Memadukan keragaman batik dan penggunaan material ramah lingkungan, hadir koleksi Batik Reimagined yang menawarkan gairah dan optimisme dalam berkarya.
Oleh
Fransisca Romana Ninik
·5 menit baca
Geliat mode terus menemukan ruang meski masa sulit akibat pandemi belum jelas ujungnya. Memadukan keragaman batik dan penggunaan material ramah lingkungan, hadir koleksi Batik Reimagined yang menawarkan gairah dan optimisme dalam berkarya.
Batik Reimagined diinisiasi Asia Pacific Rayon (APR) dengan mengambil momen perayaan Hari Batik Nasional. Sebanyak 13 desainer dan jenama menggelar karyanya lewat peragaan busana, Senin (26/10/2020), secara live melalui akun Instagram Jakarta Fashion Hub. Setiap desainer menampilkan tiga rancangan dengan mengetengahkan kreasi batik di atas material berbahan natural, yakni viscose-rayon.
Irene Agustine, Corporate Communication PT APRIL Management Indonesia (APRIL Group), menjelaskan, bahan viscose-rayon berasal dari serat rayon yang dihasilkan dari pengelolaan hutan tanaman industri yang dikelola secara lestari dan bertanggung jawab. ”Semangatnya from plantation to fashion,” katanya.
Viscose-rayon memiliki sifat dapat diperbarui dan mudah terurai sehingga mendukung tren mode berkelanjutan yang tengah digandrungi. Material tersebut juga tersertifikasi dan dapat dilacak. Teksturnya lembut, nyaman, dan adem sehingga tepat dipakai untuk busana yang dikenakan sehari-hari. Bahan tersebut juga menyerap pewarnaan optimal sehingga menghasilkan kain bermotif batik yang kaya warna.
Untuk menerjemahkan semangat Batik Reimagined, ke-13 desainer dan jenama, yakni Acharisma, Sofie, Bateeq, Holalulu by Neli Gunawan x Jejak Tangan, Phillip by Phillip Iswardono, HaPe by Yuliana Wu, Dissa, Eienno by Winarni Widjaja, GYDxZUBE by Agied Derta, Wastra Batik by Olif Kinanthi, Restu Anggraini, Eureka, dan DaneV’s, menjelajahi berbagai kemungkinan untuk menghadirkan kreasi batik dalam rancangan mereka.
Desainer Ali Charisma, yang juga Ketua Indonesian Fashion Chamber, mengungkapkan, viscose yang dibatik belum banyak. ”Rekan-rekan desainer mulai bisa melihat bahan untuk batik tidak harus katun terus. Saya sendiri ingin melihat kain Indonesia, baik batik atau tenun, lebih kontemporer sehingga bisa diterima anak-anak muda,” katanya.
Lewat lini Acharisma, Ali menampilkan tiga rancangan berupa setelan atau gaun yang dipadu dengan luaran bernuansa kalem. Gaun panjang atau setelan celana-blus warna putih disandingkan dengan luaran bermotif batik warna abu-abu atau hijau zaitun yang longgar. Terusan putih lainnya diberi aksen obi berwarna abu-abu.
Lini yang baru lahir pada Juli lalu sebagai respons atas pandemi mengusung sustainable resort wear. ”Semua produk memakai konsep zero waste. Pokoknya tidak membuang bahan, misalnya tepian kain dipakai menjadi dekorasi. Konsep bajunya one size fit all, mayoritas all size,” papar Ali.
Kasual
Konsep resor yang kasual juga diusung jenama Eureka dalam koleksi Aroha Resort 2020. Aroha, dalam bahasa Maori di Selandia Baru, menurut pendiri Eureka, Frederika Cynthia, berarti cinta dan kasih sayang. Dari perjalanannya ke negeri tersebut, Frederika mengambil salah satu bunga khas Selandia Baru, yakni Mount Cook Buttercup, yang kemudian diaplikasikan motifnya dengan metode batik cap.
Bunga itu hadir dalam atasan bernuansa keunguan dipadu celana pendek biru serta dalam syal biru yang mempermanis tampilan setelan celana longgar putih dan atasan hijau berpotongan asimetris.
”Kami hadirkan rancangan minimalis agar sesuai dengan desain resor yang modern. Detail pada bagian hemline, dikombinasikan dengan penggunaan elastic band, berfungsi agar pakaian rapi tetapi tetap nyaman dikenakan,” ujar Frederika.
Nuansa kasual modern disajikan desainer Sofie dengan unsur warna lembut. Luaran bergaya kimono dipadukan dengan blus berkerah dan celana longgar menampilkan kesan yang dinamis, nyaman, tetapi modern dan chic.
Kimono diberi detail kerah, tali pengikat, dan potongan asimetris dengan aksen kantong dan lengan yang dibuat lebih langsing sehingga tampilan keseluruhan semakin edgy.
Jenama Bateeq menonjolkan material rayon yang lembut dan adem untuk desain loungewear yang cocok dipakai saat pandemi. CEO Bateeq Michelle Tjokrosaputro menuturkan, siluet loungewear ini nyaman dikenakan untuk kegiatan sehari-hari, di dalam maupun di luar rumah.
”Kami menyesuaikan karakter rayon yang flowy dengan desain loungwear. Material utama adalah viscose, tetapi ada perpaduan dengan katun dan cotton jersey,” tuturnya.
Koleksi Bateeq kali ini menyeruak dengan warna jingga cerah dengan motif kawung rante yang langsung mencuri perhatian mata dalam atasan, terusan, luaran, dan aksen pada tepian luaran. Potongan busana berbentuk A line dengan siluet longgar, tetapi tetap menampilkan garis pinggang dengan ikat pinggang yang bisa disesuaikan.
Kesempatan baru
Perpaduan rancangan dinamis yang mengambil unsur batik dengan material ramah lingkungan terbukti bisa membuka kesempatan baru bagi para perancang mode untuk berkarya, terlebih saat krisis seperti sekarang. Ada ceruk yang bisa digarap di masa mendatang guna merangkul lebih banyak orang mencintai mode produksi negeri sendiri.
Ali terus mencoba meyakinkan para desainer, terutama anggota Indonesian Fashion Chamber, untuk menghasilkan produk mode yang tidak berada di awang-awang, tetapi benar-benar diperlukan masyarakat.
”Bahan serat lokal semacam ini bisa mengimbangi produk fast fashion dari luar, misalnya. Pembeli melihat ada nilai, kualitas, dan tentu sesuai kondisi sekarang yang tidak bisa membuat mereka asal keluar duit,” katanya.
Banyak desainer menyambut baik penggunaan material ramah lingkungan yang disandingkan dengan kekayaan budaya Tanah Air. Dalam beragam acara mode, tak sedikit segmen yang secara khusus menampilkan rancangan busana yang mengadopsi unsur kedua hal tersebut.
Ini pun diakui Irene, semakin banyak desainer yang mengenal produk viscose-rayon lokal dan paham tentang penggunaan bahan ramah lingkungan. Dengan bekal pemahaman ini, penggiat mode Tanah Air bisa semakin kokoh memanggungkan produk mode yang menjadi tuan rumah di negeri sendiri.