Sinabung Terus Luncurkan Guguran Lava, Warga Jauhi Zona Merah
›
Sinabung Terus Luncurkan...
Iklan
Sinabung Terus Luncurkan Guguran Lava, Warga Jauhi Zona Merah
Gunung Sinabung terus mengeluarkan guguran lava dan awan panas guguran. Masyarakat diminta tidak bertani di zona merah, khususnya di jalur awan panas di sektor timur-tenggara.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS — Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, terus mengeluarkan guguran lava dan awan panas guguran. Masyarakat diminta tidak bertani di zona merah, khususnya di jalur awan panas di sektor timur-tenggara.
”Kubah lava di kawah Gunung Sinabung terus bertumbuh dan gugur menjadi guguran lava atau awan panas guguran,” kata pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung, Armen Putra, Sabtu (31/10/2020).
Armen mengatakan, guguran lava Sinabung kembali meluncur beberapa kali pada hari Sabtu dengan jarak 200-500 meter ke arah timur-tenggara. Guguran lava yang sangat intens menandakan potensi awan panas guguran bisa terjadi sewaktu-waktu. Kubah lava Sinabung juga terus bertumbuh dan kini volumenya lebih dari 1 juta meter kubik.
Armen mengatakan, meningkatnya aktivitas vulkanis Sinabung juga ditandai kegempaan yang meningkat tajam. Jenis gempa yang mendominasi adalah gempa guguran yang menandakan runtuhnya kubah lava dan gempa hibrid yang menunjukkan pembentukan kubah lava terus terjadi. Gempa frekuensi rendah juga meningkat yang menandakan adanya aliran energi dan fluida dari dapur magma ke kawah.
Armen mengingatkan, bahaya terbesar dari Sinabung adalah awan panas guguran. Suhunya mencapai 700 derajat celsius dengan kecepatan lebih dari 100 kilometer per jam.
Dalam catatan Kompas, awan panas guguran Sinabung sudah beberapa kali menelan korban jiwa. Pada 2014, sebanyak 16 warga meninggal dan pada 2016 sembilan warga meninggal. Mereka diterjang awan panas saat bertani di ladangnya di Desa Gamber yang merupakan jalur awan panas.
Pelaksana Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Natanael Peranginangin mengatakan, hingga kini masih ada beberapa warga yang bertani di zona merah, termasuk di jalur awan panas di Desa Gamber dan Berastepu.
Menurut Natanael, kewaspadaan warga melonggar karena sudah lebih dari setahun Sinabung tidak mengeluarkan awan panas guguran. ”Saat ini, kami kembali mengingatkan masyarakat dan terus berpatroli meminta warga keluar dari ladang di zona merah,” kata Natanael.
Sejak status Sinabung diturunkan dari Awas (level IV) menjadi Siaga (level III) dalam setahun belakangan, kata Natanael, petugas tidak berjaga lagi di pintu-pintu masuk zona merah. Namun, mereka masih berpatroli saat aktivitas Sinabung meningkat. Petugas juga meningkatkan kesiapsiagaan setelah dalam sepekan terakhir awan panas guguran dan guguran lava meluncur hampir setiap hari.
Natanael mengatakan, dampak letusan dan awan panas saat ini adalah paparan abu vulkanis. Sedikitnya empat kecamatan terpapar abu, yakni Naman Teran, Simpang Empat, Merdeka, dan Berastagi. Petugas menanggulangi dampak dengan menyiram abu vulkanis dengan mobil pemadam kebakaran. ”Kami juga membagikan masker kepada masyarakat untuk menghindari dampak paparan abu,” kata Natanael.
Yahya Ginting (56), warga Naman Teran, mengatakan, abu vulkanis menumpuk di jalan, atap rumah, dan ladang mereka. Aktivitas warga pun kini membersihkan abu dari atap dan teras rumah. Mereka juga berupaya menyelamatkan tanamannya. ”Kerugian terbesar kami adalah kerusakan tanaman karena gagal panen akibat terpapar abu,” kata Yahya.
Yahya mengatakan, dalam beberapa bulan terakhir, mereka kerap merugi karena tanaman terpapar hujan abu vulkanis dari letusan Sinabung. Mereka pun berharap mendapat bantuan dari pemerintah agar bisa bertani kembali.