tetap mengupayakan dampak kohesi sosial untuk difokuskan ke upaya pelestarian alam dan lingkungan hidup serta pelestarian budaya dan penguatan kesenian lokal. Satu hal menarik dari seni kejadian berdampak kali ini karena wabah Covid-19, maka Kraton Ngiyom sebagai penyelenggara memutuskan untuk tidak memakai dana pemerintah, baik Pemerintah Kabupaten Ngawi maupun pemerintah pusat untuk menggelar UKK V.
Kami benar-benar hanya bermodalkan kekayaan jiwa semata karena seni upacara pada hakikatnya adalah sebuah doa, maka makna dan jiwa upacara tidaklah ditentukan oleh gebyar materinya. (Bramantyo Prijosusilo)
”Kami benar-benar hanya bermodalkan kekayaan jiwa semata karena seni upacara pada hakikatnya adalah sebuah doa, maka makna dan jiwa upacara tidaklah ditentukan oleh gebyar materinya,” kata inisiator sekaligus anggota Tim Sutradara UKK V, Bramantyo Prijosusilo, yang mengomando seni kejadian berdampak ini dari Armidale, Negara Bagian New South Wales, Australia, Jumat (30/10/2020).
Tahun lalu, UKK IV melibatkan sekitar 500 seniman dan pekerja seni. Tahun ini, UKK V menghadirkan sederetan penampil, seperti AB Setiadji, Aliem Bakhtiar, Arif Hendrasto, Bonita Adi, Dwi Surni, Oliel Dian Joedono, Petrus Briyanto Adi, Sangha Sundana, Satoko Takaki, dan Kiai Zastrouw al-Ngatawi.
Tidak berhenti
Direktur Heri Pemad Management dan inisiator ArtJog Heri Pemad dalam Diskusi Publik #2 Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), akhir pekan lalu, mengajak para seniman dan pekerja seni agar tidak berhenti berkarya di tengah pandemi, tetapi harus terus membuat sesuatu, asalkan tetap menerapkan protokol kesehatan. ”Ketika membuat Artjog kemarin, saya takut juga (Artjog) didatangi banyak orang. Namun, saya membuktikan bahwa Artjog bisa diselenggarakan. Pengunjung didata dan ketika di dalam diatur flow-nya,” katanya.
Tahun ini, Artjog mengangkat tema ”Resilience”. Pameran ini digelar 7 September hingga 10 Oktober 2020 dengan membuka tiga sesi kunjungan pada hari Senin-Kamis dan empat sesi pada Jumat-Minggu dengan durasi dua jam di setiap sesi. Jumlah pengunjung di setiap sesi juga dibatasi maksimal hanya 60 orang.
Meski pameran luring sudah ditutup 10 Oktober 2020, publik bisa menikmati video pameran dan film Expanded ARTJOG di situs web https://resilience.artjog.co.id/ hingga hari ini. ”Pemaknaan Artjog tahun ini lebih pada peristiwanya, bagaimana menggerakkan semangat dan motivasi para seniman serta ekosistem seni yang melingkupinya di tengah pandemi,” papar Heri.
Heri meyakini, pameran seni rupa tetap membutuhkan bentuk fisik karya. Sebab, pameran seni rupa bukan sekadar pameran yang serta-merta bisa dipindahkan ke platform virtual. Pameran seni rupa membutuhkan emosi penikmat saat mengapresiasi karya. ”Pamerannya tetap fisik (luring), hanya didokumentasikan secara daring,” paparnya.
Senada dengan Heri, Ketua Komite Seni Rupa DKJ Aidil Usman mengatakan, pendekatan luring tetap penting. Sebab, kreativitas adalah imunitas tersendiri pada masa pandemi Covid-19 ini. ”Covid-19 mengajarkan kita untuk tetap kreatif. Ke depan, kita harus siap dengan ’ledakan-ledakan’ baru, ’lompatan-lompatan’ baru dari ’pertapaan’ selama delapan bulan ini. Akan ada karya-karya besar dengan peristiwa ini. Kita siap-siap saja menggelar perhelatan-perhelatan itu. Jangan sampai kendur. Karena kreativitas itu imunitas,” ujar Aidil.
Co-Founder Serrum MG Pringgotono mengungkapkan, pandemi menjadi momen eksperimen baru. Sebagai penyedia jasa artistik dan tata pajang karya (art handler), ia dan timnya tetap bekerja seperti biasa. Bedanya, sekarang ada pembuatan dokumentasi video.
”Karya ada, dipajang, lalu dipotret dengan kamera 360 derajat. Pengunjung bisa melihat langsung dengan protokol kesehatan. Meski pameran fisik sudah selesai, dokumentasi video karya tetap bisa terus dinikmati,” ujar MG.