Mencermati Biaya Pemilu AS
Pemilihan umum di Amerika Serikat mahal biayanya karena sistem pemilunya didesain runut dan panjang dari sisi pelaksanaan.
Pemilihan umum di Amerika Serikat dikenal ketat dalam sistemnya. Imbasnya, para kandidat dan partai harus merogoh kocek yang dalam demi kebutuhan menggalang dukungan. Uniknya, faktor besarnya dana peserta tidak menentukan kemenangan.
Kerumitan pemilihan umum (pemilu) AS dapat dilihat dari tahap awal. Warga negara yang akan memilih diwajibkan mendaftarkan diri terlebih dahulu sebagai syarat utama pemilih. Kebijakan ini diterapkan karena mobilitas warga AS yang sangat tinggi dari negara bagian yang satu ke yang lainnya.
Begitu pula dengan pelaksanaan pemilu pendahulu (early primary election) yang dilakukan di Iowa dan Hampshire. Umumnya, pelaksanaan pemilihan pendahulu di kedua negara bagian tersebut dilakukan pada Februari, sementara pemilihan pendahulu di negara bagian lainnya baru diselenggarakan pada Maret dan Juni.
Hasil dari ini akan menentukan besarnya dukungan yang akan diberikan kepada para kandidat presiden sehingga lumrah apabila para kandidat berguguran setelah pemilu pendahulu diadakan.
Selain pemilihan pendahulu, partai politik juga memiliki prosedur lain, yakni melalui kaukus negara bagian dan superdelegasi. Melalui metode kaukus ini, pimpinan partai secara otomatis mendapatkan kursi sebagai delegasi dalam konvensi untuk menentukan kandidat presiden.
Sementara itu, superdelegasi memiliki peran kontrol pencalonan presiden yang menjadikan senator, gubernur, mantan presiden, mantan wakil presiden, dan pimpinan kongres sebagai delegasi dalam konvensi.
Setelah ketiga tahap dilakukan, selanjutnya partai politik akan melaksanakan konvensi nasional. Tujuannya, untuk memilih kandidat presiden yang akan dicalonkan oleh partai politik dalam pemilu. Kesempatan ini bukan hanya menjadi sarana untuk menentukan kandidat presiden, melainkan juga menjadi kesempatan memantapkan ideologi politik yang diusung partai dalam pemilu nanti.
Maka, ada empat proses utama yang harus ditempuh sebelum kandidat dan partai politik melakukan kampanye untuk menarik simpati konstituen. Dalam buku Presidential Elections: Strategies and Structures of American Politics Fifteenth Edition, Nelson Polsby menjabarkan tahap-tahap teknis dengan lengkap. Di samping tahap teknis tersebut, salah satu isu yang disorot ialah tingginya biaya politik sebagai imbas dari kerumitan sistem politik.
Melansir data dari OpenSecret.org, sebuah lembaga swadaya pengawas politik, diproyeksikan biaya yang dihabiskan untuk pemilu tahun ini 10,8 miliar dollar AS atau sekitar 159 triliun rupiah. Jumlah ini dihitung dari biaya pemilu kongres dan pemilu presiden yang dimulai pada awal 2020, termasuk juga biaya yang dikeluarkan oleh Political Action Committee (PAC) setiap partai. Proporsinya hampir rata, yakni 5,6 miliar dollar AS untuk pemilu kongres dan 5,7 miliar dollar AS untuk pemilu presiden.
Jika mencermati perkembangannya dari tiap pemilu, jumlah pemilu tahun ini terpaut cukup jauh dari pemilu sebelumnya. Jumlah ini dua kali lipat dibandingkan Pemilu AS 2008 yang kala itu dimenangi oleh Barack Obama. Perlu dicatat, OpenSecret.org sudah menghitung biaya ini berdasarkan inflasi dollar AS yang berlaku di tahun ini.
Sumber dana
Dalam Pemilu AS, dana yang didapat oleh partai dan kandidat berasal dari donasi yang dikumpulkan. Sistem politik di AS memungkinkan kelompok serikat dan pebisnis untuk memberikan sumbangan finansial kepada partai atau kandidat melalui PAC atau lembaga partai yang bertugas menghimpun donasi. Di sini, PAC boleh menerima sumbangan sebanyak-banyaknya, tetapi setiap penyumbang memiliki aturan batas maksimal donasi.
Pihak penyumbang ini dibagi dalam enam kategori, yakni individu, kandidat dari partai, PAC multikandidat, PAC bukan nonmultikandidat, anggota partai tingkat distrik, dan anggota partai tingkat nasional. Masing-masing diatur batas maksimal donasi berdasarkan lembaga yang menerimanya. Misalnya, penyumbang individual dibatasi maksimal menyumbang 5.000 dollar AS per tahun kepada PAC.
Di Pemilu AS tahun ini, Partai Demokrat mengumpulkan dana jauh lebih banyak ketimbang Partai Republik. Partai Demokrat berhasil menghimpun dana 3 miliar dollar AS, sedangkan Partai Republik hanya 598 juta dollar AS. Dilihat lebih dalam, sumber dana terbanyak kubu Demokrat setengahnya berasal dari penyumbang individual, yakni 1,5 miliar dollar AS.
Padahal, dalam daftar donasi di kategori individu, posisi 10 besar lebih banyak diisi oleh pendukung konservatif atau pihak Republik. Posisi teratas ditempati oleh Sheldon Adelson, pengusaha yang juga memiliki Marina Bay Sands di Singapura, dengan donasi sekitar 183 juta dollar AS atau setara Rp 2,7 triliun dan diberikan ke kubu Republik.
Sementara itu, di posisi kedua dihuni oleh Michael Bloomberg yang mendukung penuh kubu Demokrat dengan total donasi 107 juta dollar AS atau setara 1,5 triliun rupiah.
Nyatanya, penyumbang individu ini juga dapat memberikan dukungan dana dengan mengatasnamakan lembaga. Dalam daftar lembaga, dua perusahaan milik Sheldon Adelson, yakni Las Vegas Sands dan Adelson Clinic for Drug Abuse Treatment & Research, menjadi dua lembaga yang paling banyak memberikan donasi. Begitu juga dengan Michael Bloomberg di posisi ketiga dengan mengatasnamakan perusahaan medianya, Bloomberg LP.
Dapat dikatakan, donasi dari pihak pengusaha ini mendominasi bursa penyumbang di kategori kepentingan dengan total sumbangan 4,5 miliar AS. Kategori kepentingan ini dibagi menjadi empat, yakni pengusaha, pekerja, ideologi, dan lainnya (dapat berupa gabungan kelompok kepentingan).
Secara umum, kelompok pekerja dan ideologi lebih cenderung mendukung kubu Demokrat, sementara pengusaha dan kelompok lainnya cukup merata mendukung di kedua kubu.
Tidak menjamin
Rupanya pemenang pemilu AS bukan semata-mata ditentukan oleh banyaknya biaya yang dihimpun dan dikeluarkan oleh partai maupun kandidat. Berdasarkan catatan dari enam kali pemilu AS terakhir, kubu Demokrat paling sering mengeluarkan ongkos yang lebih banyak dibandingkan lawannya. Apalagi di tahun ini, Demokrat diperkirakan menghabiskan 6,5 miliar AS atau selisih 2,8 miliar AS lebih kubu Republik.
Di pemilu AS tahun ini, Partai Demokrat mengumpulkan dana jauh lebih banyak ketimbang Partai Republik.
Tercatat, keselarasan antara pengeluaran yang lebih besar dan kemenangan pemilihan presiden hanya terjadi di pemilu 2000 dan 2008. Di Pemilu AS 2000, Partai Republik mengeluarkan dana yang lebih besar dan George Washington Bush terpilih sebagai presiden. Sementara di Pemilu 2008, gantian Partai Demokrat yang lebih banyak mengeluarkan biaya dan berbuah manis dengan kemenangan Barack Obama.
Jika diteliti lebih cermat, kubu yang mengeluarkan biaya lebih banyak selalu datang dari kubu penantang, bukan petahana. Pola ini jelas terlihat sejak Pemilu AS 2000, kala itu Demokrat berada di posisi petahana dengan sosok Bill Clinton yang menjabat sebagai Presiden AS. Logikanya, kubu petahana membutuhkan lebih banyak biaya untuk kampanye dan memperkenalkan program-program mereka, apalagi AS memiliki 50 negara bagian.
Inilah sisi menarik dari pemilu AS, dana besar bukan jaminan menang dalam kontestasi. Tentu saja, faktor sistem elektoral di sana memainkan peran yang signifikan pula. Maka, dengan pengeluaran besar dari kubu Demokrat di tahun ini, mampukah Biden mengalahkan Trump? Ini menarik untuk dinantikan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Ideologi Partai di Balik Dua Kutub Pilpres AS