Siklon Tropis Kembali Terbentuk di Samudra Pasifik
›
Siklon Tropis Kembali...
Iklan
Siklon Tropis Kembali Terbentuk di Samudra Pasifik
Siklon tropis Goni muncul di Samudra Pasifik. Keberadaan siklon ini agar diwaspadai karena bisa memicu gelombang tinggi perairan, hujan lebat, dan angin kencang di sejumlah daerah di Indonesia.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
Kepala Pusat Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Fachri Radjab, di Jakarta, Jumat (30/10/2020), mengatakan, siklon tropis Goni berada di 16,3 Lintang Utara dan 132,7 Bujur Timur atau sekitar 1.650 kilometer sebelah utara Tahuna, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara. Kekuatan putaran siklon mencapai 85 knot atau 155 km per jam.
Siklon ini bergerak ke arah barat daya dan pada Sabtu (31/10/2020) diperkirakan berada pada jarak 1.380 km sebelah utara timur laut Tahuna. Pada saat itu, kekuatan siklon akan bertambah menjadi 90 knot atau 165 km per jam.
Siklon berpotensi meningakatkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Wilayah Jawa kemungkinan tidak terpengaruh. (Fachri Radjab)
”Siklon berpotensi meningakatkan hujan dengan intensitas sedang hingga lebat di wilayah Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Wilayah Jawa kemungkinan tidak terpengaruh,”kata Fachri.
Selain itu, siklon ini berpengaruh meningkatkan gelombang laut dengan ketinggian 1.25-2,5 meter di wilayah perairan Kepulauan Sangihe hingga Kepulauan Talaud, Laut Maluku bagian utara, perairan utara Halmahera, Laut Halmahera, perairan Raja Ampat bagian utara, perairan Manokwari, perairan utara Biak, Teluk Cendrawasih, Samudra Pasifik utara Halmahera, hingga Biak. Sementara gelombang laut dengan ketinggian 2,5-4 meter berpeluang terjadi di Samudra Pasifik utara Papua Barat.
Selain siklon tropis ini, peningkatan curah hujan di Indonesia saat ini dipengaruhi sejumlah gelombang ekuator, salah satunya gelombang Rossby yang beredar di di wilayah barat, mulai dari Laut Andaman, perairan utara Aceh, Selat Sunda, Laut Jawa, hingga Selat Makassar bagian selatan. Ini menyebabkan potensi pertumbuhan hujan di wilayah tersebut.
Di Samudra Hindia barat Lampung, Samudra Hindia selatan Jawa, Papua bagian selatan, Laut Arafuru, dan Teluk Carpentaria beredar gelombang Kelvin. Sementara gelombang tipe frekuensi rendah banyak mempengaruhi peningkatan hujan di wilayah Sumatera Barat hingga Lampung dan Jawa.
La Nina menguat
Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto mengatakan, intensitas pembentukan siklon tropis ini diduga terkait dengan menguatnya fenomena iklim regional La Nina. ”Ada sejumlah kajian yang menunjukkan bahwa menguatnya La Nina akan meningkatkan risiko terbentuknya siklon tropis di wilayah utara khatulistiwa,” katanya.
Menurut Siswanto, mengacu data Pusat Siklon Tropis BMKG, selama Oktober 2020, sudah terjadi 6 siklon di pasifik barat. Padahal rata rata kejadian siklon tropis di Pasifik Barat untuk Oktober hanya 3-4 kejadian.
”Kalau parade siklon yang sambung-menyambung ini dalam seminggu terakhir dimulai dari siklon Saudel, Molave, dan Goni. Di Pasifik Barat dekat Mikronesia yang kemaren juga terbentuk tekanan rendah kini sudah menjadi badai tropis Atsani, diprediksi lintasannya akan menuju di tempat Goni sekarang,” katanya.
Organisasi Meterologi Dunia (WMO) memperingatkan, La Nina cenderung menguat dan diperkirakan akan mencapai tingkat moderat hingga kuat. La Nina kuat terakhir terjadi pada 2010-2011, disusul tingkat moderat pada 2011-2012.
La Nina mengacu pada pendinginan suhu permukaan laut dalam skala besar di tengah dan timur ekuator Samudra Pasifik, ditambah dengan perubahan sirkulasi atmosfer tropis, yaitu angin, tekanan, dan curah hujan.
”El Nino dan La Nina adalah penggerak utama yang terjadi secara alami dari sistem iklim Bumi. Tetapi semua peristiwa iklim yang terjadi secara alami sekarang terjadi dengan latar belakang perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia yang memperburuk cuaca ekstrem dan memengaruhi siklus air,” kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas, dalam keterangan tertulis.
Menurut Taalas, La Nina biasanya memiliki efek pendinginan pada suhu global, tetapi ini lebih dari diimbangi oleh panas yang terperangkap di atmosfer oleh gas rumah kaca. Oleh karena itu, tahun 2020 tetap berada di jalur menjadi salah satu tahun terpanas. ”Tahun-tahun La Nina sekarang lebih hangat daripada tahun-tahun dengan peristiwa El Nino yang kuat di masa lalu.”
Berdasarkan tren suhu permukaan Samudra Pasifik, La Nina akan berlangsung hingga akhir 2020 dengan tingkat kemungkinan 90 persen dan mungkin hingga kuartal pertama 2021 dengan tingkat kemungkinan 55 persen. La Nina sering dikaitkan dengan kondisi basah di sebagian besar Asia Tenggara, Australia.
Namun, efek La Nina akan bervariasi dari satu negara ke negara lain. Mereka yang berada di Pasifik Tengah dan Timur akan mengalami curah hujan di bawah normal, sementara negara-negara di Pasifik Barat Daya akan menjadi lebih rentan terhadap curah hujan di atas normal.